Perusahaan wajib memberikan tunjangan hari raya (THR) keagamaan kepada pekerja, baik berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hingga buru harian atau lepas, yang telah bekerja lebih dari 1 bulan secara terus-menerus atau lebih maksimal H-7 Lebaran 1444 H/2023 M. Ini sesuai aturan berlaku.
"Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dalam telekonferensi pers tentang pemberian THR, Selasa (28/3). THR keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016.
Pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih berhak mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah. Adapun besaran THR bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus-menerus dan kurang dari 12 bulan dihitung secara proporsional atau dengan formulasi masa kerja dalam hitungan bulan dibagi 12 bulan dan dikalikan besaran upah 1 bulan.
"Misal, seorang pekerja dengan gaji Rp4 juta per bulan dan baru bekerja 6 bulan, maka pekerja tersebut mendapatkan THR dengan perhitungan 6 bulan dibagi 12 bulan sama dengan setengah dikalikan Rp4 juta. Dari perhitungan tersebut, maka kira-kira pekerja akan dapat THR Rp2 juta," tutur Ida.
Sementara itu, perhitungan besaran THR bagi pekerja lepas atau harian adalah upah satu bulan dihitung berdasarkan rerata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Jika pekerja harian bekerja kurang dari 12 bulan, maka 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja tersebut.
Selanjutnya, ketentuan perhitungan upah satu bulan bagi pekerja atau buruh dengan upah satuan hasil adalah upah 1 bulan didasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya.
"Yang perlu digarisbawahi terkait dasar perhitungan THR yang menggunakan perhitungan upah ini, bagi perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana diatur Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, maka perusahaan tetap wajib membayar THR keagamaan," kata Ida.
"Upahnya tidak mengikuti penyesuaian untuk THR-nya. Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Ini bisa dilihat dalam Pasal 12," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ida membenarkan jika perusahaan bisa memberikan THR lebih besar dari peraturan perundang-undangan atau sesuai kebiasaan. Ini juga diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.