close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat. Foto fraksi.pks.id
icon caption
Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat. Foto fraksi.pks.id
Bisnis
Kamis, 22 Oktober 2020 08:19

Efek negatif UU Ciptaker, PKS: Industri pos lambat laun dikuasai asing

Aturan terkait jasa pengiriman dinilai PKS, berpotensi menggemboskan peran pengusaha lokal untuk menggeliatkan industri tersebut.
swipe

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengklaim kembali menemukan potensi terkikisnya kedaulatan negara dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Hal itu terlihat dalam aturan industri jasa pengiriman ekspres, pos, dan logistik nasional di Indonesia.

Anggota Komisi I DPR Toriq Hidayat menilai, aturan terkait jasa pengiriman berpotensi menggemboskan peran pengusaha lokal untuk menggeliatkan industri tersebut. Sebab, aturan dalam regulasi sapu jagat itu dianggap memberi keleluasaan bagi para pengusaha asing.

Padahal, kata Toriq, dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos telah menegaskan bahwa penyelenggara pos asing dapat menyelenggarakan pos di Indonesia dengan syarat wajib bekerja sama dengan penyelenggara pos dalam negeri.

Dalam norma itu, menerangkan juga kerja sama melalui usaha patungan dengan mayoritas saham dimiliki penyelenggara pos dalam negeri, dan saham tidak boleh dimiliki oleh warga negara atau badan usaha asing yang berafiliasi dengan penyelenggara pos dalam negeri.

"UU Cipta Kerja menyebutkan, pemerintah pusat mengembangkan usaha penyelenggaraan pos melalui penanaman modal. Penyelenggara pos asing yang telah memenuhi persyaratan dapat menyelenggarakan pos di Indonesia. Karena pasal ini tidak detail menyebutkan persyaratannya maka sangat mungkin lambat laun industri ini diambil oleh swasta asing”, kata Toriq, dalam keterangannya, Kamis (22/10).

Tak hanya Pasal 12, Toriq juga menyayangkan norma Pasal 13 dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos yang menerangkan pemberian izin terhadap penyelenggara pos dihapus dalam UU Ciptaker.

"Kami memandang pada saat pembahasan, penghapusan Pasal 13 menimbulkan ketidakpastian akan lembaga yang bertanggungjawab terhadap industri pos ini," tutur dia.

Toriq menilai, kekhawatiran Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) yang meminta kejelasan terkait pelaksanaan industri jasa pengiriman dengan melayangkan surat ke Kemenkominfo merupkan hal wajar.

"Kekhawatiran mereka atas UU Cipta kerja adalah wajar, sebagaimana kekhawatiran Fraksi PKS saat membahas rancangan UU Cipta Kerja terkait klaster ini di Badan legislatif DPR," tutur dia

“Dalam pandangan kami, UU Cipta kerja ini masih terdapat pasal-pasal yang berpotensi mereduksi nasionalisme. Khususnya yang terkait dengan dibukanya peluang investasi swasta asing pada industri-industri strategis deperti industri pertahanan dan pos. Seharusnya produk UU harus mencerminkan kesadaran dan kebanggaan nasionalisme bangsa," tandas Toriq.

Sebagai informasi, Asperindo telah mengirim surat kepada Kemenkominfo pada 15 Oktober 2020 untuk meminta kejelasan. Hal itu dilakukan setelah asosiasi itu membandingkan isi UU Ciptaker dengan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos.

Dari perbandingannya, UU Ciptaker dinilai akan berdampak terhadap industri jasa pengiriman ekspres, pos, dan logistik nasional di Indonesia.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan