PP tentang PP DHE SDA berlaku pada 1 Agustus 2023
Pemerintah terus mendorong optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan percepatan hilirisasi SDA, yang harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menetapkan PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA), sebagai revisi dari PP Nomor 1 Tahun 2019.
PP Nomor 36 Tahun 2023 disusun dengan semangat menjalankan amanat Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, serta dalam rangka menjaga keberlanjutan dan ketahanan ekonomi nasional. PP ini bertujuan untuk mendorong sumber pembiayaan pembangunan ekonomi, meningkatkan investasi dan kinerja ekspor SDA, serta mendukung perwujudan stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia harus mengoptimalkan semua pemanfaatan SDA, sehingga atas ekspor komoditas SDA, maka dana/devisa yang dihasilkan berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE) harus dimasukkan dan ditempatkan ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI). Dengan demikian akan meningkatkan likuiditas valas dan mendorong peningkatan jasa keuangan.
“Kemenko Perekonomian bersama K/L terkait terutama Kemenkeu, BI dan OJK, telah menyelesaikan PP Nomor 36 Tahun 2023, yang disusun dengan semangat menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, yaitu pemanfaatan SDA untuk kemakmuran rakyat dan untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional,” papar Menko Airlangga dalam keterangan resminya, Jumat (28/7).
Pada kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa potensi optimalisasi DHE SDA ini sangat besar, di mana dari data 2022, data DHE dari 4 Sektor yang wajib DHE (Pertambangan, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan) totalnya mencapai US$203,0 miliar setahun atau sebesar 69,5% dari total ekspor.
“Dengan adanya ketentuan 30% DHE SDA wajib disimpan di SKI, maka setidaknya terdapat potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri (hasil dari penempatan DHE SDA) sebesar US$60,9 miliar,” terang Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga menerangkan lebih rinci potensi DHE SDA per sektor berdasarkan nilai ekspor 2022, yang terbesar adalah Sektor Pertambangan sebesar US$129,0 miliar (44,2% dari total ekspor) di mana komoditas pertambangan terbesar ekspornya adalah batu bara yang sekitar US$46,7 miliar (36,2% dari total ekspor pertambangan). Sektor perkebunan potensinya sekitar US$55,2 miliar (18,9% dari total ekspor), sektor kehutanan sekitar US$11,9 miliar, dan sektor perikanan sekitar US$6,9 miliar. Potensi DHE SDA yang sangat besar ini akan mampu meningkatkan ketersediaan valas dalam negeri kita.
Selain itu, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa kewajiban DHE SDA hanya diberlakukan atas ekspor SDA yang nilai ekspornya minimal US$250.000, sehingga tidak akan berdampak terhadap eksportir kecil dan menengah.
“Eksportir kecil dan menengah yang merupakan UMKM tidak akan terdampak dengan kewajiban DHE SDA ini. Bahkan mereka dapat secara voluntary menempatkan DHE SDA-nya, untuk mendapatkan insentif bunga dan fasilitas perpajakan,” ujar Menko Airlangga.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan menyampaikan telah menerbitkan dua peraturan pelaksanaan PP Nomor 36 Tahun 2023.
“Kementerian Keuangan telah menerbitkan KMK 272 Tahun 2023 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor SDA yang wajib DHE, serta PMK Nomor 73 Tahun 2023 tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif atas Pelanggaran DHE SDA”, terang Menkeu Sri Mulyani. Dijelaskan lebih lanjut, terdapat penambahan 260 Pos Tarif HS komoditas wajib DHE SDA sesuai usulan K/L pembina sektor, sehingga menjadi 1.545 Pos Tarif.
Menkeu Sri Mulyani juga menjelaskan mengenai insentif berupa tarif PPh yang lebih rendah atas Bunga Deposito dan Instrumen penempatan DHE SDA, yang telah diatur di PP 123 Tahun 2015. Menkeu menjelaskan, untuk deposito biasa (bukan DHE) dikenakan PPh sebesar 20%, namun untuk deposito DHE SDA dikenakan PPh atas bunga yang bervariasi: PPh 10% (untuk tenor satu bulan), PPh 7,5% untuk deposito tenor tiga bulan, dan PPh 2,5% untuk deposito tenor enam bulan.
Sedangkan Gubernur BI menjelaskan mengenai berbagai pengaturan dan monitoring DHE SDA yang diatur melalui penerbitan PBI baru, yang nantinya akan terus di-review dan update sesuai perkembangan implementasinya. Juga dijelaskan bahwa BI telah menyiapkan tujuh instrumen penempatan DHE SDA.
“Bank Indonesia telah menetapkan tujuh instrumen penempatan DHE SDA yaitu reksus DHE SDA di bank/LPEI, deposito valas dari bank, promissory note LPEI, term-deposits (TD) valas DHE dari deposito valas bank, TD valas dari promissory note LPEI, swap valas dari eksportir/nasabah ke bank, serta swap valas dari bank ke BI,” terang Gubernur BI Perry Warjiyo lebih lanjut.
Melengkapi penjelasan Menkeu dan Gubernur BI, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa kebijakan untuk memasukkan dan menempatkan DHE ini telah dijalankan di berbagai negara, mulai di Malaysia, Thailand, Vietnam, India dan Turki. Karena itu penerapan DHE SDA di Indonesia ini merupakan hal yang umum dilakukan di berbagai negara, dan di Indonesia pun sudah mulai diterapkan kebijakan memasukkan DHE ke SKI sejak sekitar 2011.
Sementara itu, Ketua DK OJK Mahendra Siregar menjelaskan, OJK telah menerbitkan kebijakan untuk pelaksanaan DHE SDA ini, melalui penerbitan Surat Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan tentang Insentif bagi Bank Umum terkait DHE SDA, yang intinya menegaskan kepada seluruh bank bahwa bank dapat memperlakukan dana DHE SDA sebagai agunan tunai (cash-collateral). Juga telah diterbitkan Surat Kepala Eksekutif Pengawas IKNB yang menegaskan tindak lanjut pemberlakuan PP 36/2023 yang meminta LPEI menyesuaikan format laporan bulanannya.
Sebagai penutup, Menko Airlangga menegaskan, “PP 36/2023 mulai berlaku pada 1 Agustus 2023, dan akan dilakukan evaluasi atas pelaksanaannya dalam waktu tiga bulan ke depan.”