Peternak ayam mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menaikkan harga ayam hidup (live bird/LB) di level peternak. Pasalnya, sejak Agustus 2018 sampai saat ini, harga ayam hidup di level peternak terus anjlok.
Ketua Peternak Rakyat dan Peternakan Mandiri (RPRM) Sugeng Wahyudi mengatakan, sampai Selasa (26/3), harga LB di level peternak menyentuh harga paling dasar yakni 11.000/kg.
“Kondisi tersebut jauh dari harga pokok produksi (HPP) yang ditentukan oleh Kemendag atau sebesar Rp19.500/kg,” kata Sugeng di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (27/3).
Sugeng menjelaskan, saat ini harga ayam hidup di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Solo sebesar Rp10.500/kg, Jabodetabek Rp14.000/kg, dan di Pantura Rp13.000/kg. Artinya, harga-harga tersebut jauh di bawah HPP yang ditentukan oleh pemerintah. Hal ini membuat seluruh peternak di hampir seluruh Pulau Jawa terpuruk secara usaha.
Sugeng mengatakan penyebab kondisi harga LB yang terpuruk ini disebabkan oleh tingginya biaya produksi atau naiknya harga bibit ayam (day old chicken/DOC) dan pakan. Serta adanya oversupply dan minimnya permintaan di tingkat konsumen.
"Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini. Namun sampai hari ini belum nampak perubahan yang signifikan dan cenderung semakin menekan harga LB pada titik terendah," kata Sugeng.
Oleh karena itu, dalam jangka pendek, PRPM menuntut Kemendag untuk menaikkan harga ayam hidup menjadi Rp20.000 sesuai dengan Permendag No.96/2018.
Di dalam peraturan tersebut, harga acuan pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat peternak dipatok Rp18.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 20.000/kg (harga batas atas).
Sugeng menyebut sebetulnya, pada 29 Januari 2019, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah mengeluarkan Surat Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/SD/1/2019 untuk menstabilkan harga ayam hidup di level peternak.
Melalui surat tersebut, Mendag menetapkan harga khusus pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat farm gate seharga Rp 20.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 22.000/kg (harga batas atas).
Harga ini berlaku sejak surat tersebut ditandatangani tertanggal 29 Januari 2019 sampai dengan 31 Maret 2019.
Namun demikian, kebijakan tersebut, tidak berpengaruh bagi para peternak. "Instrumennya tidak bisa menyelesaikan masalah, mandul. Harus dicarikan solusi untuk ini," ujarnya.
Adapun tuntutan lain jangka pendek dari PRPM, yakni harga harga bibit ayam bisa dibeli dengan harga Rp5.500/ekor dengan kualitas grade satu dan harga pakan bisa turun kembali Rp500/kg dengan grade premium.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Pedaging Jawa Tengah, Parjuni dirinya telah merugi hingga Rp1,4 miliar. Estimasi kerugian tersebut dihitung dari pengurangan keuntungannya Rp200 juta per bulan selama 7 bulan.
"Oktober Rp 200 juta, sampai hari ini 7 bulan berarti saya sudah rugi Rp 1,4 miliar. Padahal, untuk produksi 100.000 itu kurang lebih sekitar Rp 1,4 miliar cashnya," ujarnya.
Strategi pemerintah
Terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan Tjahja Widayanti mengatakan, Kemendag akan menyanggupi beberapa tuntutan para peternak dalam jangka pendek, salah satunya untuk pembelian ayam hidup.
Dalam hal ini, pihaknya bersama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), dan Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) akan membeli LB ke peternak dengan harga Rp18.000/kg.
"Kita udah sepakat para asosiasi itu untuk menyerap dan membeli live bird dari para peternak dengan harga sebesar Rp18.000/kg dan kemudian nanti akan dijual oleh anggota Aprindo. Jadi semua sudah sepakat dengan sesuai harga acuan," kata Tjahja di kantornya.
Kesepakatan tersebut, kata Tjahja, juga telah disaksikan oleh Komisi Pengawasa Persaingan Usaha (KPPU) dan satuan tugas pangan akan mengawasinya, agar jangan sampai ada yang menjual di atas harga itu.
Pembelian LB tersebut hanya akan dilakukan pada 1-21 April 2019. Sebab, biasanya permintan di bulan puasa kembali normal. Adapun Tjahja belum bisa memastikan, jumlah besaran volume LB yang akan dibeli oleh asosiasi.
"Kan tidak bisa langsung juga. Kemudian ayam yang mana juga, pasti mereka (asosiasi) harus memikirkan ini," ujarnya.