Raih ratusan juta rupiah hingga juara dunia dari game online
Minggu (2/2) siang, Hall 10 Indonesia Convention Exhibition Bumi Serpong Damai (ICE BSD), Tangerang Selatan, Banten disesaki oleh pengunjung. Mereka menyaksikan pertarungan sengit para atlet olahraga elektronik (electronic sports/e-sports) yang terpampang pada layar raksasa di pelbagai sudut.
Di kanan-kiri panggung, para atlet memainkan gawainya dalam cubicle mereka masing-masing. Bahkan, sebuah stasiun televisi swasta menyiarkan ajang tersebut secara langsung. Satu demi satu, wajah atlet yang terpampang di layar disilang, tanda karakter yang mereka mainkan sudah mati.
Suasana itu menggambarkan ronde lanjutan Freefire, sebuah aplikasi gim online (daring) menembak besutan Garena, perusahaan gim terkemuka asal Singapura. Selain Freefire, panitia mempertandingkan gim Mobile Premier League (MPL) Fruit Dart, Pro Evolution Soccer (PES) 2020, dan Ultra Space Battle Brawl yang telah diadakan sehari sebelumnya.
Dari nama-nama tersebut, hanya nama terakhir yang berasal dari pengembang domestik. Gim tersebut terpilih melalui seleksi ketat panitia. Para atlet memperbutkan total hadiah Rp1,5 miliar dalam ajang Piala Presiden itu.
Juara I MPL Fruit Dart Aby Ramadhan (15) mengatakan, dirinya baru memainkan MPL sejak April 2019 silam. Ia mengaku tertarik memainkannya karena menghasilkan uang.
“Abang saya ngasih tahu main game ini dapat duit GoPay. Saya memainkannya, sampai setengah tahun saya main dan ngumpulin duit sendiri. Jajan sendiri, makan sendiri, ngisi kuota di sini,” ujarnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id usai lomba pada Minggu (2/2).
Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tinggal di Jakarta Timur tersebut mengaku, dirinya telah menghasilkan Rp5 juta-Rp6 juta dari permainan tersebut. Belum lagi, dia mendapat hadiah uang Rp125 juta berkat kemenangannya. Abi berencana menggunakan uang itu untuk membawa kedua orang tuanya menjalankan ibadah umrah.
Sebelum MPL, Aby memainkan gim online PUBG (PlayerUnknown’s Battlegrounds) dan ML (Mobile Legend). Biasanya, dia bermain gim online 1-2 jam sehari sepulang sekolah.
“Hari libur bisa setengah hari atau full (seharian) juga. Saya bisa bagi-bagi waktu,” terangnya.
Peserta lainnya, Muhammad Najwar (18) menjelaskan, para pemain MPL mendapatkan uang dengan menukarkan diamond (berlian) yang mereka raih dengan saldo GoPay. “Saya targetkan sehari Rp50.000 (saldo GoPay),” beber peraih Juara VI MPL Fruit Dart pada kesempatan terpisah.
Atlet e-sport asal Makassar, Sulawesi Selatan tersebut dapat menghasilkan Rp1,5 juta tiap bulannya. Dalam percaturan MPL dunia, dia melihat India merupakan saingan terberat. Sebelumnya, pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tersebut pernah mengikuti kompetisi e-sport Freefire.
Untuk memainkan gim online tersebut, Aby dan Najwar mengaku hanya mengeluarkan uang untuk membeli kuota internet. Aby merogoh kocek Rp30.000 per bulan, sedangkan Najwar mengeluarkan Rp80.000 per bulan.
Selain mendapat saldo GoPay, diamond tersebut dapat ditukarkan dengan barang tertentu yang mampu meningkatkan kemampuan mereka. “Karena untuk mendapatkan DM (diamond) harus mendapat peringkat atas. Semakin peringkat atas, DM yang didapat semakin banyak,” ungkap Najwar.
