Pelambatan ekonomi global diproyeksi berdampak terhadap kondisi dalam negeri Indonesia pada tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ekonomi global yang tumbuh melambat dipastikan bakal berkorelasi dengan Indonesia.
"Semua juga tau bahwa apakah Moody's, atau siapa pun tau bahwa ekonomi dunia sedang melambat. Jadi kita (Indonesia) bagaimana, tentu saja kalau dunia melambat pasti ada pengaruhnya (ke Indonesia). Tapi kita harus segera membenahi, dan mempersiapkan apa yang harus dilakukan," ujar Menko Darmin di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor Service memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mengalami resesi atau perlambatan hingga di bawah 5% sepanjang 2019.
Darmin menjelaskan bahwa pengaruh perlambatan sendiri sudah mulai terasa sejak pertumbuhan impor dalam negeri tercatat mengalami perlambatan pada awal 2019 lalu.
Sebagaimana mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), memang benar terjadi penurunan impor pada Februari 2019 hingga 18,61% dibanding Januari 2019 atau setara US$12,2 miliar. Penurunan impor terjadi di seluruh golongan, baik untuk impor konsumsi, bahan baku, maupun barang modal.
"Bulan lalu sebenarnya impor kita melambat loh. Jadi itu memang sesuatu yang harus diperhatikan," katanya.
Meski demikian, sebagai negara berpenduduk besar, Darmin optimistis pelemahan ekonomi global tidak berdampak terlampau parah. Untuk mengantisipasinya, menurut Darmin, ialah dengan mendorong nilai ekspor lebih meningkat lagi.
"Karena penduduk kita banyak, ekonomi internal dapat berjalan baik. Artinya kita punya dinamika ekonomi internal yang sehat. Walaupun ada pengaruh dari luar, tapi dari dalam negari, Indonesia punya kekuatan sendiri. Tentu akan lebih baik jika kita bisa penetrasi keluar dengan ekspor," tuturnya.
Lembaga pemeringkat Moody's sebelumnya memperkirakan ekonomi global yang melambat sangat mungkin jatuh ke dalam resesi jika Amerika Serikat (AS) dan China tidak mencapai kesepakatan perdagangan dalam waktu tiga bulan. Untuk itu, kedua negara perlu segera mencapai kata sepakat demi kepentingan bersama yang lebih besar.
Jika pembicaraan antara AS dan China mogok kemudian berakhir tanpa kesepakatan perdagangan, tentu dapat melukai sentimen bisnis lebih lanjut dan membuat perusahaan mengurangi perekrutan. Ketika itu terjadi, pengangguran akan meningkat dan menyebabkan konsumen kehilangan kepercayaan pada ekonomi.
Selain Moody's, lembaga internasional lainnya juga memprediksi hal serupa yaitu Asian Development Bank (ADB). ADB bahkan memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh stagnan tahun ini bila dibandingkan dengan ekspansi tahun 2018.
Dalam Asian Development Outlook 2019 yang dirilis ADB pada Rabu (3/4) kemarin, produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksi hanya akan tumbuh pada level 5,2% di tahun ini. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan target pemerintah yang sebesar 5,4% dalam APBN 2019.