close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tambang batu bara. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi tambang batu bara. Foto Pixabay.
Bisnis
Kamis, 27 Januari 2022 16:30

Proyek gasifikasi batu bara, jangan bebani APBN

Gasifikasi mengubah batu bara kalori rendah menjadi DME, disebut bisa menggantikan LPG yang pemenuhannya masih didominasi impor.
swipe

Proyek gasifikasi batu bara dengan mengubah batu bara kalori rendah menjadi dimetil eter (DME) untuk substitusi atau pengganti liquefied petroleum gas (LPG) telah dimulai. Digadang-gadang DME bisa menggantikan LPG yang pemenuhannya masih didominasi impor.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah menyiapkan skema produksi, distribusi, dan mekanisme substitusi DME ke LPG secara cermat. Sehingga proses subtitusi ini tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dia berpandangan substitusi LPG dengan DME melalui proyek gasifikasi adalah langkah strategis dalam mengurangi ketergantungan impor.

"Namun, pemerintah harus menghitung secara cermat aspek keekonomiannya. Jangan sampai upaya ini malah membebani APBN kita," paparnya kepada Alinea.id, Kamis (27/1).

Mulyanto menekankan pentingnya aspek keekonomian proses substitusi ini. Diharapkan agar harga DME ini bisa bersaing dengan LPG, termasuk juga dengan harga gas alam (LNG) atau kompor listrik.

Melalui UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja, kata Mulyanto, untuk proyek hilirisasi mineral dan batu bara (Minerba) dikenakan royalti 0%. Artinya, potensi penerimaan negara dari proyek gasifikasi batu bara ini adalah nol rupiah.

Sehingga dia berpandangan ini semacam subsidi di sisi hulu. Kemudian nanti saat di hilir akan terjadi pengalihan subsidi pemerintah dari subsidi LPG 3 kilogram menjadi subsidi DME, maka akan jadi double subsidi.

"Kalau harga DME lebih mahal dari harga LPG non-subsidi, maka akan muncul subsidi level ketiga (triple subsidi), yakni selisih antara harga DME dibanding LPG untuk produk non-subsidi," jelasnya.

Subsidi yang digelontorkan bertubi-tubi tentu tidak diinginkan. Oleh karena itu, kata Mulyanto, hitung-hitungan keekonomian proyek DME ini harus cermat. Mulyanto minta pemerintah komitmen menyediakan energi murah bagi masyarakat.

"Jangan karena ada substitusi ini, maka biaya hidup masyarakat menjadi lebih mahal," pintanya.

Ekonom Senior Faisal Basri menyebut jika proyek gasifikasi mengubah batu bara menjadi DME adalah melawan kodrat. Menurutnya, melalui proyek DME, pemerintah mencoba menyelesaikan masalah LPG yang banyak menelan subsidi dan pemenuhannya didominasi impor. Untuk mengolah batu bara menjadi DME, dia menyebut, ongkosnya akan sangat mahal.

"Untuk menyelesaikan subsidi LPG pakai DME, DME ini mahal banget melawan kodrat," katanya dalam Diskusi Media: Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara, Rabu (26/1).

Faisal menjelaskan, mahalnya ongkos datang dari proses mengolah batu bara yang asalnya hitam dan gosong kemudian akan diolah menjadi gas dalam bentuk DME bersih.

"Pasti ongkos produksinya akan amat mahal, dan siap-siap menyisihkan subsidi APBN," ucapnya.

img
Anisatul Umah
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan