Petani sawit menjerit meminta pertolongan Presiden Jokowi
Petani kelapa sawit di seluruh Indonesia menjerit. Dari hari ke hari harga tandan buah segar atau TBS hasil panenan sawit terus meluncur ke bawah. Harga TBS petani swadaya bahkan sudah mendekati Rp1.000/kg.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengadukan nasib para petani sawit kepada Presiden Joko Widodo. Lewat surat terbuka itu, Gulat menggantungkan nasib petani sawit kepada Presiden Jokowi.
Disitat dalam laman sawitsetara, Rabu (29/6), Gulat membaca surat itu di rumah kediaman Bung Karno pada waktu menjalani pengasingan di Bengkulu. Bengkulu dipilih karena harga TBS tersungkur paling rendah.
Pertama, meminta Presiden mencabut kebijakan wajib pasok domestik (domestic market obligation/DMO) dan wajib harga domestik (domestic price obligation/DPO) serta flush out.
"Karena sesungguhnya ketiga point tersebut tidak ada bedanya dengan larangan ekspor. Beban tersebut telah terjadi perlambatan ekspor CPO dan turunannya," ujar Gulat sembari duduk di kursi makan Bung Karno.
Kedua, kata Gulat, meminta Presiden dan Wakil Presiden segera menerbitkan peraturan percepatan ekspor untuk mempermudah prosedur pelaksanaan ekspor.
Ketiga, mengusulkan kepada Presiden agar minyak goreng dibuat dalam bentuk curah dan kemasan sederhana. Dana subsidi diambil dari dana pungutan ekspor yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Jadi, untuk meningkatkan atau mendongkrak harga TBS petani supaya peraturan yang mengatur kelapa sawit cukup dibebani bea keluar untuk APBN dan Pengutan Ekspor yang digunakan oleh dana BPDPKS," kata Gulat
Dana yang dikumpulkan dari dua pos itu, kata Gulat, lebih dari cukup untuk mensubsidi petani sawit dan membangun kelapa sawit yang berkelanjutan, terkhusus dengan mesubsidi minyak goreng.
Gulat berterimakasih atas respons cepat Pesiden yang mencabut larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng pada 19 Mei 2022. Kebijakan itu diambil setelah petani sawit berunjuk rasa pada 17 Mei 2022.
"Namun, petani sawit Indonesia kembali menyampaikan permohonan ini kepada Presiden supaya industri sawit Indonesia kembali normal, minyak goreng kembali tersedia, dan harga TBS petani sesuai yang diharapkan, perusahaan tetap melakukan pekerjaannya, dan negara tentunya mendapatkan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Gulat.
Akar masalah
Kebijakan larangan ekspor sementara untuk CPO dan bahan baku minyak goreng sebenarnya tak sampai sebulan. Dari 28 April hingga 23 Mei 2022. Meskipun hanya "seumur jagung", kebijakan itu berdampak signifikan terhadap kinerja industri sawit, terutama menekan harga TBS.
Mengutip analisis Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI), 28 Juni 2022, harga TBS anjlok tak lama setelah larangan berlaku. Penurunan harga masih berlangsung hingga hari ini atau sebulan setelah kebijakan dicabut.
Kementerian Pertanian mencatat harga TBS petani sawit plasma dan swadaya per 17 Juni 2022 masing-masing sebesar Rp2.674/kg dan Rp1.809/kg. Harga ini jauh di bawah periode April 2022: harga TBS plasma Rp3.584/kg dan harga TBS petani swadaya Rp2.671/kg.
Penurunan harga TBS diamini Gulat Manurung. Tren harga TBS tersebut sekitar 24-57% di bawah harga normal jika berdasarkan harga penetapan Dinas Perkebunan di 22 provinsi sawit yang ada Apkasindo.
Petani sawit makin terjepit karena hari-hari ini harga pupuk meroket. Petani sawit seperti terkena pukulan dua kali. Menurut analisis PASPI, jika hal ini dibiarkan berpotensi menurunkan kesejahteraan petani hingga meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Kondisi ini akan menjadi disinsentif bagi mereka karena sawit dianggap kurang menguntungkan. Jika mereka beralih ke komoditas lain, ini mengancam eksistensi industri sawit Indonesia. Karena pangsa perkebunan rakyat mencapai 41%.
Menurut analisis PASPI, larangan ekspor sementara untuk CPO dan bahan baku minyak goreng membuat tangki CPO milik pabrik kelapa sawit (PKS) penuh. PKS tidak bisa menyalurkan CPO ke eksportir karena moratorium ekspor. Industri hilir juga tidak mampu menyerap kelebihan stok.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat stok minyak sawit per April 2022 sudah mencapai 6,1 juta ton. Saat ini stok minyak sawit sudah mencapai kapasitas maksimumnya, yakni 6,3 juta ton.
Volume stok tersebut sudah melebihi pada kondisi normal, yang berkisar hanya 3-4 juta ton. Penumpukkan stok minyak sawit di tanki membuat PKS tidak dapat lagi menyerap TBS hasil panen petani. Panen TBS terhenti.
Kondisi ini menyebabkan banyaknya PKS yang berhenti beroperasi. Apkasindo mencatat sekitar 58 PKS atau 5% dari total PKS sudah berhenti beroperasi. Ini berarti tidak ada pembelian TBS oleh 58 PKS tersebut.
Meskipun moratorium ekspor telah dicabut sejak sebulan lalu, analisis PASPI, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia belum kembali normal. Lambannya ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng (RBDPO, RBD Palm Olein) karena eksportir harus terlebih dahulu mengantongi persetujuan ekspor.
Izin tersebut didapatkan setelah eksportir memenuhi kewajiban DMO-DPO untuk kebutuhan domestik dalam program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Distribusi alokasi DMO-DPO membutuhkan waktu. Ini membuat penyerapan minyak sawit untuk ekspor belum optimal.
Penumpukkan stok terus terjadi. Kondisi ini menyebabkan harga TBS terus menurun dengan kisaran harga Rp1.000-2.000/kg. Bahkan ada TBS petani yang hanya dihargai Rp400/kg oleh pengepul.