Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan peletakan batu pertama (ground breaking) proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Muara Enim, Sumatera Selatan, pada Senin (24/1). DME ini nantinya akan dimanfaatkan untuk substitusi atau pengganti liquefied petroleum gas (LPG).
Pemenuhan LPG saat ini dominan dipenuhi dari impor. Jokowi mengatakan, impor LPG mencapai Rp80-an triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun impor.
"Rp80 triliun ini pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya sudah sangat tinggi. Subsidi kira-kira Rp60-Rp70-an triliun," katanya di sela-sela acara, beberapa saat lalu.
Dengan terus-menerus impor LPG, menurutnya, yang diuntungkan adalah negara lain. Lapangan kerja di negara lain pun terbuka, sementara Indonesia hanya impor. Padahal, RI memiliki bahan baku untuk membuat DME, yakni batu bara.
"Kalau dilakukan di sini saja, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero) bisa kurangi subsidi APBN Rp7 triliun kurang lebih," jelasnya.
Selain itu, Presiden Jokowi menambahkan, akan berdampak pada neraca dagang dan transaksi karena tidak melakukan impor.
"Ini perintah enam tahun, tapi kita sudah berpuluh-puluh tahun nyaman dengan impor memang duduk di zona nyaman enak, rutinitas impor-impor. Negara dirugikan, rakyat dirugikan, enggak terbuka lapangan kerja," tuturnya.
Presiden Jokowi mengklaim, proyek hilirisasi ini bakal membuka 11.000-12.000 lapangan kerja. Apabila ada lima investasi serupa. maka lapangan kerja yang terbuka bisa hingga 70.000-an.
"Ini yang langsung, yang enggak langsung biasanya 2-3x lipat. Ini kenapa saya kejar dan ikuti terus. Ini selesai 30 bulan, jangan mundur-mundur lagi," pintanya.
Sebagai informasi, hilirisasi batu bara melalui proyek gasifikasi batu bara menjadi DME yang dikerjakan di Muara Enim merupakan kerja sama PT Bukit Asam, Pertamina, dan Air Products.