Cita-cita Indonesia untuk memajukan sektor transportasi terlihat semakin meredup. Bagaimana tidak, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 alokasinya semakin menyusut.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno melihat, penyusutan anggaran itu ada pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pada RAPBN 2025, sesuai Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga 2025, pagu anggaran Kemenhub dipangkas 36% dari tahun sebelumnya menjadi Rp24,8 triliun.
Sementara, tiap tahun, sejak 2020, anggaran Kemenhub berkisar Rp 30 triliun. Kemenhub mendapat anggaran Rp 34,7 triliun pada 2020. Sempat menurun pada tahun-tahun berikutnya, pada 2024 pagunya meningkat menjadi Rp38,9 triliun, sesuai laporan pemerintah tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I-2024.
“Adanya pemangkasan anggaran Kementerian Perhubungan dalam APBN tahun 2025 akan menambah beban untuk melanjutkan sejumlah program transportasi yang harus dilanjutkan,” katanya kepada Alinea.id, Sabtu (24/8).
Menurutnya, dalam sektor transportasi, banyak proyek yang bisa dikerjakan dengan skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU). Anggaran tak hanya mengandalkan anggaran pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta. Misalnya, swasta mendapat konsesi seperti jalan tol selama 40 tahun hingga 50 tahun. Demikian juga dengan transportasi jalan rel yang bisa mendapat konsesi hingga di atas 50 tahun. Meski, pemerintah tetap berperan menyediakan lahannya.
“Pemangkasan anggaran yang cukup signifikan itu membuat pesimistis pada pembangunan transportasi ke depan. Pagu anggaran Rp 24,8 triliun dinilai sangat kurang,” ujarnya.
Belum merata
Ia menilai, kemenhub mengalami degradasi karena semua pembangunan telanjur terpusat di Jawa. Tidak ada transportasi umum dan perhatian untuk daerah-daerah, misalnya daerah transmigran dan kawasan penghasil tambang atau mineral. Padahal di daerah tersebut menghasilkan sesuatu, tetapi daerahnya tidak sejahtera.
Ia pun memandang, KPBU hanya menarik untuk proyek-proyek di Jawa. Persoalan penduduk yang masih sedikit di luar Jawa kurang menarik bagi pengembang. Di sisi lain, tingkat pengembalian modal ke badan usaha akan lama.
Sesuai Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (2025), proyeksi kebijakan strategis Kemenhub pada 2026-2029 adalah mengembangkan konektivitas.
Sejauh ini, kata Djoko, masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah terkait transportasi umum. Belum ada prioritas pembangunan di sektor ini di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ia menilai, armada angkutan perintis yang bisa menambah kuantitas perjalanan dalam sepekan, misalnya 2-3 kali pun sudah cukup.
Dia bilang, angkutan perintis perlu mendapat perhatian khusus. Bus perintis yang dikelola Perum Damri, misalnya, yang mendapat penugasan menghubungkan daerah-daerah pelosok di Tanah Air, kurang mendapat dukungan dalam hal sarana dan prasarana.
“Ini dampaknya panjang, bisa ke angka putus sekolah, perkawinan usia anak dan stunting. Hal ini tidak pernah disadari, bahwa transportasi itu sudah menjadi kebutuhan dasar,” ucapnya.
Menurutnya, sejauh ini, arah kebijakan transportasi umum rezim selanjutnya belum jelas. Presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka belum pernah membicarakan isu-isu transportasi.
Walaupun sudah dijanjikan saat kampanye lalu, namun belum terlihat pembangunan atau pembenahan transportasi umum. Jadi, ia mengingatkan, keduanya harus punya menteri yang berkualitas serta benar-benar punya visi dan misi untuk mengembangkan transportasi dengan target-target.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan anggaran belanja setiap kementerian atau lembaga dalam RAPBN 2025 diimbangi oleh target realisasi pajak.
Kebijakan belanja negara disusun dengan memastikan dampak sosial yang seimbang, peningkatan kepatuhan pajak, dukungan terhadap iklim investasi, serta penegakan hukum yang ketat untuk mencegah kebocoran pendapatan, termasuk mempertimbangkan penerapan pajak kekayaan bagi orang superkaya.
Secara umum, katanya, struktur belanja pemerintah pusat hampir sama. Kecuali sektor pendidikan yang mengalami peningkatan signifikan. Sementara, belanja nonkementerian meningkat dengan pertumbuhan yang signifikan.
“Ternyata kenaikan tersebut cukup signfikan untuk pembayaran bunga utang yang harus dibayarkan tahun depan,” ujarnya, kepada Alinea.id.