PPKM kian longgar: Ritel fesyen makin berkibar, harga saham ikut terbang
Sejak pandemi Covid-19, Borobudur Department Store di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan tidak lagi beroperasi penuh. Toko dua lantai yang terletak di Jalan Raya Ragunan, Pasar Minggu itu hanya buka saat tanggal merah atau akhir pekan saja dan tutup pada hari-hari biasa.
Salah seorang karyawan Borobudur Department Store Pasar Minggu, Pandu mengungkapkan, langkah ini dilakukan perusahaan untuk menghemat biaya operasional. Bagaimana tidak, kondisi perusahaan yang sudah lemah, semakin diperparah dengan hadirnya pagebluk di tanah air.
“Saya cuma masuk kerja kalau ada pemberitahuan kalau toko mau buka aja,” bebernya kepada Alinea.id, Sabtu (1/5).
Laki-laki 22 tahun itu kembali mendapat panggilan untuk ‘jaga toko’ sejak 18 April 2022, dua pekan menjelang Lebaran. Pandu bilang, selama pandemi ritel fesyen yang lebih dikenal dengan Toko Borobudur ini memang biasa beroperasi penuh sebelum dan beberapa hari setelah Hari Raya Idulfitri saja.
Sebab, pada waktu tersebut banyak pelanggan berburu pakaian baru dengan diskon besar untuk hari raya. Maklum saja, pada hari besar, seperti Lebaran atau Natal para produsen fesyen banyak menebar potongan harga untuk menarik lebih banyak pembeli.
“Kan PPKM juga udah dilonggarin, jadi tahun ini orangnya (pelanggan-red) lebih banyak dari tahun lalu,” imbuhnya.
Selain Toko Borobudur, masyarakat juga tampak memadati toko ritel Ramayana yang hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Di toko tiga lantai ini, pelanggan tidak hanya memborong pakaian saja, melainkan juga sepatu, sandal atau kebutuhan fesyen lainnya.
Jika pada hari-hari biasa Ramayana Pasar Minggu tutup pada pukul 19.00 WIB, pada momentum Ramadan dan Lebaran toko bergaya tua (oldstyle) ini tutup hingga pukul 22.00 WIB. Hal ini dilakukan agar para pelanggan lebih leluasa berbelanja, apalagi kebanyakan dari mereka memang datang pada sore hari menjelang waktu berbuka puasa atau setelah menjalankan ibadah sholat tarawih.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mande menjelaskan, selama Ramadan hingga Lebaran, ritel fesyen memang biasa mengalami kenaikan penjualan. Hal ini seiring dengan melonjaknya kebutuhan fesyen utamanya busana muslim. Apalagi, selama Ramadan, sandang menjadi kebutuhan kedua yang paling banyak dicari oleh masyarakat, setelah kebutuhan pangan.
“Pandemi juga sudah mulai berkurang dan masyarakat sudah lebih peka, dapat menjaga diri dengan baik. Jadi bisa leluasa juga untuk berbelanja,” katanya, kepada Alinea.id, Selasa (24/5).
Dengan mulai terkendalinya kasus harian Covid-19 dan semakin tingginya angka vaksinasi nasional, pemerintah lantas membuat keputusan untuk melonggarkan kebijakan PPKM dan mengizinkan masyarakat mudik Lebaran.
Hal ini tentu menjadi kado manis bagi mereka yang selama dua tahun tidak dapat bertemu sanak keluarga di hari raya. Karenanya, tak heran jika masyarakat ingin mengenakan busana terbaik mereka. Dengan kondisi ini pula, Roy lantas menilai jika selama Ramadan hingga Lebaran kemarin, kunjungan masyarakat ke toko-toko ritel meningkat setidaknya 15%-20% dibandingkan hari biasa.
Sementara itu, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memperkirakan, kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan mencapai kisaran 70%, di mana kunjungan paling banyak ke gerai-gerai busana. Capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 30%.
“Ini menjadi momentum bagi dunia usaha untuk bangkit lagi setelah pandemi,” ujar Ketua APBBI Alphonzus Widjaja saat dihubungi Alinea.id, Kamis (26/5).
Selain wabah Covid-19 yang sudah mulai terkendali, peningkatan belanja masyarakat dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi nasional. Seperti yang telah diketahui, pada kuartal-I 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melesat jadi 5,01% (year on year/yoy) dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya yang terkontraksi 0,74% yoy.
Mulai untung
Perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat yang meningkat praktis membuat kinerja sektor ritel khususnya fesyen kembali menggembirakan. Hal ini didorong juga oleh banyaknya promosi hingga diskon atau potongan harga yang diberikan oleh para peritel fesyen.
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. atau Ramayana misalnya menawarkan diskon sampai 80%, promo satu harga mulai dari Rp50.000, hingga promo beli 1 gratis 1. Sementara pesaingnya, PT Matahari Department Store Tbk. memberikan diskon hingga 70%, potongan hingga 50% untuk sandal dan sepatu, hingga menggelar promo Late Night Shopping yang dimulai dua jam sebelum toko tutup. Pun begitu dengan PT Mitra Adiperkasa (MAP) yang juga menggunakan strategi yang sama berupa pemberian diskon dan promo untuk menarik konsumen.
“Saat Lebaran THR (tunjangan hari raya-red) turun, selain dari perbaikan ekonomi, masyarakat kita juga memiliki pride yang tinggi. Jadi lah saat Ramadan dan Lebaran lebih konsumtif, apalagi ditambah dengan banyaknya penjual yang memberi diskon,” jelas Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, kepada Alinea.id, Kamis (26/5).
Selain itu, masyarakat cenderung konsumtif karena tidak memikirkan untuk menyisihkan THR yang mereka dapatkan untuk ditabung kembali. Mereka menganggap THR sebagai hiburan tersendiri.
Sementara itu, jika menilik kinerja Matahari, Ramayana dan MAP, ketiganya kompak menguat sejak akhir tahun 2021. Di mana pada sepanjang 2021, PT Matahari Department Store Tbk atau Matahari mencatatkan pendapatan bersih hingga Rp5,58 triliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,83 triliun.
Pun dengan laba bersih perusahaan yang juga mengalami lonjakan, yakni sebesar Rp912,85 miliar hingga akhir 2021. Jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, yang justru menanggung rugi senilai Rp873,18 miliar.
Emiten |
2021 |
2020 |
2019 |
2018 |
2017 |
|||||
Smt I |
Smt II |
Smt I |
Smt II |
Smt I |
Smt II |
Smt I |
Smt I |
Smt I |
Smt II |
|
PT Matahari Department Store (LPPF) |
Rp532,48 miliar |
Rp912,85 miliar |
(-) Rp357,86 miliar |
(-) Rp873,18 miliar |
Rp1,16 triliun |
Rp1,37 triliun |
Rp1,34 triliun |
Rp1,1 triliun |
Rp1,34 triliun |
Rp1,90 triliun |
PT Mitra Adiperkasa (MAPI) |
Rp271,7 miliar |
Rp438,91 miliar |
(-) Rp407,9 miliar |
(-) Rp606,09 miliar |
Rp605 miliar |
Rp933,49 miliar |
Rp402 miliar |
Rp735,82 miliar |
Rp490,9 miliar |
Rp350 miliar |
PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS) |
Rp137,8 miliar |
Rp170,58 miliar |
Rp5,4 miliar |
(-) Rp138,87 miliar |
Rp589,83 miliar |
Rp648 miliar |
Rp486,09 miliar |
Rp587 miliar |
Rp369 miliar |
Rp407 miliar |
Sumber: Laporan Keuangan LPPF, MAPI dan RALS
Sama halnya dengan Matahari, keuntungan juga dicatatkan oleh Ramayana dan MAP. Masing-masing perusahaan berhasil menorehkan laba bersih sebesar Rp170,58 miliar dan Rp438,9 miliar di sepanjang 2021. Padahal, sebelumnya Ramayana dan MAP kompak merugi sebesar Rp138,87 miliar dan Rp606,09 miliar.
Dengan pendapatan bersih Ramayana sebesar Rp2,59 triliun dan MAP senilai Rp18,42 triliun. Perolehan ini lebih besar dibanding tahun 2020 di mana kedua perusahaan mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp2,53 triliun untuk Ramayana dan Rp14,84 triliun untuk MAP.
“Kalau dilihat dari laporan keuangannya, kinerja perusahaan-perusahaan ini memang semakin membaik di tahun 2021 sampai sekarang,” kata Eko.
Hal ini juga terlihat dari kinerja keuangan kuartalan ketiga perusahaan tersebut. Pada kuartal-I 2022, Matahari menghasilkan EBITDA (earnings before interest, tax, depreciation, and amortization) alias kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan sebesar Rp251 miliar, dengan laba bersih senilai Rp145 miliar.
Sementara itu, di periode yang sama, MAP mencatatkan pendapatan bersih Rp5,6 triliun dan memperoleh laba bersih Rp577,2 miliar. Adapun Ramayana pada kuartal-I 2022 mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 22,32% menjadi Rp600,53 miliar dari sebelumnya sebesar Rp490,94 miliar dengan laba bersih Rp30,84 miliar, berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang merugi hingga Rp85,66 miliar.
Menurut Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada, perbaikan kinerja ketiga perusahaan pemasar busana tersebut, seiring dengan meningkatnya sektor ritel selama beberapa bulan terakhir. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), kinerja penjualan ritel atau eceran tampak mengalami tren penguatan sejak Oktober 2021. Pada saat itu Indeks Penjualan Riil (IPR) ada di level 195,5 dan mencapai level tertinggi pada Desember dengan capaian 216,3.
Pada Januari, IPR mengalami penurunan hingga ke level 209,6 dan kembali mengalami peningkatan pada Maret lalu, yakni di level 205,3. “Dengan membaiknya kinerja penjualan ritel secara general, maka penjualan ritel fesyen juga ikut naik. Apalagi kemarin ada momen Lebaran,” jelas Reza kepada Alinea.id, Jumat (27/5).
Harga saham ikut terkerek
Kinerja positif dari ritel fesyen ini, lanjut Reza, diikuti juga oleh saham-saham emiten ritel fesyen. Matahari misalnya, perusahaan yang memiliki kode emiten LPPF ini mencatatkan harga saham sebesar Rp5.700 per saham pada penutupan perdagangan Kamis (27/5).
Harga tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata harga saham di tahun 2021 yang hanya berkisar di level Rp1.100 hingga Rp4.100 per saham. Bahkan, sejak awal tahun, harga saham LPPF naik 30,12% dengan kapitalisasi pasar Rp14,18 triliun.
Sementara itu, harga saham LPPF pada perdagangan terakhir sebelum Lebaran, yakni Kamis (28/4) lalu tercatat ada di level Rp5.800, stagnan dari hari sebelumnya. Sedangkan harga saham LPPF saat dibukanya kembali perdagangan pascalebaran ialah Rp5.400 per lembar saham.
Kembali bergairahnya kinerja perusahaan dan saham LPPF, kata Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji, selain disebabkan oleh perbaikan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat, juga dikarenakan aksi korporasi yang bakal segera dilakukan perseroan.
“Beberapa waktu lalu, LPPF kan baru saja mengumumkan kalau mereka akan buyback saham. Ini juga pengaruhnya sangat signifikan terhadap kinerja perusahaan dan sahamnya,” jelasnya kepada Alinea.id, Jumat (27/5).
Seperti diketahui, dalam keterbukaan informasi Manajemen Matahari, perusahaan berencana melanjutkan aksi buyback atau pembelian kembali saham sejak Senin (9/5) hingga 3 Juni 2022. Melalui aksi korporasi ini, LPPF akan membeli kembali saham sebanyak-banyaknya 10% dari modal disetor dan ditempatkan atau maksimal 262,61 juta saham dan membatasi harga maksimal senilai Rp7.950 per saham.
Sementara itu, aksi korporasi ini merupakan lanjutan aksi buyback saham tahap II yang dilakukan oleh Matahari. Sebelumnya, LPPF juga melakukan buyback saham pada periode 4 Februari-28 April 2022 sebanyak 2,48% dari modal disetor dan ditempatkan perseroan atau sebanyak 65,07 juta saham. Biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan buyback periode ini adalah Rp327,37 miliar, termasuk termasuk biaya perantara dan biaya lainnya terkait dengan buyback.
Sama halnya dengan LPPF, kinerja saham MAP juga mengalami perbaikan. Nafan bilang, meskipun tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, kinerja saham perusahaan dengan kode emiten MAPI ini memiliki tren kenaikan dengan tingkat harga terdekat yaitu Rp870 per lembar saham.
“Ini nggak lain karena penjualan online mereka yang terus jalan, meskipun ada pandemi,” imbuhnya.
Menurut VP Investor Relations, Corporate Communications and Sustainability MAP Group Ratih D. Gianda, di kuartal pertama 2022 ini kinerja digital MAPI tumbuh 32% dan berkontribusi 10,3% terhadap penjualan secara keseluruhan. Capaian ini merupakan kelanjutan dari pertumbuhan di tahun 2021 yang mencapai 168%, setelah di tahun sebelumnya kinerja perusahaan sempat anjlok karena adanya kebijakan penutupan gerai di awal pagebluk.
"MAPI terus berinvestasi ke dalam bisnis direct-to-consumer dan transformasi digital secara keseluruhan, yang saat ini menjadi bagian penting dari keseluruhan kontribusi top line dan bottom-line kami," ujar Ratih, dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (20/5).
Di sisi lain, Nafan menilai jika kinerja apik Ramayana pada tiga bulan pertama 2022 ini disebabkan oleh penurunan biaya operasional atau operating expenses (opex) perusahaan, selain juga penjualan pakaian oleh perusahaan berkode saham RALS ini.
Menurutnya, hal ini terjadi karena perusahaan telah berhasil melakukan efisiensi dengan menekan biaya pokok penjualan dan mengoptimalkan pendapatan lainnya yang signifikan. Hal inilah yang kemudian juga mendongkrak kinerja saham RALS. Meski jika dibandingkan dua saham peritel fesyen sebelumnya, kinerja saham RALS masih kerap berada di zona merah.
Pada penutupan perdagangan Kamis (28/4) saja, saham RALS ditutup pada harga Rp670, lebih rendah dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang senilai Rp690 per lembar saham. Sementara sepekan setelah Lebaran, saham Ramayana kembali ditutup di zona merah, yakni Rp650 per saham.
“Tapi, kalau melihat kinerja keuangan perusahaan, saham RALS masih berpotensi memguat pada hari-hari kedepan. Apalagi kalau perusahaan dapat menjaga momentum pertumbuhan tetap positif,” tutur Nafan.
Dengan melihat kinerja keuangan dan saham ketiga peritel fesyen tersebut, ditambah dengan keyakinan konsumen dan mobilitas masyarakat yang kembali pulih, Nafan lantas mempertahankan peringkat overweight dan memberikan rekomendasi beli (buy) pada saham LPPF dan MAPI serta rekomendasi hold pada saham RALS.
Perlu diketahui, overweight saham sendiri adalah sebutan untuk kondisi saham yang diprediksikan akan mengalami kenaikan melebihi saham lainnya dari sektor yang sama. Sedangkan hold berarti saran untuk tidak melakukan aksi apapun terhadap saham tersebut.
“Untuk RALS ke depannya bisa semakin membaik, tergantung dengan perbaikan kinerja perusahaan juga,” lanjutnya.