Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, fasilitas kantor yang didapat karyawan, seperti laptop dan ponsel, tidak akan dikenakan pajak karena merupakan biaya bagi perusahaan.
Hal tersebut ia sampaikan menanggapi diberlakukannya pajak atas natura (pemberian barang atau kenikmatan dan bukan dalam bentuk uang) yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kalau pekerja dapat fasilitas laptop, masa dipajakin? Kan tidak begitu. Pekerja dikasih fasilitas kendaraan atau uang makan, ya kan bukan itu. Tetapi ini adalah yang merupakan fringe benefit yang memang untuk beberapa segmen kelompok profesi tertentu luar biasa besar,” kata Menkeu dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11).
Sri Mulyani menjelaskan, tujuan pengenaan pajak natura untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak sehingga tidak semua karyawan yang mendapat fasilitas kantor akan dikenakan pajak atas natura. Penghasilan natura nantinya dikenakan untuk barang dan pihak tertentu.
“Jadi kita hanya akan memberikan suatu threshold tertentu. Kalau fasilitasnya, saya tidak tahu. Mungkin kita boleh tanya sama Ketua Kadin Pak Suryadi. Kalau CEO itu kan fringe benefit banyak banget, biasanya jumlahnya sangat besar,” ujar Menkeu.
Adapun terdapat beberapa natura yang bukan merupakan penghasilan bagi penerima, yaitu penyediaan makan atau minum bagi seluruh pegawai, natura di daerah tertentu, natura karena keharusan pekerjaan, seperti alat keselamatan kerja atau seragam, natura yang berasal dari APBN atau APBD, serta natura lain dengan jenis dan batasan tertentu.
Sri Mulyani menjelaskan pihaknya mengatakan, akan memberlakukan tertib pajak sesuai waktu yang telah di tentukan. Penerapan program, pengungkapan sukarela memang berjalan mulai 1 Januari. Namun hanya berlaku untuk 6 bulan ini 1 Januari-30 Juni. Undang-Undang PPH akan berjalan untuk tahu tentang pajak 2022 berarti tadi corporate income tax yang 22% dan berbagai Undang-Undang PPH semua mulai berjalan di Tahun Pajak 2002. Lalu, untuk penerapan pajak karbon baru mulai 1 April 2022, hanya akan dilakukan dalam satu instrumen, dari keseluruhan mekanisme perdagangan karbon yang sedang dibangun untuk PPN itu baru mulai 1 April 2022.
“Berarti dalam, tegang waktu dari Januari sampai Desember undang-undang itu sesudah undang-undangnya, diundangkan jadi enggak nunggu sampai tahun depan," tegasnya.
Demikiah dengan UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat menurunkan sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT/membuat pembukuan dari semula sebesar 50% dan 100% menjadi 75% dan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20%. Selanjutnya, terdapat penurunan sanksi dari dari yang awalnya sebesar 100% dan 50% menjadi hanya sebesar 60% dan 30%.