Aby mengaku, persaingan di dunia gim online cukup berat. Ia menyisihkan ribuan atlet e-sport profesional dari seluruh Indonesia serta mengikuti kompetisi di tingkat regional. Dirinya mengaku bercita-cita menjadi atlet e-sport profesional di masa depan.
“Rencana sih ada karena sudah menang kayak gini, mungkin ke depannya bisa lebih sukses lagi,” harapnya.
Senada dengan Aby, Najwar berkeingan menjadi atlet e-sport yang fokus di gim MPL. Namun, dia akan mengurangi porsi bermain gim online lantaran ingin melanjutkan studi ke bangku kuliah.
“Mungkin ke depan agak dikurangi karena masih fokus sekolah, UN (ujian nasional),” bebernya. Dalam ajang tersebut, Najwar berhasil membawa pulang uang senilai Rp4 juta.
Ibunda Aby, Neneng Ratna (45) mengaku, awalnya keberatan dengan kebiasaan anaknya bermain gim online. “Ke sininya, begitu denger berhadiah-hadiah gitu ya senang. Udah-lah ikut aja. Enggak apa-apa, asal jangan lupa belajar bagi waktu,” katanya.
Juara I PES 2020 Nguyen Tuan Anh (25) mengaku, dirinya menghadapi persaingan ketat dari atlet-atlet e-sport Indonesia. Atlet asal Vietnam itu sempat ragu memenangi ajang tersebut.
Ia beralasan, atlet e-sport asal Indonesia, Rizky Faidan juga mengikuti ajang tersebut. “Dia (Rizky) cukup dikenal di Vietnam,” ujarnya kepada awak media di ICE BSD.
Sebagai informasi, Rizky adalah salah satu atlet e-sport profesional dunia yang pernah meraih Juara 2 PES League World Final 2019 di London, Inggris. Sayang, Rizky hanya mampu meraih peringkat empat pada ajang Piala Presiden Esport 2020.
Tabi, sapaan akrabnya, baru menjadi atlet e-sport profesional selama empat bulan. Meskipun demikian, Tabi mampu menghasilkan Rp30 juta per bulan yang 80% di antaranya berasal dari e-sport. Penghasilan tersebut bersumber dari iklan, video streaming, dan hadiah kompetisi.
“Selain menjadi atlet profesional (e-sport), saya juga seorang perenang (atlet renang),” ungkapnya. Ia mengaku tidak mendapat dukungan dari pemerintahnya untuk mengikuti ajang Piala Presiden di Indonesia, melainkan mendapat sponsor dari Box Gaming, sebuah klub gim dari Vietnam.
Layaknya pemain sepak bola, Tabi mengaku dikontrak oleh sebuah klub e-sport di Thailand. Dia menambahkan, kepindahannya dari Vietnam adalah langkah untuk go international.
“Di Eropa, e-sport sudah dianggap sebagai karier, sedangkan di Asia masih dalam tahap pengembangan. Saya harap ke depannya e-sport mampu memberi penghasilan yang stabil,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi melihat, e-sport mulai berkembang pesat sejak diadakannya Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang yang diperkenalkan sebagai cabang olahraga eksibisi.
Sebelumnya, perkembangan e-sport hanya terjadi secara sporadis melalui kompetisi-kompetisi tingkat lokal dan nasional. “Tentu ini menjadi titik balik perkembangan e-sport, maka makin banyak lagi diselenggarakan kompetisi e-sport,” ujarnya pada kesempatan lain.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali mengatakan minat masyarakat terhadap e-sport semakin meningkat. Hal ini lantaran adanya peningkatan peserta Piala Presiden Esport dari 18.000 pada 2019 menjadi 177.000 pada 2020. “Harapannya, ke depan e-sport makin berkembang dan jadi media penyaluran anak-anak muda kita daripada hal-hal yang negatif,” ungkapnya dalam konferensi pers di ICE BSD, Minggu (2/2).
Amali menegaskan, pemerintah sudah mengakui e-sport sebagai olahraga. Oleh karena itu, pihaknya kerap melakukan sosialisasi bahwa gim online tidak selamanya membawa dampak buruk. “Kita harus sosialisasi bahwa menjadi atlet e-sport itu baik,” ujarnya.
Ketua Umum Indonesia Esport Association (IESPA) Eddy Lim mengatakan, ada dua jalur dalam karier e-sport, yaitu sebagai atlet dan pelaku industri. Ia menilai, banyak pihak yang menyamakan dua hal tersebut, sehingga menjadi rancu.
“Gara-gara ada karier, boleh dong seharian saya main game. Salahlah,” tegasnya melalui sambungan telepon. Eddy menjelaskan, atlet e-sport mesti menjalani serangkaian latihan seperti latihan fisik, latihan teknik permainan, membahas strategi, dan sebagainya.
Eddy berpendapat, prospek karier atlet e-sport pada dasarnya seperti olahraga lain yang harus melalui berbagai kompetisi, meskipun klub e-sport kini telah menjamur. Ia menyebut, rata-rata klub e-sport beranggotakan lima orang saja.
“Lapangan kerja sebagai pemain (atlet e-sport) harus jago banget kan. Yang main game berapa juta orang? Berapa juta orang ingin mengharapkan main, terus jago akan di-hire dalam klub? Mungkin kecil sekali,” terangnya.
Perputaran uang
Statista memprediksi, jumlah pendapatan yang diraup oleh pasar gim online Indonesia sebesar US$206,4 juta pada 2020, atau naik dari US$183,8 juta pada 2019. Jumlah pemain gim online diprediksi naik dari 23,7 juta orang pada 2019 menjadi 28,1 juta orang pada 2020.
Di sisi lain, Internet World Stats mencatat, penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 63,5% pada Juni 2019. Apabila para gamers serius menggeluti dunia gim, tak tertutup kemungkinan mereka akan menjadi atlet e-sport.
Terkait potensi industri e-sport, Eddy Lim mengaku potensinya sangat besar mengingat cakupannya yang luas seperti pengembangan gim online, merchandise, kompetisi e-sport, organizer, dan sebagainya.
Dia menambahkan, perkembangan industri e-sport bergantung pada perkembangan zaman dan tren. Ia mencontohkan, keberadaan youtuber dan influencer media sosial yang membuat konten e-sport, kini semakin naik daun.
Untuk melihat perputaran bisnisnya, Eddy mengatakan banyaknya irisan antara satu dengan yang lainnya. “Banyak pemahaman iris kanan-kiri. Seperti yang saya bilang, banyak orang menyamakan main game dan e-sport,” katanya.
Menurutnya, main gim sifatnya hanya hiburan, sedangkan e-sport disertai serangkaian latihan intensif. “Atlet e-sport dituntut berprestasi malah jenuh (main gim), beda dengan main game yang tanpa tekanan,” ungkapnya.
Eddy berpendapat, industri e-sport baru dapat berkembang apabila masyarakat sudah mengapresiasinya secara positif. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi untuk menangkal prasangka negatif mengenai e-sport yang kerap disamakan dengan gaming.
“Sebelum sosialisasi berhasil, yang lain susah untuk dibenahi. Contoh e-sport perlu infrastruktur. Sekarang penolakan dari masyarakat untuk main game, kita bangun infrastruktur apa?” bebernya.
Deputi Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Hari Santosa Sungkar menyebut potensi ekonomi e-sport sangatlah besar. Ia mengungkapkan, industri e-sport telah meraup penghasilan sebesar US$1 miliar secara global pada 2019.
Hari mengatakan, pihaknya mendorong agar para pengembang gim lokal dapat mengambil bagian dari kue industri e-sport tersebut, “Hari ini ada gim lokal (di Piala Presiden E-sport). Inilah yang ingin kita angkat agar semakin banyak gim lokal,” ujarnya.
Peneliti Center of Innovation and Digital Technology, Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, banyaknya pemain e-sport yang berprestasi, penetrasi internet yang semakin meningkat dan bertumbuhnya kelas menengah di Indonesia menjadikan industri e-sport berpotensi menjadi penggerak ekonomi Indonesia.
“Kita mau mengembangkan 5G. Kalau itu sudah dapat dikembangkan dan digerakkan secara menyeluruh, industri turunannya seperti industri game sangat besar banget (pertumbuhnya),” tuturnya melalui sambungan telepon.
Heru Sutadi berpendapat, dominasi gim asing menjadi tantangan bagi industri e-sport Indonesia. Gim-gim asing tersebut sering kali menjadi tren dan acuan dalam pertandingan-pertandingan e-sport.
Hal ini diperkuat dengan data Asosiasi Game Indonesia (AGI), yang menunjukkan pangsa pasar pengembang lokal hanya 0,4% pada tahun 2019. Heru menambahkan, industri e-sport seharusnya tak hanya menghasilkan atlet-atlet berprestasi, tapi juga mampu melahirkan gim-gim lokal yang mendunia.
“Mumpung ada persatuan (asosiasi e-sport), mereka harus concern juga. Tidak hanya menggelar pertandingan, tapi juga mengembangkan game-game lokal,” terangnya.
Menurut dia, gim-gim tersebut harus dikurasi sebelum layak dipertandingkan. Salah satu caranya melalui kompetisi pengembang-pengembang gim lokal.
Nailul Huda dari Indef menilai, industri gim nasional seyogyanya mengikuti tren gim secara global agar dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional. “Kita harus akui kualitas game impor lebih bagus, tapi kita enggak bisa bilang kalau jauh, enggak bisa juga,” ujarnya.
Huda mengatakan, hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memperkuat kerja sama dengan para pelapak seperti Google dan Apple untuk memperbesar porsi bagi pengembang gim lokal. Selain itu, pemerintah sebaiknya memberikan insentif fiskal dan pajak untuk menumbuhkan pengembang gim lokal.
“Setahu saya, industri gim nasional belum ada intensif. Mungkin insentifnya cuma ada pengembangan SDM (sumber daya manusia), tapi untuk insentif bersaing dengan game impor atau global belum ada,” bebernya.
Menurutnya, pengembangan industri gim nasional akan memberi efek pengganda (multiplier effect) bagi ekonomi Indonesia. Pertama, mengembangkan sumber daya manusia lokal. Kedua, meningkatkan gengsi Indonesia di mata pelaku e-sport internasional.
Huda menilai, terjunnya sejumlah konglomerat ke dalam bisnis e-sport berdampak positif bagi investasi. “Game developer harusnya dapat memanfaatkan investasi konglomerat untuk mengembangkan lagi game-nya,” terangnya.
Sebagai praktisi telekomunikasi, Heru menilai, infrastruktur yang diperlukan bagi pengembangan industri e-sport sudah siap. Ia beralasan, Indonesia sudah pernah mengadakan Asian Games 2018 yang mempertandingkan e-sport.
“Concern-nya, bagaimana ini game-game lokal ikut juga? Tapi harus dicoba,” tegasnya.
Dari aspek pariwisata, Kemenparekraf juga mendorong e-sport sebagai sport tourism (pariwisata olahraga). “Kalau kita bisa bikin event-event e-sport seperti liga-liga lain, yang datang bukan hanya atletnya, tapi juga supporter-nya,” ucap Hari kepada wartawan.
Menanggapi usulan Kemenparekraf, Heru dan Huda sama-sama sepakat bahwa kompetisi e-sport berpotensi menarik wisatawan. Oleh karena itu, kompetisi e-sport perlu ditingkatkan, baik dari segi jumlah maupun skalanya.
“Turis dalam arti pemain kan datang ke Indonesia. Mereka kan enggak datang satu-dua, tapi juga rombongan,” pungkas Heru.