Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PPP Achmad Baidowi mempertanyakan kebijakan pemerintah yang memberikan dana talangan hingga mencapai Rp19,65 triliun kepada lima BUMN. Dana talangan ini, menurutnya, tidak mempunyai dasar hukum.
“Dana talangan ini belum ada aturannya dalam regulasi. Oleh karena itu perlu dipertanyakan proses pengajuan dan pemanfaatan dana talangan tersebut,” kata Baidowi dalam keterangan tertulis, Rabu (24/3).
Sebagaimana diketahui, pemerintah memberikan dana talangan kepada lima BUMN, yaitu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan Perum Perumnas. Dana talangan itu diberikan dalam rangka program Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19.
“Skema dana talangan tidak ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam PP 23/2020 itu hanya terdapat mekanisme PMN (Pasal 8), penjaminan (Pasal 16), investasi pemerintah (Pasal 15), dan penempatan dana perbankan (Pasal 10). Begitu juga dalam Perpu 1/2020 yang sudah disahkan menjadi UU tidak terdapat mekanisme dana talangan ke BUMN,” tambah Baidowi.
Ia menambahkan, dana talangan itu juga bermasalah karena dalam prosesnya tidak ada verifikasi terhadap kelayakan proyek dan jaminan untuk dana talangan tersebut sebagaimana pinjaman bank.
“Belum lagi pengembalian dana talangan ini, bagaimana prosedurnya, apakah dibayarkan seluruhnya setelah tanggal jatuh tempo. Itu pun kalau ada tanggal jatuh temponya. Dana talangan ini cenderung membuka ruang untuk terjadi moral hazard,” jelasnya
Oleh karena itu, sebagai anggota Komisi VI DPR dari PPP, dia mengaku keberatan dengan dana talangan sebelum ada penjelasan argumentatif dan data pendukung.