close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler di Kampung Cipedes, Desa Cipanjalu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (27/5). /Antara Foto
icon caption
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler di Kampung Cipedes, Desa Cipanjalu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (27/5). /Antara Foto
Bisnis
Minggu, 16 Juni 2019 19:08

Pinsar: Kebijakan pemerintah telat, bisnis ayam potong sekarat

Di Jawa Tengah, 1 kilogram daging ayam hanya dihargai sekitar Rp7.000.
swipe

Kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan harga daging ayam yang 'terjun bebas' dinilai datang terlambat. Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Pardjuni mengatakan para peternak di Jawa Tengah kadung merugi hingga miliaran rupiah. 

Menurut dia, total ada sekitar 40 juta ayam potong yang diproduksi peternak tiap bulannya di Jawa Tengah. Jika kerugian per ekor ayam sekitar Rp3.000, maka dalam sebulan peternak merugi hingga Rp120 miliar atau sekitar Rp712 miliar dalam enam bulan terakhir. 

"Itu baru di Jawa Tengah. Kalau seluruh Indonesia mungkin bisa kerugiannya puluhan triliun rupiah," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (16/6) lalu. 

Menurut Pardjuni, 1 kilogram daging ayam di Jawa Tengah hanya dihargai pembeli sekitar Rp6.000 hingga Rp7.000. Padahal, ongkos produksi peternak mencapai Rp18.000 dan harga bibit Rp6.000. Idealnya, harga ayam per kilogram mencapai Rp20.000. "Untuk beli bibit dan pakannya saja sudah enggak cukup," terangnya. 

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menarik sebanyak 30% unggas hidup (live bird) untuk mengurangi kelebihan supply. Keputusan tersebut dicapai dalam rapat koordinasi perunggasan antara Kementerian Pertanian dan perwakilan peternak di Solo, Jumat (14/6) lalu.

"Ini baru dipangkas 30% sekarang. Tapi, kita meruginya sudah sejak 6 bulan. Terlalu berat buat kita peternak mandiri. Makanya saya mau ngomong, ini pemerintah ini kan pintar, tapi pura-pura bodoh. Tahu masalahnya, tahu solusinya, tapi enggak pernah mau action," ujar dia. 

Dijelaskan Pardjuni, anjloknya harga daging ayam bermula dari kebijakan Day Old Chicken (DOC) yang ditetapkan pemerintah pada 2017. Menurut dia, kebijakan tersebut menyebabkan stok ayam potong jumlahnya meningkat drastis. 

Pada rapat koordinasi akhir tahun lalu, Pardjuni mengaku telah mewanti-wanti Kementerian Pertanian akan kemungkinan terjadinya oversupply. "Nah, saya melihat waktu itu angkanya sudah sangat berlebihan. Angkanya waktu itu 68 juta per minggu, sementara kebutuhannya waktu itu saya menghitung 57 juta, maksimal 60 juta," ujarnya. 

Menurut dia, peringatan tersebut tidak digubris Kementan. Walhasil, harga ayam potong pun mulai anjlok sejak Januari. "Terakhir Februari saya sampe kecewa dan marah besar. Saya kasih data grafik dan juga lewat WA (WhatsApp) ke menteri juga sudah saya katakan. Itu kenapa saya pengen dicopot saja menterinya karena enggak paham masalah ayam," tuturnya. 

Untuk bisa mempertahankan bisnisnya, Pardjuni mengatakan, ia dan rekan-rekan sesama peternak harus berutang. Sejumlah aset yang ia miliki bahkan kini telah melayang demi menutup biaya produksi. 

"Peternak mandiri ini saya katakan sudah komalah ya. Sekarat. Ini kalau misalkan harganya masih parah begini semester dua 2019 pasti kukut semua. Enggak ada hidup lagi," ujarnya.  

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan