close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi neraca komoditas. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi neraca komoditas. Alinea.id/Dwi Setiawan
Bisnis
Selasa, 29 November 2022 20:41

Potensi dualisme kebijakan necara komoditas mesti dibenahi

Potensi dualisme ini muncul lantaran adanya pihak berwenang yang berbeda di dalam Perpres Neraca Komoditas dan Perpres Bapanas.
swipe

Pemerintah diminta membenahi potensi dualisme kewenangan dalam kebijakan necara komoditas (NK). Pasalnya, negara memiliki kebijakan ganda, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas dan Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA).

"Kalau dilihat pada neraca komoditas, mungkin ini ada potensi dualisme kewenangan," kata Penasihat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice, Gunawan, dalam webinar Alinea Forum "Harmonisasi Regulasi dan Akuntabilitas Neraca Komoditas", Senin (28/11).

Dalam Pasal 18 ayat (1) Perpres NK, tertuang ketentuan bahwa menteri urusan perdagangan menerbitkan persetujuan ekspor (PE) dan persetujuan impor (PI). Sementara itu, dalam Pasal 16 ayat (2) dan (4), menjelaskan penetapan neraca komoditas berdasarkan rapat koordinasi (rakor) tingkat menteri yang dipimpin menteri dapat berupa penugasan kepada BUMN guna menjamin ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga.

Dalam konteks pangan, menurut Gunawan, Perpres NK terkait ekspor dan impor perlu memperhatikan Perpres Bapanas. Dalam Pasal 49 Perpres Bapanas, terdapat pendelegasian kewenangan dari menteri perdagangan dalam perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan.

"Di NFA ada juga pendelegasian kewenangan dari menteri pertanian dalam hal perumusan kebijakan dan penetapan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola BUMN di bidang pangan dan pemberian kuasa dari menteri BUMN ke BUMN pangan. Ini sama-sama perpres," tuturnya.

Karena ada potensi dualisme, Gunawan menyarankan pemerintah bisa lebih memperhatikan kembali batasan kewenangan. Harapannya, kebijakan yang dihasilkan dapat secara jelas diketahui siapa penanggung jawabnya.

Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) menilai, setelah setahun menjalani proses impor melalui NK 2022, aplikasi digital Sistem Nasional Neraca Komoditas (Sinas NK) dalam proses perizinan ekspor dan impor daging justru semakin menyulitkan pengusaha. Alasannya, pengisian Sinas NK lebih detail dibandingkan sebelumnya.

"Pada saat di Sinas NK, teman-teman berantakan semua," ungkap Sekjen Aspidi, Suhandri.

Sebelum adanya implementasi Sinas NK, perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha (PBUMKU) ekspor impor mulanya diatur di masing-masing kementerian/lembaga (K/L). Dalam regulasi lama, pengusaha lebih fleksibel menentukan kategori daging.

Sementara itu, kode HS semakin detail di dalam Sinas HK. Jika sebelumnya hanya ada tiga kategori daging sapi impor, yaitu premium cut, secondary cut, dan fancy, kini harus dilengkapi dengan kategori lain, yaitu beku dan segar. Kemudian, bertulang dan tidak bertulang.

"Yang dialami teman-teman sejak 2017 hingga sebelum Sinas NK lebih fleksibel. Misalnya, hanya impor premium cut, apakah bertulang atau tidak bertulang, akan kami pikirkan berikutnya karena kami biasanya impor gelondongan," keluhnya.

Tantangan lain, lanjut Suhandri, terkait rencana kebutuhan tahun depan. Padahal, realisasi impor tidak selalu sesuai rencana yang dibuat.

Kemudian, importir juga mempertimbangkan pergerakan harga daging yang bisa murah di bulan-bulan tertentu.

"Kami ini pedagang. Kami mempertimbangkan bahwa pada bulan-bulan terntentu harga daging bisa lebih murah atau bisa juga di bulan tertentu justru enggak beli," ujarnya.

Selanjutnya, Suhandri mempersoalkan ketentuan rencana kebutuhan dan pasokan. Dalam Sinas NK, pasokan dipecah lagi dan didistribusikan sesuai masing-masing kelompok daging.

"Ini juga menjadi kendala di teman-teman. Kalau pemerintah melihat semakin detail semakin bagus, buat kami semakin susah. Kami membuat rencana hanya membeli 1 ton atau kami minta 100 ton, bisa-bisa kami minta 200 ton. Yang terjadi kemudian realisasi tidak akan tercapai. Realisasi impor saat ini paling tinggi 15%-20%," ungkapnya.

Menaggapi tantangan tersebut, Asisten Deputi Fasilitasi Perdagangan Kemenko Perekonomian, Tatang Yuliono, mengakui NK perlu dievaluasi. Alasannya, beberapa masalah masih sering ditemui dalam pelaksanaannya.

"Neraca komoditas ini tidak ada acuan yang sama. Misal saja satuan komoditas antar-K/L (kementerian/lembaga) tidak bisa standar. Juga tidak ada transparansi keputusan atau self level agreement (SLA), dan tidak ada proses ketertelusuran dalam perizinan yang lalu," kata Tatang.

Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), jelas Tatang, telah menggunakan perbaikan tata kelola ekspor impor melalui NK. Sementara itu, akuntabilitas dan transparansi tata kelola ekspor impor melalui NK menggunakan Sinas NK.

Mengacu Perpres Nomor 54 Tahun 2018 tentang Stranas PK, terdapat tiga fokus pencegahan korupsi. Poin pertama menyasar perizinan dan tata niaga.

Apabila neraca komoditas telah dievaluasi, menurut Tatang, dalam perspektif penetapan kebijakan, nantinya dukungan pengambilan kebijakan nasional, seperti alokasi impor, akan berbasis data yang terstandar dan tunggal yang telah disepakati antar-K/L yang bersangkutan.

"Untuk menciptakan data yang standar ini, kami menyusun struktur komoditas untuk disepakati seluruh K/L yang terlibat sehingga nantinya ketika impor, tidak ada satu komoditas yang tercecer," jelas Tatang.

Lalu, ketertelusuran data komoditas dari hulu, yaitu hasil rakor terbatas kementerian, hingga ke hilir, seperti persetujuan impor atau ekspor (PI/PE) dan pemberitahuan impor atau ekspor barang (PIB/PEB), bakal saling terhubung. Selanjutnya, juga ada kebijakan komoditas yang sinkron dari hulu ke hilir.

"Misalnya, ada kebutuhan beras pecah. Nanti disepakati nomenklatur beras pecah. Tapi tidak bisa ditentukan oleh satu kementerian, harus dikoordinasikan dengan kementerian lain, dari hulu sampai hilir," paparnya.

Dari layanan operasional, NK akan memberikan kejelasan peran masing-masing K/L yang terlibat, kejelasan utilisasi output verifikasi K/L, kejelasan data tersedia, dan jaminan terpenuhinya data.

Adapun bagi pengguna jasa atau pelaku usaha, Tatang mengklaim, NK akan memberikan simplifikasi dokumen persyaratan. Dengan demikian, bisa meminimalisasi repetisi dan duplikasi dokumen persyaratan.

"Neraca komoditas nantinya memberikan efisiensi layanan dengan penerapan fitur pengajuan rencana kebutuhan sekaligus pengajuan PI/PE, juga memberikan kepastian layanan," tandas Tatang.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan