close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi skincare. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi skincare. Foto Freepik.
Bisnis
Jumat, 19 Januari 2024 19:40

Pilih-pilih saham sektor kecantikan, ada yang seksi?

Penjualan produk perawatan kulit (skincare) dan kosmetik makin 'glowing', bagaimana saham emitennya? Apakah layak beli?
swipe

Survei Jakpat mengungkap, pada tahun 2023 kebanyakan masyarakat Indonesia memilih menggunakan produk perawatan kulit (skincare) dan kosmetik dari jenama lokal. Sebanyak 73% dari total 2.000 responden menilai, jenama produk kecantikan kulit lokal lebih cocok dengan kondisi kulit mereka, ketimbang merek asing.

“Melihat dari data retail 2023, penjualan makeup dan kosmetik mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Head of Research Jakpat Aska Primardi, dalam keterangannya kepada Alinea.id, dikutip Jumat (19/1).

Pilihan terhadap jenama lokal ini tampaknya menjadi pengungkit pertumbuhan industri perawatan kulit dan kecantikan nasional. Melansir data Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPA Kosmetika Indonesia), pertumbuhan jumlah industri kosmetik mencapai 21,9%, dari di tahun 2022 hanya sebanyak 913 industri menjadi 1.010 industri di paruh pertama 2023.

Dari total produk perusahaan kosmetik lokal tersebut, segmen pasar terbesar adalah perawatan tubuh (body care), dengan volume pasar sebesar US$3,18 miliar pada tahun 2022. Kemudian disusul skincare sebesar US$2,05 miliar, kosmetik US$1,61 miliar dan wewangian US$39 juta.

Pertumbuhan industri kecantikan lokal ini juga tergambar dalam kinerja beberapa emiten skincare dan kosmetik. PT Martina Berto Tbk. misalnya, yang pada kuartal III-2023 berhasil mengalami kenaikan penjualan neto sebesar 23% ketimbang 30 September 2022 senilai Rp258,26 miliar menjadi Rp320,04 miliar pada September 2023. Penjualan neto tersebut didominasi oleh penjualan kosmetik yang sebesar Rp180,55 miliar, kemudian diikuti penjualan jamu Rp1,27 miliar dan penjualan lain lain senilai Rp196,23 miliar.

Namun, pada saat yang sama, perusahaan dengan kode saham MBTO ini juga membukukan kenaikan beban penjualan dan pemasaran sebesar 10,77% menjadi Rp66,60 miliar, dari yang sebelumnya hanya Rp60,12 miliar.

Dengan kinerjanya, hingga posisi akhir September 2023, MBTO masih menanggung rugi neto yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp1,76 miliar. Kerugian ini turun signifikan dari periode di tahun sebelumnya, yang mencapai Rp17,62 miliar.

Selain MBTO, produsen kosmetik dan jamu PT Mustika Ratu Tbk. juga mencatatkan kinerja yang baik pada sembilan bulan pertama 2023. Emiten dengan kode saham MRAT ini berhasil membalikkan rugi menjadi laba di kuartal III-2023. Kinerja cemerlang ini disebabkan oleh pertumbuhan penjualan sebesar Rp222,08 miliar, atau naik 1,9% dari sebelumnya yang senilai Rp217,93 miliar.

Secara rinci, penjualan MRAT disumbang oleh penjualan produk perawatan diri Rp202,79 miliar, produk kesehatan Rp1,98 miliar, kosmetik senilai Rp35,40 miliar, serta produk jamu dan lainnya sebesar Rp34,81 miliar.

Seiring dengan meningkatnya penjualan bersih, beban pokok penjualan MRAT juga naik 1,01% secara tahunan menjadi Rp101,30 miliar, dibandingkan periode September 2022 yang senilai Rp100,27 miliar. Namun, pos beban penjualan tercatat turun dari Rp91,32 miliar menjadi Rp74,99 miliar. Dus, MRAT berhasil membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp83,46 juta. Kondisi ini berbanding terbalik dari September tahun lalu, yang mana MRAT masih mengalami kerugian senilai Rp17,85 miliar.

MRAT bukan satu-satunya emiten produk kecantikan yang meraih profit pada kuartal III-2023. PT Victoria Care Indonesia Tbk. atau VICI adalah yang lainnya. Sampai akhir September 2023, produsen Herborist itu mampu membukukan total pendapatan sebesar Rp1 triliun, atau meningkat 40,6% dari tahun 2022. Pada saat yang sama, laba bersih perseroan juga melonjak 168% menjadi Rp142,8 miliar.

Lebih dari 90% kinerja positif VICI disumbang oleh penjualan produk-produk perawatan tubuh, rambut dan skincare seperti Herborist, Miranda, CBD Professional, hingga Nuface.

Sementara itu, untuk produsen perawatan kulit Ovale, PT Kino Indonesia Tbk. berhasil mengerek total penjualan dari di September 2022 Rp2,83 triliun menjadi Rp2,94 triliun. Selain itu, laporan keuangan perseroan juga menyebut, beban pokok penjualan mengalami penurunan menjadi Rp1,73 triliun, dari Rp1,76 triliun.

Dengan itu, laba bersih yang dapat diatribusikan oleh KINO kepada pemilik entitas induk di kuartal III-2023 adalah Rp58,23 miliar. Berbanding terbalik dari periode yang sama di tahun sebelumnya, yang merugi hingga Rp250,23 miliar.

Di sisi lain, PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) mencatatkan laba usaha senilai Rp5,45 triliun pada kuartal III-2023, turun 9,31% dibandingkan periode di tahun sebelumnya yang sebesar Rp6,01 triliun. Penurunan laba ini disebabkan oleh anjloknya penjualan bersih perseroan hingga September tahun lalu, yang senilai Rp30,50 triliun, turun 3,26% dari posisi 2022.

Jika dirinci, penjualan dari segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh UNVR tercatat sebesar Rp19,22 triliun, turun dari penjualan di tahun 2022 yang senilai Rp20,84 triliun. Sedangkan penjualan di segmen makanan dan minuman turun tipis dari Rp10,70 triliun di sembilan bulan pertama 2022 menjadi Rp10,58 triliun di September 2023.

Layak beli?

Sayangnya, pergerakan saham emiten kecantikan tak se-glowing kinerja keuangannya. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyebut dari saham-saham MBTO, MRAT, VICI, KINO dan UNVR, hanya Unilever saja yang likuid.

Kinerja bottom line MRAT, VICI dan KINO, memang kini sudah bagus, hanya saja saham-saham perusahaan itu tidak likuid. Pun dengan MBTO, yang ditambah juga masih mencatatkan kerugian bersih.

Mengutip Investing, pada pembukaan pasar Jumat (19/1), harga saham MBTO berada di level Rp98 per saham, naik dari Kamis (18/1) yang dibuka di Rp97 per saham. Sementara pada perdagangan kemarin, saham MBTO ditutup di level Rp104 per saham, stagnan dari hari sebelumnya.

Untuk saham MRAT, pada perdagangan pagi ini, dibuka di harga Rp372 per saham, stagnan dari pembukaan perdagangan Kamis (18/1). Adapun sore kemarin, MRAT ditutup di level Rp374 per saham, naik dari perdagangan pada Rabu (17/1) yang senilai Rp370 per saham.

Saham VICI dalam perdagangan sejak Rabu (17/1), selalu dibuka di level Rp655 per saham. Sedangkaan saat penutupan perdagangan, sejak Selasa (16/1) hingga Kamis (18/1), saham VICI konsisten ditutup di harga Rp655 per saham.

Di perdagangan Jumat (19/1), saham KINO dibuka di harga Rp1.275 per saham, lebih tinggi dari pembukaan perdagangan hari sebelumnya, yang sebesar Rp1.265 per saham. Sedangkan pada penutupan perdagangan Kamis, KINO ditutup di harga Rp1.275 per saham, naik dari perdagangan Rabu (17/1) yang senilai Rp1.265 per saham.

Untuk saham UNVR, sejak Senin (15/1) hingga Kamis (18/1) selalu ditutup merah. Dengan harga pada penutupan perdagangan Senin di level Rp3.430 per saham dan terus turun hingga Kamis, di level Rp3.300 per saham.

“Untuk UNVR, dia lebih likuid, tapi yang menjadi concern adalah bahwa UNVR masih dalam mark down fase. Dan secara factual sedang dalam keadaan down trend,” katanya, kepada Alinea.id, Kamis (18/1).

Menurutnya, prospek sektor ini dipengaruhi oleh tren penjualan dan komitmen perusahaan melakukan inovasi produk sehingga bisa terserap oleh pasar, terutama domestik. Selain itu, stabilitas perekonomian domestik dan konsumsi domestik juga berpengaruh terhadap penjualan produk. 

“Kosmetik termasuk kebutuhan sekunder, jadi nanti otomatis tentunya, selama kondisi perekonomian domestik, politik, dan keamanan stabil, tentunya tingkat konsumsi terhadap produk skincare relatif stabil,” ujarnya.

Kondisi geopolitik global juga dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Nafan bilang, UNVR adalah salah satu contoh perusahaan yang terdampak kondisi geopolitik dunia. Konflik antara Israel dan Palestina mendorong masyarakat melakukan boikot terhadap perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan Tel Aviv.

“Akibat geopolitical attention di kawasan Timur Tengah, menyangkut Palestina dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia) yang dilakukan Israel, memicu seruan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel. Ini memengaruhi kinerja top line maupun bottom line-nya Unilever,” jelas Nafan. Dengan kinerja penjualan apik, harga saham perusahaan-perusahan perawatan kulit dan kecantikan bisa jadi lebih seksi untuk dikoleksi.

Dia menyarankan agar para investor mengambil langkah hati-hati alias wait and see sebelum mengoleksi saham UNVR. Sedangkan untuk saham-saham MBTO, MRAT, VICI, dan KINO, tidak direkomendasikan untuk dikoleksi, karena saham saham perusahaan itu tidak likuid.

“Yang jadi masalah adalah MBTO, MRAT, VICI, KINO memang kurang likuid. Jadi flow-nya tidak masuk, belum terlihat secara lebih besar, capital inflow-nya tidak besar. Lihat saja dari pergerakan harga saham, kalau diperdagangkan, harga sahamnya relatif kecil,” tuturnya.

Terpisah, Investment Consultant PT Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada juga menilai, saham-saham di industri kecantikan tidak likuid. Meski secara fundamental, kinerja emiten-emiten tersebut sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.

“Paling yang likuid KINO dan UNVR. Pilihannya dua itu. Untuk KINO hold di TP (take profit) Rp1.350 per saham dan UNVR di Rp3.550 per saham,” ujar Reza.

img
Qonita Azzahra
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan