PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengekspor satu pesawat terbang CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) senilai Rp354 miliar untuk Angkatan Udara Senegal dalam kegiatan Ferry Flight dari Hanggar Fixed Wing PTDI di Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Jumat (19/3).
"PTDI berhasil melakukan ekspor pertamanya di awal tahun 2021. Dengan diserahkannya pesawat CN235 ketiga ini semoga dapat membantu meningkatkan kinerja Angkatan Udara Senegal dalam setiap pelaksanaan operasi udara," kata Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro. "Kami merasa bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah Senegal kepada PTDI selama ini."
Pesawat CN235-220 MPA memiliki beberapa keunggulan, yakni dapat lepas landas dengan jarak pendek dari landasan belum beraspal dan berumput serta mampu terbang selama 8 jam dengan sistem avionik glass cockpit, autopilot, dan adanya winglet di ujung sayap agar lebih stabil dan irit bahan bakar.
Pesawat ini dilengkapi tactical console (tacco), 360⁰ search radar yang dapat mendeteksi target yang kecil sampai 200 nautical mile (NM) dan automatic identification system (AIS), sistem pelacakan otomatis untuk mengidentifikasi kapal sehingga dapat diperoleh posisi objek mencurigakan, forward looking infrared (FLIR) guna mendeteksi dan mengklasifikasikan target, serta mampu merekam situasi di sekitar wilayah terbang untuk evaluasi misi baik dalam kondisi siang maupun malam hari.
Hingga kini, PTDI telah memproduksi dan mengirimkan pesawat CN235 sebanyak 69 unit untuk dalam dan luar negeri. Perusahaan "pelat merah" itu menjadi satu-satunya industri manufaktur pesawat terbang yang memproduksi pesawat CN235. Terdapat 286 populasi pesawat CN235 series di dunia.
Melansir situs web Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sebagian modal kerja PTDI dalam pembuatan pesawat ini didanai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dengan skema national interest account (NIA).
Skema tersebut merupakan penugasan khusus dari Kemenkeu untuk penyediaan pembiayaan ekspor pesawat udara dengan pasar Afrika dan Asia Selatan. Pembiayaan ini juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial, seperti penyerapan tenaga kerja lebih dari 4.000 orang dan perluasan negara tujuan ekspor Indonesia ke pasar nontradisional.
"Penugasan khusus kepada LPEI merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya saing ekspor, terutama di industri strategis, apalagi pemerintah saat ini sedang mendorong industri nasional untuk melakukan ekspor ke negara-negara tujuan ekspor baru," papar Sekretaris LPEI, Agus Windiarto.
Ekspor pesawat terbang ke Senegal dianggap bernilai strategis bagi industri nasional lantaran supply record export order dan kepuasan pelanggan luar negeri menjadi salah satu syarat utama dalam evaluasi pada tender-tender internasional. Proyek itu juga merupakan salah satu langkah strategis untuk memasuki pasar negara Asia Selatan dan Afrika.