Kehadiran PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), perusahaan asal China yang bergerak di bidang smelter nikel, di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), dinilai belum berdampak positif terhadap daerah dan masyarakat sekitar. Ini, ungkap anggota Komisi VII DPR, Lamhot Sinaga, tecermin dari beberapa hal.
Ketenagakerjaan, misalnya. Dari total 7.500 pekerja, tidak ada laporan jumlah pekerja lokal mengisi jabatan top level management PT VDNI.
"Kemudian, nilai tambah yang pemerintah daerah (pemda) dapatkan hampir tidak ada. Mulai dari pajak air permukaan tidak ada, royalti yang mereka dapatkan sampai saat ini sangat minim," katanya saat meninjau PT VDNI bersama rombongan Komisi VII DPR.
"Begitu juga dana bagi hasil. Yang tadinya diperkiraan Rp600 miliar, ternyata hanya setengahnya," imbuh politikus Partai Golkar ini.
Lamhot juga mempersoalkan pengunaan listrik bertenaga batu bara hingga 530 MW untuk operasional PT VDNI. Menurutnya, ini tidak sesuai program pemerintah Indonesia yang sedang menggencarkan transisi energi.
"Supaya fair, kita mendorong bahwa akan ada batasan waktu terhadap PT VDNI dalam penggunaan batu bara. Dan mereka harus beralih dari pembangkit listrik bertenaga batu bara ke listrik bertenaga gas," tuturnya, menukil laman DPR.
Di sisi lain, Lamhot juga kecewa dengan jajaran direksi PT VDNI lantaran berhalangan hadir. Padahal, kunjungan kerja (kunker) Komisi VII DPR berdasarkan keluhan pemda dan DPRD Sultra sehingga butuh kehadiran petinggi untuk mengonfirmasinya dan menyampaikan tindak lanjut atas berbagai temuan.
Atas dasar itu, Komisi VII DPR mengagendakan pemanggilan direksi PT VDNI ke Kompleks Parlemen untuk mengikuti rapat dengar pendapat (RDP). Belum ditetapkan waktunya.