Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR menilai, kebijakan ekonomi dan fiskal Indonesia belum mewujudkan cita-cita berdirinya NKRI. Ini tecermin dari tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 dan gugurnya Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.
"Kita diamanatkan untuk menjaga bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, sementara kita dilanda musibah, alutsista kita tenggelam. Kenapa itu terjadi? Karena barangkali kebijakan fiskal untuk menguatkan alutsista kita itu tidak memadai," kata Wakil Ketua Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, pada Selasa (25/5).
Menurutnya, gugurnya Putu Danny saat baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) bisa jadi karena negara kurang perhatian terhadap kesejahteraan prajurit. "Apa mungkin ada satu dua hal yang perlu dikoreksi kebijakan fisikal kita terkait pertahanan dan keamanan kita?"
Ecky mengingatkan, mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia seharusnya menjadi tujuan utama kebijakan ekonomi dan fiskal.
"Apakah 75 tahun kita merdeka dan tahun 2040 kita 100 tahun merdeka, tujuan bernegara itu telah tercapai atau tidak oleh bangsa Indonesia? Apakah sudah bermartabat secara politik, pertahanan, ekonomi dari bangsa-bangsa yang lain?" tanya Anggota Komisi XI DPR ini.
Berdasarkan data APBN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), belanja Kementerian Pertahanan (Kemenhan) termasuk yang terbesar dalam 10 tahun terakhir. Nilainya pun bertambah setiap tahun sejak dasawarsa terakhir.
Pada 2021, Kemenhan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp136,99 triliun. Angka ini terbesar kedua setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Di bidang alutsista, Kemenhan mengalokasikan pengadaan sebesar Rp9,3 triliun. Salah satunya, untuk modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista TNI AD Rp2,65 triliun, TNI AL Rp3,75 triliun, dan TNI AU Rp1,19 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam rapat paripurna sebelumnya menyebut, perekonomian Indonesia masih memiliki persoalan struktural yang harus diperbaiki, yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM); infrastruktur belum memadai; produktivitas rendah; serta birokrasi, institusi, dan regulasi yang tidak efisien, rumit, dan belum bebas korupsi.
Dirinya mengatakan, perbaikan kualitas SDM dan tenaga kerja harus terus-menerus menjadi bagian sentral peningkatan produktivitas ataupun daya saing dalam memasuki era industri 4.0. Pertimbangannya, sesuai hasil kajian Kemenkeu dan ADB, kemampuan adopsi teknologi dan inovasi berpotensi meningkatkan 0,55% pertumbuhan ekonomi per tahun selama dua dekade ke depan.
"Pembangunan infrastruktur perlu terus dilanjutkan untuk menutup gap infrastruktur dan meningkatkan adopsi teknologi," jelas Ani, sapaannya, pada Kamis (20/5).