Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 berhasil tumbuh sebesar 7,07%. Namun, pertumbuhan tersebut dinilai belum berkualitas, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kondisi normal.
"Kita akui sekalipun pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 ini naik signifikan yang membawa kita keluar dari zona resesi, tapi kualitas pertumbuhannya tidak sama dikala kita dalam situasi normal," kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang dalam keterangannya, Sabtu (7/8).
Dia menjelaskan, indikator pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yaitu, setiap pertumbuhan ekonomi 1% akan mampu menyediakan lapangan pekerjaan di kisaran 250.000 hingga 500.000.
Kemudian, indikator yang kedua adalah mampu mengurangi angka kemiskinan. Namun, dengan memperhatikan realitas yang ada, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka pengangguran hampir menembus angka 9,77 juta atau sekitar 7,07%.
Angka kemiskinan juga demikian, bahwa dengan bertambahnya angka pengangguran, memicu naiknya jumlah penduduk miskin yang mencapai 10,19%,
"Dengan naiknya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 tidak berpengaruh terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan menurunnya angka kemiskinan," ujarnya.
Untuk itu, pelaku usaha berharap agar ke depan Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu mempengaruhi indikator tersebut di atas, termasuk indeks kepuasaan masyarakat.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 ini minimal memberikan efek psikologis kepada pelaku usaha bahwa Indonesia sudah mampu keluar dari resesi ekonomi. Sekaligus, memiliki rasa optimisme bahwa ekonomi akan cepat pulih dan akan bangkit kembali menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Sebelumnya, BPS mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021 sebesar 7,07 % secara year on year (YoY). Capaian tersebut dinilai menjadi indikator Indonesia memasuki fase pemulihan ekonomi.