close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi PKS, Mulyanto. Dokumentasi DPR
icon caption
Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi PKS, Mulyanto. Dokumentasi DPR
Bisnis
Senin, 06 Desember 2021 10:33

PKS tolak rencana kenaikan tarif dasar listrik awal 2022

Langkah pemerintah ini, dinilai tidak elok dan bisa bikin kegaduhan baru yang tidak perlu.
swipe

 

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menolak rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL) di awal 2022. Menurut Wakil Ketua FPKS DPR Mulyanto, sekarang bukan saat yang tepat bagi pemerintah menaikan TDL. Mengingat daya beli masyarakat masih rendah akibat dampak pandemi Covid-19.

Mulyanto menyebut, kalangan pengusaha dan industri juga menolak rencana kenaikan TDL ini. Mereka merasa keberatan karena baru saja menerima kewajiban menaikan batas upah minimum.

"Para pengusaha merasa kondisi perdagangan dan industri saat ini masih belum stabil," kata Mulyanto dalam keterangannya, Senin (6/12).

Pemerintah harusnya peka dengan kesulitan yang dialami masyarakat. Kata dia, dengan kondisi sekarang saja banyak masyarakat mengeluh dengan besarnya beban pengeluaran yang harus ditanggung, apalagi nanti kalau TDL akan naik. Dengan demikian, sekarang bukan saat yang tepat bagi pemerintah melaksanakan penyesuaian tarif listrik ini.

"Pandemi kan belum selesai, bahkan kita kini dihantui varian baru Covid-19, yang diduga daya sebarnya lebih cepat, yakni varian Omicron.  Alih-alih memperpanjang stimulus listrik, pemerintah malah berwacana menaikan tarif listrik," ujar Mulyanto.

Mulyanto mengingatkan kenaikan TDL dapat memicu kenaikan inflasi. Dan inflasi akan melemahkan daya beli masyarakat, kemudian secara langsung akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Sedikitnya ada tiga variabel yang memengaruhi besaran tarif listrik yakni nilai kurs dolar, inflasi dan harga batu bara. Dari ketiga variabel itu, kenaikan harga batu bara di pasar internasional diduga menjadi dasar utama rencana Pemerintah menaikan TDL. Saat ini harga jual batu bara sempat menembus angka US$200/ton.

Sementara 70% pembangkit listrik di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.  

Namun demikian, Mulyanto melihat pemerintah punya instrumen lain agar TDL ini tidak naik meskipun harga batu bara melambung. Pemerintah dapat memperketat aturan domestic market obligation (DMO), agar pasokan batu bara bagi PLN tetap terjaga dengan harga yang terjangkau. Harga DMO batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, saat ini dipatok maksimal US$70 per ton.

"DIbanding negara tetangga, tarif listrik Indonesia juga tidak terlalu murah. Dari data Globalpetrolprice.com per maret 2021, tarif listrik di Indonesia untuk pelanggan rumah tangga sebesar US$10,1 sen. Sementara di China, Vietnam dan Malaysia masing-masing sebesar US$8,6; 8,3; dan 5,2 sen. Bahkan tarif listrik rumah tangga di Laos hanya sebesar US$4,7 sen. Jadi tarif listrik di kita hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tarif listrik di Malaysia," ungkap Mulyanto.

Mulyanto juga mempermasalahkan sikap pemerintah yang melaporkan rencana kenaikan TDL itu ke Badan Anggaran DPR. Sikap pemerintah itu tidak tepat karena seharusnya rencana kenaikan TDL itu dibicarakan dulu di Komisi VII DPR yang berwenang mengawasi sektor energi. Menurut Mulyanto, langkah pemerintah ini tidak elok dan bisa bikin kegaduhan baru yang tidak perlu.

"Tata kramanya kan seharusnya berbagai rencana ketenagalistrikan dari pemerintah dibicarakan lebih dahulu dengan mitranya, yakni Komisi VII DPR, yang memang membidangi soal tersebut. Tidak ke alat kelengkapan dewan (AKD) yang lain," tandas Mulyanto.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan