Sugianto Kusuma alias Aguan, bos perusahaan properti Agung Sedayu Group, belakangan sibuk mondar-mandir ke Istana. Pada Kamis (6/3) malam, bersama tujuh orang pengusaha besar Indonesia lainnya, dia diundang Presiden Prabowo Subianto ke Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pertemuan itu membahas program-program utama nasional yang strategis, mulai dari Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, infrastruktur, industrialisasi, hingga Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Keesekan harinya, Jumat (7/3), Aguan kembali diundang ke Istana Merdeka, Jakarta, bersama belasan pengusaha besar Indonesia lainnya. Dalam pertemuan itu, Presiden Prabowo mengenalkan para pengusaha Indonesia dengan investor global asal Amerika Serikat Ray Dalio. Dalam pertemuan itu dibahas program-program prioritas Indonesia, terutama terkait investasi Danantara dan tata kelolanya.
Di hari yang sama, Jumat (7/3) Aguan pun muncul bersama Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, saat meresmikan pemancangan Masjid Al Ikhlas di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Jakarta Utara.
Kehadirannya di berbagai agenda penting ini memunculkan spekulasi mengenai peran strategisnya dalam pemerintahan, terutama terkait investasi dan infrastruktur. Sebagai pengusaha properti terkemuka, keterlibatan Aguan dalam proyek-proyek besar, seperti pengembangan kawasan PIK, menjadikannya salah satu tokoh kunci dalam perekonomian nasional.
Siapa Aguan? Lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada 10 Januari 1951, menurut Adi utera Widjaja dalam buku 9 Jalan Pengusaha: Kisah dan Inspirasi Pengusaha Tangguh Indonesia (2013) Sugianto pindah ke Jakarta pada 1965 dalam keadaan putus sekolah. Dia dititipkan kepada keluarganya yang ada di Jakarta untuk bekerja.
Mulanya, dia bekerja sebagai penjaga gudang dan bersih-bersih di sebuah kantor. Perusahaan tempatnya bekerja, yang bergerak di bidang importir, lalu mempercayakannya memegang keuangan. Singkat cerita, perusahaan itu pecah kongsi. Sugianto mulai bisa turun langsung ke pelabuhan. Di sini, dia mempelajari seluk-beluk dunia pelabuhan secara mendalam.
Dia lantas keluar dari perusahaan dan memulai melakukan bisnis impor. Di tengah perjalanan bisnisnya, Sugianto bertemu seorang teman yang bekerja di bidang bangunan. Temannya tersebut dalam keadaan bangkrut karena kalah judi. Sugianto lalu membantunya, memberi modal untuk mendirikan ruko-ruko dengan bagi hasil keuntungan. Dari situ, dia mulai mempelajari dunia properti.
Bersama Trihatma Kusuma Haliman, dia mendirikan Grup Agung Podomoro pada 1970. Lantas, dia berupaya membangun bisnis properti sendiri di bawah Agung Sedayu Group. Awalnya, perusahaan ini hanya kontraktor untuk ruko. Namun, usai sukses bisnis ruko, Aguan melanjurkan ekspansi bisnis properti komersial.
Proyek yang membuat nama Agung Sedayu Group dikenal adalah pembangunan Harco Mangga Dua pada 1991, yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik terintegrasi pertama di Indonesia. Kemudian berlanjut ke bisnis kawasan hunian terintegrasi, seperti Taman Anggrek Residence, Kelapa Gading Square, Puri Mansion, dan Ancol Mansion. Agung Sedayu juga merupakan pemilik 89% PIK 2.
Aguan pun menduduki beberapa jabatan di luar bidang properti, semisal Wakil Komisaris Utama PT Bank Artha Graha, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi, Wakil Komisaris Utama PT Bank Artha Graha Internasional, dan Wakil Presiden Komisaris Perseroan PT Jakarta International Hotels & Development.
Walau begitu, nama Aguan tak lepas dari beberapa kontroversi. Misalnya, menurut catatan TEMPO, pada 2019 gedung apartemen buatan District 8 di Kebayoran Baru milik Agung Sedayu terlibat masalah sengketa tanah.
Ketika ramai-ramai soal pagar laut misterius yang membentang sekitar 30 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, pihak Agung Sedayu pun mengakui dua anak usahanya, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa punya sebagian kecil hak guna bangunan (HGB) di area pagar laut itu.