close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi skincare. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi skincare. Foto Freepik.
Bisnis
Rabu, 09 Oktober 2024 17:50

Produk abal-abal dan etiket biru di tengah demam skincare

Permintaan skincare meningkat, namun banyak produk abal-abal yang beredar.
swipe

"Produk ini (kemasannya) polosan, tidak ada labelnya, tidak ada keterangan sudah mandapatkan izin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Ini jelas abal-abal," ujar praktisi kecantikan, Dokter Rhicard Lee sambil menunjukkan sebuah produk skincare, dalam video yang diunggah di channel Youtube pribadinya, @dr.Richard Lee, MARS, dikutip Rabu (9/10). 

Dokter Richard Lee meninjau sejumlah paket skincare yang sebelumnya telah dipesannya lewat platform belanja online. Isi per paketnya komplet, termasuk pembersih muka, serum wajah, sunscreen, krim pemutih, dan lainnya.

Dalam satu paket kecantikan yang dikemas di kantong kecil tersebut, beberapa item seperti pembersih muka memiliki label dan keterangan sudah mendapatkan izin BPOM. Namun ada produk berupa krim yang tidak disertai label. 

"Saya tidak tahu ini produk untuk apa? Pertanyaannya, kenapa ada produk yang sudah BPOM, namun ada juga yang kemasannya polosan, apakah tinta print-nya habis?" lanjut Dokter Richard. 

Produk skincare atau perawatan kulit tengah "naik daun" pada beberapa tahun terakhir. Banyak masyarakat yang ikut menjajal produk dengan alasan ingin glowing hingga sekadar penasaran karena viral di media sosial.

Riset Compas.co.id menunjukkan kategori perawatan dan kecantikan menyumbangkan penjualan paling besar sebesar 51,1% dari total nilai penjualan (sales value) fast-moving consumer goods (FMCG) pada semester I-2024.

Head of Data dan Analytics Compas.co.id, Dilano Satria mengatakan di kategori perawatan dan kecantikan, sunscreen dan paket kecantikan menjadi jenis produk yang paling laris.

Sunscreen menjadi pendorong pertumbuhan kategori ini dengan kenaikan mencapai 72,3%, dari Rp530 miliar di semester II-2023 ke angka Rp914 miliar di semester I-2024.

Adapun produk paket kecantikan menjadi yang paling banyak dibeli masyarakat sebesar Rp1,8 triliun atau hampir 10% dari total nilai penjualan di FMCG. Peningkatan nilai penjualannya juga tergolong besar, sebanyak 40,32% dari nilai penjualan sebelumnya Rp1,3 triliun di semester II-2023.

Dari total nilai penjualan paket kecantikan di semester II-2024 sebesar Rp1,8 triliun itu, sekitar Rp1,5 triliunnya merupakan paket kecantikan jenis brightening atau pemutih, atau mencapai 83,3%.

Produk abal-abal

Sayangnya, seiring meningkatnya permintaan skincare, banyak produk abal-abal yang beredar. Mulai dari tanpa label, etiket biru yang tidak sesuai dengan peraturan, hingga skincare impor ilegal.  

Dokter Dyah Novita Anggraini, dikutip dari klikdokter.com menyebut skincare etiket biru mengacu pada produk perawatan kulit yang diberi label atau etiket berwarna biru. Umumnya, produk dengan etiket biru adalah produk yang memerlukan resep dan pengawasan dokter dalam penggunaannya.

Produk ini sering kali mengandung bahan aktif yang kuat seperti hidrokuinon, tretinoin, steroid, atau asam retinoat dalam konsentrasi tinggi yang hanya boleh digunakan dengan rekomendasi medis karena potensi efek samping dan risiko yang menyertainya.

Produk skincare etiket biru umumnya termasuk dalam kategori obat-obatan yang disediakan oleh dokter kulit atau klinik kecantikan. Produk ini diformulasikan khusus untuk kondisi kulit tertentu, seperti hiperpigmentasi, jerawat parah, atau penuaan kulit yang memerlukan intervensi bahan aktif dengan dosis tertentu.

Karena kandungannya yang kuat, produk ini tidak boleh digunakan secara sembarangan dan membutuhkan pengawasan ketat dari dokter.

"Secara hukum, produk skincare etiket biru tidak boleh diperjualbelikan secara bebas karena masuk dalam kategori obat keras atau produk dengan kandungan bahan aktif tertentu yang memerlukan pengawasan dokter," ujarnya. 

BPOM mengawasi klinik kecantikan di seluruh Indonesia pada periode 19 hingga 23 Februari 2024. Kemudian, menemukan 51.791 produk kosmetik tidak memenuhi ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai Rp2,8 miliar.

Produk ini terdiri dari temuan kosmetik mengandung bahan berbahaya atau dilarang, skincare beretiket biru tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk injeksi kecantikan, dan kosmetik kedaluwarsa. Skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan banyak ditemukan di wilayah kerja Loka POM di Kabupaten Bungo, Balai Besar POM di Pekanbaru, dan Balai Besar POM di Surabaya.

Selain itu, Indonesia juga menjadi sasaran empuk peredaran kosmetik impor ilegal yang merugikan konsumen lantaran tidak ada jaminan keamanannya. Baru-baru ini, Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor (Kosmetik Impor Ilegal) mengamankan produk kosmetik impor ilegal senilai lebih dari Rp11,4 miliar. Produk tersebut merupakan hasil operasi penindakan dan intensifikasi pengawasan di berbagai wilayah di Indonesia selama periode Juni hingga September 2024.

Adapun jumlah kosmetik impor ilegal yang diamankan mencapai 415.035 pieces dengan 970 item.

"Kosmetik tersebut merupakan produk tanpa izin edar (ilegal) dan mengandung bahan dilarang yang sebagian besar berasal dari negara Tiongkok, Filipina, Thailand, dan Malaysia,” ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar.

Kosmetik impor ilegal ini ditemukan dari berbagai wilayah, yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, dan Papua. Beberapa merek yang banyak ditemukan di antaranya Lameila, Brilliant, dan Balle Metta.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku menerima banyak keluhan dari klinik kecantikan yang kewalahan dengan produk tanpa izin edar dari BPOM dan instansi terkait lainnya.

"Jika produk (ilegal atau tanpa izin edar) ini masuk, maka akan merugikan konsumen karena tidak ada jaminan keamanan, merugikan negara dalam keterkaitannya dengan pajak, merugikan industri yang sekarang berkembang cukup baik,” ujar Zulkifli.

Direktur Utama PT Martina Berto Tbk. (MBTO) Bryan Tilaar mengatakan skincare ilegal melanggar hukum dan membahayakan konsumen. 

"Hanya produk legal yang clean atau safe beauty. Tentu yang tidak legal itu tidak baik," kata Bryan kepada Alinea.id.

Maraknya peredaran beauty personal care abal-abal juga berdampak buruk terhadap industri kecantikan. Namun, dia bilang, pihaknya siap menghadapi tantangan dan perubahan zaman. 

"Kami pemain lama di industri ini, sudah biasa dengan tantangan, persaingan, tuntutan zaman, maka kami bisa atasi tantangan, tidak problem besar atau kecil," katanya. 

Upaya pengawasan

BPOM mengatakan dengan kian meningkatnya demand dari pasar, keamanan dan kualitas produk menjadi aspek utama dan tanggung jawab dari pelaku usaha. Para pelaku usaha memegang tanggung jawab utama terhadap kualitas dan legalitas produknya.

Komitmen pelaku usaha kosmetik untuk memastikan pemenuhan terhadap standar produk dan regulasi menjadi yang utama dalam merespons demand kosmetik yang terus tumbuh.

“Kami tentunya menginginkan produk kosmetik lokal selalu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan bahkan berdaya saing di pasar global. Rasa cinta dan bangga buatan Indonesia harus terus dipupuk dan kita harus bersama-sama melakukan upaya pencegahan pemasukan dan peredaran kosmetik impor ilegal yang dapat menggerus pasar kosmetik lokal,” ujar Taruna Ikrar.

Lebih lanjut, Taruna mengatakan BPOM melakukan pengawasan kosmetik secara berimbang. Hal ini dilakukan dengan mendukung pelaku usaha dalam pemenuhan ketentuan sesuai dengan perundang-undangan, serta terus mengedukasi masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan berdaya. 

BPOM juga memberi dukungan untuk para pelaku usaha kosmetik, yakni dengan memberikan pendampingan dan pembinaan bagi pelaku usaha guna memastikan keamanan, manfaat, dan mutu produk kosmetik. Juga dengan memfasilitasi kemudahan berusaha sehingga pelaku usaha dapat lebih mudah mematuhi regulasi.

Di samping itu, BPOM mendorong pelaku usaha untuk menegakkan komitmen dalam menjamin keamanan, mutu, dan legalitas produk kosmetik yang diproduksi, diimpor, diedarkan atau diperdagangkan.

Staf Khusus Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Rizal menyebut akan melakukan monitoring di berbagai wilayah di Indonesia. "Penumpasan skincare ilegal tidak hanya bermanfaat di bidang kesehatan masyarakat, namun juga untuk kondisi sosial ekonomi negara,” katanya.

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan