Pinjol disayang dan ditakuti
Agus (40) bingung bukan kepalang. Puluhan ikan lele yang dipeliharanya dalam tiga bulan terakhir, mengambang dan mati. Padahal, ternaknya itu telah siap panen dan akan diambil tengkulak dalam beberapa hari ke depan.
Dia mengaku lalai karena sebelumnya memberi makan ikan lele dengan nasi sisa yang tak habis disantap oleh keluarganya. Pria berambut gondrong itu terpaksa melakukannya demi menghemat bujet lantaran pakan lele miliknya hampir habis.
Namun apa daya, ikan lele tersebut justru keracunan hingga akhirnya mati. "Sedih rasanya, harusnya bisa dapat untung dari hasil jual ikan, tapi malah mati," ujar Agus kepada Alinea.id.
Agus belum lama melakoni budi daya ikan lele. Usahanya juga hanya skala rumahan. Dia membuat kolam ikan dari terpal di halaman belakang rumahnya.
Menurutnya, budi daya ikan lele cukup menguntungkan karena tak membutuhkan waktu yang lama untuk panen. Jika menggunakan benih berukuran lima hingga delapan sentimeter (cm), lele bisa dipanen dalam waktu dua hingga empat bulan. Jenis ikan ini juga tak sulit untuk menjualnya, karena ada tengkulak yang siap menyerap.
Sayangnya, kali ini Agus harus menelan kerugian karena banyak ternak yang mati. Dari hasil penjualan ikan lele yang masih sanggup diselamatkan, tak cukup untuk modal memulai kembali budi daya.
Dia pun berusaha meminjam uang ke saudara dan teman sebagai tambahan modal usaha. Namun hasilnya nihil. Agus maklum karena saat ini harga-harga kebutuhan pokok naik sehingga jarang yang memiliki uang berlebih.
"Iseng-iseng saya lalu mengajukan pinjaman di salah satu aplikasi pinjol (pinjaman online). Saya mengajukan Rp5 juta, eh ternyata enggak sampai satu hari sudah cair," katanya.
Uang itu lalu dibelanjakannya untuk membeli bibit ikan lele dan pakan. Dia juga membeli bahan-bahan untuk membuat filter demi menjaga kualitas air kolam.
Pinjol ilegal
Pinjaman modal kerja merupakan salah satu layanan pinjol atau pinjaman daring (pindar). Kredit berbasis teknologi informasi ini sejatinya membantu banyak orang.
Selain pinjaman produktif, pindar juga memiliki banyak model lain. Seperti, pendanaan modal kerja bagi pengusaha mikro perempuan, pendanaan bagi sektor pendidikan, pembiayaan konstruksi atau kepemilikan rumah, hingga pembiayaan konsumsi.
Pinjol menghubungkan antara pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower). Uang yang dipinjamkan atau disalurkan milik lender, bukan platform pinjol. Adapun sasaran utama penerima dana adalah masyarakat yang belum tersentuh oleh bank alias unbankable dan underserved.
Namun, tak sedikit masyarakat yang memberi label negatif terhadap pinjol atau industri financial technology peer to peer lending (P2P lending) ini. Maraknya kasus pinjol ilegal membuat warga takut menggunakan layanan tersebut.
Bak cendawan di musim hujan, pinjol ilegal sulit diberantas. Sudah dibasmi, namun kembali muncul dalam jumlah yang banyak. Sejak 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup 9.180 pinjol ilegal.
Kasus pinjol ilegal mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahun. Dari 1 Januari hingga 28 Oktober 2024, OJK telah menerima 13.020 pengaduan mengenai pinjaman online ilegal. OJK bersama 12 kementerian atau lembaga lain yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) juga telah memblokir 2.500 entitas pinjaman online ilegal pada periode yang sama.
Selain pemblokiran rekening bank atau virtual account, Satgas PASTI juga menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) terkait pinjaman online ilegal yang dilaporkan telah melakukan ancaman, intimidasi maupun tindakan lain yang bertentangan dengan ketentuan. Menindaklanjuti hal tersebut, Satgas PASTI telah mengajukan pemblokiran terhadap 995 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (dahulu Kementerian Komunikasi dan Informatika).
Direktur Pengawasan Usaha Pembiayaan Berbasis Teknologi OJK Indra mengatakan maraknya pinjol dipicu oleh indeks literasi yang rendah, keinginan untuk memeroleh dana dengan instan tanpa pertimbangan risiko matang, kesulitan ekonomi seperti saat pandemi, serta pengaruh media sosial dan influencer dalam gaya hidup.
"Cyber patrol dilakukan setiap hari untuk menemukan website dan aplikasi pinjol ilegal, serta pemblokiran oleh Kementerian Komunikasi dan Digital," ujarnya dikutip Senin (18/11).
Potensi P2P lending
Head Regulatory and Compliance Easycash Tubagus Rahmat Adrian mengakui masalah pinjol ilegal, reputasi industri yang kurang baik, serta rendahnya pemahaman terhadap produk keuangan terutama fintech menjadi tantangan P2P lending.
Untuk mengatasi tantangan itu, pihaknya menerapkan sejumlah strategi mulai dari memperkuat data dan performance hingga meningkatkan literasi keuangan.
Di sektor data dan performance, perusahaan mempersonalisasi produk dengan big data, laporan kinerja yang transparan untuk stakeholder, serta menjalin kemitraan strategis guna meningkatkan efisiensi dan jangkauan.
Di sisi regulasi, perusahaan memastikan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), melakukan audit internal dan eksternal secara berkala, serta menerapkan kecerdasan buatan atau AI dan machine learning untuk menjaga risiko dan profil kredit. Lalu di sisi teknologi, menjaga data pribadi pengguna dengan enkripsi, firewall, dan kata sandi OTP atau one-time password; serta efektif dalam menggunakan digital channel besar untuk mengakuisisi pengguna.
Perusahaan juga menggiatkan literasi dan inklusi keuangan. Yaitu dengan mengadakan berbagai program serta menyediakan produk terjangkau untuk kelompok underserved dan unbanked.
Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Marcella Wijayanti mengatakan fintech lending penting di Indonesia. Pasalnya, layanan ini membuka kedaulatan akses kredit, efisien, serta transparan dan edukatif.
Sejak berdiri, total agregat pencairan pinjaman telah mencapai Rp950 triliun. Total lender mencapai 1,51 juta dan borrower sekitar 135 juta.
"Adapun outsanding pinjaman per Oktober 2024 mencapai Rp72 triliun," katanya.