Kementerian Badan Usaha Milik Negera (BUMN) membentuk Tim Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Surya di BUMN dengan nomor surat SK-252/MBU/07/2020 per tanggal 27 Juli 2020 dan ditandatangani oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Tim Percepatan terdiri dari Tim Pengarah yang diketuai langsung olehErick, serta Tim Kerja yang terdiri dari Direktur Operasi I PT Len Industri (Ketua), Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina (Persero), Direktur Mega Project PT PLN (Persero), Direktur Niaga & Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero), serta Chief Executive Officer Subholding Power and New Renewable Energy PT Pertamina (Persero). Pembentukan tim juga sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Head of Agreement (HOA) tentang kerjasama PLTS ketiga BUMN, yakni Len, PLN, dan Pertamina pada awal Oktober 2019.
Ketua Tim Kerja, Direktur Operasi I PT Len Industri, Linus Andor M. Sijabat dalam keterangan resminya, Sabtu (15/8) mengatakan Indonesia memiliki potensi energi alternatif tenaga matahari yang sangar besar.
"Sayang sekali kalau dibiarkan begitu saja, pemakaiannya masih minim sekarang. Nah, BUMN bisa menjadi inisiator atau pelopor di Indonesia, sekaligus untuk mengejar target energi bauran 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional pada Perpres No.79 tahun 2014," ujat Linus.
Menurut dia, BUMN bisa menjadi role model implementasi green energy di Indonesia dan membantu pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca.
Seperti diketahui, Indonesia terletak di sepanjang garis khatulistiwa dengan iradiasi energi matahari rata-rata 4,80 kWh/m2/ hari. Dus, energi matahari menjadi pilihan yang baik sebagai alternatif sumber energi. Ironisnya, berdasarkan data Kementerian ESDM 2019, pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara nasional di Indonesia masih kurang dari 200 megawatt (MW) dari total 207,8 gigawatt potensi yang dimiliki.
“Di lingkungan BUMN sendiri, jika semua perusahaan BUMN memanfaatkan PLTS, potensinya diperkirakan sebesar 1,4 gigawatt peak (GWp) dengan biaya investasi kurang lebih Rp 15 triliun. Pemanfaatannya bisa diterapkan di jalan tol, bandara, SPBU, stasiun, pertambangan, pabrik, kantor, perkebunan, tambang dan sebagainya,” ujar Linus.
Potensi tersebut terdiri dari jalan tol 81,7 MW, bandara 167 MW, SPBU 75 MW, stasiun 55,8 MW, tambang 131 MW, pabrik 28 MW, kantor 35,75 MW, perkebunan 400 MW, pelabuhan 192 MW, serta gudang 231,5 MW.
Menurut Linus, instalasi PLTS dapat dilakukan dengan mudah di berbagai lokasi. Pemasangan PLTS dengan berbagai ukuran serta kapasitas menjadi daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan jenis pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya.
Kebijakan Energi Nasional pada Perpres No.79 tahun 2014 menyatakan bahwa target bauran EBT sebesar 23% (49,2 gigawatt) pada tahun 2025 dan paling sedikit 31% sampai dengan tahun 2050. Di mana di dalamnya target penyediaan kapasitas PLTS sebesar 6,5 gigawatt pada tahun 2025 dan sebesar 45 gigawatt pada tahun 2050.