Berkembangnya teknologi menyebabkan terjadinya pergeseran gaya hidup masyarakat. Hal itulah yang kemudian dilihat sebagai sebuah peluang bisnis bagi sebagian kalangan. Mereka membuat perusahaan rintisan (startup) untuk memanjakan konsumen dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.
Data dari DailySocial menyebutkan total investasi pada perusahaan rintisan di Indonesia pada 2017 sekitar US$ 3 miliar. Dimana sekitar US$ 1,6 miliar hingga US$ 2,8 miliar diantaranya ditujukan pada tiga unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia dan Traveloka.
Berlimpahnya suntikan dana ke perusahaan rintisan tentunya sesuatu yang positif. Baik itu bagi perusahaan rintisan maupun masyarakat selaku pengguna. Apalagi jika perusahaan rintisan itu menawarkan saham kepada publik.
IPO atau sering disebut go public memungkinkan eksposur bisnis yang lebih tinggi. Ini berarti perusahaan bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan brand equity yang mampu membantu proses pemasaran, termasuk prestise dan juga kredibilitas perusahaan. Publikasi yang didapatkan tidak jarang juga berujung pada didapatkannya kelompok pengguna baru.
Di Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri sudah ada PT Kioson Komersial Indonesia Tbk yang menawarkan saham perdana pada tahun lalu. Pada saat perdagangan perdana, saham Kioson dijual Rp 300 per lembar saham. Saham Kioson melonjak dan pada penutupan perdagangan Selasa (6/3), sahamnya dihargai Rp 2.920 per saham.
Perusahaan rintisan PT Gojek Indonesia atau PT Aplikasi Karya Anak Bangsa pun diyakini selangkah lagi menjual saham perdana di pasar modal. Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengaku telah bertemu dengan Presiden Direktur Gojek Andre Sulistyo pada Senin (5/3). "Perusahaan sangat serius untuk IPO, tidak ada jangka waktu yang spesifik," ujar Tito seperti dikutip dari Bloomberg. Perusahaan ini berminat listing di bursa, lantaran memungkinkan investor, termasuk pengemudinya, memiliki saham Gojek.
Gojek yang didukung Google dan KKR & Co telah berevolusi dari sebuah aplikasi pemesanan transportasi penumpang berbasis sepeda motor menjadi sistem pembayaran nontunai dengan skema financial teknologi. Perusahaan ini telah mengantongi suntikan dana dari investor, termasuk Google, Temasek Holdings Pte, Group Djarum, dan PT Astra International Tbk, serta senilai US$1,8 miliar dari CB Insights pada 2016.
Manajemen Gojek juga mempertimbangkan melakukan pencatatan saham di dua pasar modal atau dual listing agar investor asing dapat menjadi pemegang portofolio saham. Tito memastikan, Gojek bakal diizinkan untuk IPO meskipun tidak mencatat keuntungan, selama manajemen dapat memproyeksikan profitabilitas di masa depan.
Otoritas pasar modal sendiri telah mendorong agar startup segera listing sejak beberapa tahun terakhir. Melalui wadah inkubasi Indonesia Stock Exchange (IDX) yang dibangun BEI, diharapkan banyak perusahaan rintisan yang siap masuk ke pasar modal.
Direktur IDX Inkubator Irmawati Amran mengatakan sudah ada 42 perusahaan yang terdaftar di IDX Inkubator. Rencananya, dalam waktu dekat IDX Incubator akan menambah jumlah peserta. "IDX Inkubator ini rencananya tambah 20 lagi dari Jakarta, dan tentunya ini menambah semakin banyak kesempatan bagi perusahaan rintisan," kata Irmawati saat ditemui di Gedung BEI, Selasa (6/3).
BEI akan menambah IDX Incubator untuk di wilayah Bandung dan Surabaya. Semakin banyak cabang IDX Incubator, maka jumlah perusahaan rintisan yang bergabung pun akan semakin banyak. "Bandung ditargetkan 15 perusahaan dan Surabaya lima dulu. Kalau Bandung kan banyak Surabaya masih sedikit," jelasnya.
Saat ini, IDX Inkubator tengah mempersiapkan memboyong satu perusahaan binaan untuk melantai di BEI. Salah satu yang tengah dipersiapkan terkait persiapan secara internal dan untuk kecukupan modal disetor, karena untuk bisa go public secara strategis harus memiliki aset yang cukup.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia Nicky Hogan, menilai bahwa kendala aturan bukanlah isu utama yang menghalangi langkah IPO perusahaan skala UMKM dan startup, melainkan persepsi investor terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Tidak mudah bagi investor Indonesia untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan seumur jagung dengan rekam jejak yang belum terbukti, apalagi bila dengan kinerja awal yang merugi.
Tantangan-tantangan ini akan menjadi aral bagi perusahaan rintisan untuk meyakinkan diri menjajaki pasar modal. Namun, tugas bursa juga untuk meyakinkan bahwa ada lebih banyak manfaat bila perusahaan go public. Selain itu, tantangan-tantangan yang ada pelan-pelan bisa teratasi.