PT PLN (Persero) menyebut era kelistrikan saat ini sudah mengarah ke energi baru terbarukan (EBT). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, kondisi ini menjadi tekanan yang luar biasa pada sistem PLN.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI, Darmawan menyampaikan, dulu fluktuasi hanya terjadi pada demand listrik saja. Siang hari naik, sore turun, kemudian malam naik lagi saat orang-orang kembali ke rumah, dan selanjutnya kembali turun.
Dengan masuknya EBT, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), menjadi tekanan baru pada sistem PLN. Dia mencontohkan, untuk PLTS yang sifatnya intermittent produksi listrik naik pada jam 10 hingga pukul 14.00.
"PLTS turun pembangkit kita digas. Ini berikan tekanan luar biasa pada sistem kami dengan masuknya era baru EBT," ucapnya, Senin (28/3).
Sumber energi listrik dari alam, kata Darmawan, saat angin kencang akan menaikkan produksi listrik. Sementara, saat angin kurang kencang produksi listrik menurun. Oleh karena itu, PLN perlu mengimbangi hal tersebut dengan membangun sistem digital.
Menurutnya, dalam dua tahun terakhir PLN fokus melakukan digitalisasi. Digitalisasi yang pertama dilakukan pada pembangkit.
Dia menyebut, terdapat sekitar 5.000 sensor dan seluruhnya harus dibangun suatu expert system.
"Ininya kepanasan, tekanan kurang, dan lain-lain dan dilakukan koreksi karena tanpa digitalisasi pembangkit, maka pembangkit kurang efisien," tuturnya.
Lebih lanjut Darmawan mengatakan, sistem digitalisasi juga dilakukan pada sistem transmisi dan distribusi. Semua yang dulunya dikerjakan secara manual beralih menjadi digital.
Sebelum adanya sistem digital, untuk menghitung losses dari pembangkit ke transmisi, distribusi, hingga ke rumah di bulan lalu baru rampung di bulan depan. Setelah adanya sistem digital bisa dihitung secara realtime.
"Sehingga bisa dipetakan masalah di mana dan dilakukan koreksi dengan lebih efektif dan efisien," tuturnya.