Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Jumat (5/8), Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2022 sebesar 5,44% secara year on year (yoy) atau tahunan. BPS menyebutkan, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2022 menurut pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga, net ekspor, dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.
Namun menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, pertumbuhan ekonomi tersebut, tidak lebih dari sekadar publikasi angka. Pasalnya, masyarakat masih mengalami kesulitan ekonomi dan daya beli masyarakat masih merosot tajam.
“Bagi kebanyakan rakyat, publikasi pertumbuhan ekonomi 5,44% tidak lebih dari sebuah angka saja. Tidak berarti apa-apa, karena yang mereka rasakan adalah kesulitan ekonomi, daya beli merosot tajam, harga produk naik,” jelas Anthony pada Alinea.id saat dihubungi, Senin (8/8).
Menurut Anthony, kenaikan pertumbuhan ekonomi ini hanya dirasakan oleh masyarakat kalangan atas. Sehingga tak memberikan pengaruh terhadap masyarakat secara umum.
“Ekonomi dalam nilai nominal (harga berlaku) memang melonjak, tetapi ini semua milik produsen/pengusaha/konglomerat, produk komoditas seperti sawit, mineral, batu bara,” lanjutnya.
Idealnya, pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pertumbuhan riil, yaitu pertumbuhan yang steril dari kenaikan harga. Namun nyatanya, transaksi ekonomi hanya mencatat nilai nominal yakni jumlah barang dikali harga saat ini. Padahal harga saat ini mungkin sudah naik dari periode sebelumnya, sehingga transaksi ekonomi tidak mencatat nilai riil.
Untuk memperjelas, Anthony memberikan contoh sebagai berikut.
“Kalau periode lalu produksi 1.000 unit dan periode sekarang juga produksi 1.000 unit, artinya tidak ada pertumbuhan, alias nol persen. Meskipun harga saat ini meroket, tidak pengaruh,” tulisnya.
Untuk menemukan nilai riil, maka nilai nominal dikoreksi dengan kenaikan harga atau deflator. Jika seluruh kenaikan harga terserap ke dalam deflator, maka diperoleh ekonomi nilai riil yang murni.
Sebelumnya, Kepala BPS Margo Yuwono menyebutkan, konsumsi rumah tangga naik ke posisi 5,51% secara yoy sehingga menyumbang 2,92% terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sumber kedua penopang pertumbuhan ekonomi yaitu, ekspor naik sebanyak 19,74% yoy dan ikut andil pada pertumbuhan ekonomi sebesar 2,14%. Kemudian disusul PMTB atau investasi yang naik menjadi 3,07% yoy yang artinya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebanyak 0,94%.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2022 ini juga ditunjang adanya momen Ramadan dan hari raya Idulfitri sehingga aktivitas belanja pada masyarakat naik secara signifikan. Adanya kenaikan harga komoditas unggulan ekspor Indonesia juga menjadi keuntungan bagi negara, sehingga menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia.