Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus melaju meskipun berada di bawah ancaman resesi ekonomi global. Pada semester kedua 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5,2%, menguat dibandingkan catatan di semester pertama sebesar 3,7%.
Ekonom senior Bank DBS Radhika Rao, dalam laporan bertajuk “Indonesia Data Pulse 2Q22 GDP Growth Jumps” mengatakan, kinerja perdagangan yang kuat disertai dengan pembukaan kembali aktivitas pascapandemi menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Momentum ini juga diiringi oleh pemanfaatan dari kenaikan harga komoditas di taraf global dan stabilitas daya beli masyarakat.
”Mobilitas layanan jasa antarjemput juga mengiringi tren positif pertumbuhan ekonomi ini,” kata Radhika Rao, dalam keterangan tertulisnya.
Radhika Rao memperkirakan bahwa di kuartal kedua 2022, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 5,44% secara tahunan. Di mana lonjakan ini, melampaui perkiraan sebelumnya sekaligus melewati angka pertumbuhan di kuartal pertama sebesar 5%.
Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2022 juga diprediksi akan lepas landas melewati berbagai capaian ekonomi di 2021. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan di semester pertama 2022 yang mencatatkan 5,2%.
”Pulau Jawa merupakan kontributor utama pertumbuhan secara keseluruhan, yang menyumbang 56,6% dari keseluruhan output ekonomi, naik 5,7% secara tahunan,” tutur dia.
Radhika Rao mengungkapkan bahwa dari sisi pengeluaran, konsumsi akhir pengeluaran pemerintah berdampak pada kontraksi -5,2%. Namun, di antara sub-segmen yang lain, justru terjadi peningkatan secara luas. Lebih lanjut, ekspor mencatatkan angka 19,7%, melampaui persentase impor sebesar 12,3%. Konsumsi rumah tangga berada di persentase sebesar 5,5% secara tahunan, catatan ini di luar 3,1% kenaikan dalam pembentukan modal tetap bruto.
”Konsumsi akhir naik 32% secara tahunan, disertai lonjakan 9,1% ekspor, dan 3% impor,” tambah Radhika Rao.
Sementara dari sisi industri, sektor transportasi dan penyimpanan mencatatkan peningkatan sebesar 21,3%, dan menempati urutan teratas dari aktivitas lintas sektor. Selanjutnya, akomodasi dan kegiatan food service sebesar 9,8%, dan manufaktur mengalami pelambatan sebesar 4%.
”Di samping itu, sektor konstruksi tumbuh sebesar 1%,” kata dia.
Menurut Radhika Rao, prediksi pertumbuhan 2022 ini belum sepenuhnya aman dari risiko kenaikan lainnya. Sebab angka pertumbuhan yang kuat, akan menjadi dasar bagi Bank Indonesia untuk memutuskan kebijakan moneter yang terkait dengan inflasi.
Lebih lanjut, stabilitas pertumbuhan ekonomi akan membantu para pembuat kebijakan tetap fokus terhadap inflasi dan stabilitas pasar keuangan. Terlebih Bank Indonesia telah menandai risiko bahwa di paruh kedua tahun ini, inflasi akan melampaui target, dan diasumsikan terjadi pengulangan di 2023 mendatang.
Radhika Rao mengatakan, bahwa sekalipun inflasi inti dipantau langsung oleh para pembuat kebijakan, perbandingan antara tingkat inflasi dan tingkat suku bunga masih harus diperhatikan. Fokus kebijakan moneter juga diharapkan dapat bergeser secara inkremental di akhir kuartal ketiga.
”Para pembuat kebijakan perlu memperhatikan dan membuat antisipasi terhadap laju inflasi,” tutup Radhika Rao.