Realisasi investasi sektor industri pengolahan sepanjang Januari-Maret 2022 mencapai Rp103,5 triliun. Jumlah tersebut memberikan kontribusi signfikan sebesar 36,7% terhadap total nilai investasi di Tanah Air pada triwulan I-2022, yang menembus Rp282,4 triliun.
“Investasi sektor industri pada triwulan I-2022 naik 17% secara year on year. Artinya, di tengah gejolak ekonomi global dan dampak pandemi Covid-19, kepercayaan diri para investor, khususnya dari sektor industri masih sangat tinggi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/4).
Menperin menjelaskan, pihaknya proaktif untuk menarik minat para investor nasional dan global agar tetap menanamkan modalnya di Indonesia. “Hal ini guna memperkuat struktur manufaktur industri di dalam negeri sehingga bisa lebih berdaya saing global,” ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Indonesia bertekad untuk semakin menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi para pelaku usaha melalui pemberian berbagai insentif fiskal dan nonfiskal. “Kenaikan investasi juga menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah masih on the right track,” tuturnya.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pada triwulan I-2022, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor industri manufaktur sebesar Rp25,6 triliun atau berkontribusi 18,9% terhadap total capaian PMDN yang menembus Rp135,2 triliun.
Sektor manufaktur yang mengucurkan dananya paling besar pada periode tersebut, yakni industri makanan dengan nilai Rp9,7 triliun melalui 2.181 proyek. Kemudian disusul industri kimia dan farmasi sebesar Rp4,6 triliun (846 proyek), serta industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya Rp2,6 triliun (432 proyek).
Sementara itu, pada Januari-Maret 2022, realisasi penanaman modal asing (PMA) di sektor industri manufaktur sebesar US$5,4 miliar atau menyumbang 52,9% dari total capaian PMA yang berada di angka USD10,3 miliar. “Sektor industri manufaktur memberikan kontribusi paling besar terhadap realisasi PMA pada triwulan I-2022,” ungkap Agus.
Adapun yang menjadi penyumbang dominannya adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar USD2,5 miliar dengan jumlah 443 proyek. Kemudian disusul industri kimia dan farmasi US$854 juta (650 proyek), industri makanan US$686 juta (951 proyek), serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain US$542 juta (468 proyek).
“Kalau secara total PMDN dan PMA, realisasi investasi terbesarnya dikontribusikan oleh industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar Rp39,7 triliun,” sebut Agus. Capaian gemilang ini tidak terlepas dari jalannya kebijakan hilirisasi industri, salah satunya upaya penghiliran nikel yang tengah dipacu dalam mendukung percepatan pembangunan ekosistem kendaraan listrik dengan pengembangan pabrik baterainya.
Merujuk data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total nilai investasi pada triwulan I-2022 mencetak rekor pertumbuhan tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir, atau tumbuh 28,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp219,7 triliun. Realisasi investasi triwulan I-2022 tersebut telah mencapai 23,5% dari target yang diamanahkan Presiden Joko Widodo sebesar Rp1.200 triliun pada tahun ini.
“Kami optimistis target tersebut bisa tercapai. Oleh karena itu, perlu adanya kepastian hukum dan kepastian usaha bagi para pelaku industri di Indonesia untuk mendukung iklim usaha,” tegas Menperin. Apalagi, perhelatan Presidensi G20 Indonesia akan menjadi momentum untuk membuka peluang dan menyampaikan potensi terhadap peningkatan kerja sama investasi, terutama di sektor industri.
“Pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan ajang Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) untuk menggaet lebih banyak investor global khususnya dari negara-negara G20,” imbuhnya. Namun demikian, untuk mencapai sasaran ini, diperlukan langkah sinergi dan kolaboratif di antara seluruh pemangku kepentingan terkait.
Menperin juga mengapresiasi kepada para pelaku industri yang kian agresif memperluas usahanya atau ekspansi di Indonesia. “Karena ini terbukti berdampak luas bagi pemulihan ekonomi nasional, termasuk pada peningkatan jumlah serapan tenaga kerja,” pungkasnya.