Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menilai, program pengembangan 4 juta jaringan gas (jargas) sambungan rumah tangga (SR) belum optimal. Pangkalnya, baru terealisasi 1 juta SR atau 25% dari target.
Pemerintah, sambungnya, juga tak mengalokasikan anggaran yang cukup pada APBN 2023-2024 untuk pembangunan jargas. Bahkan, alokasi anggaran pembangunan jargas dialihkan untuk membangun infrastruktur pipa gas alam ruas Cirebon-Semarang (Cisem).
"Akibatnya, upaya untuk mengejar target jargas tersebut jalan di tempat," ujarnya. "Bukannya mengejar target, pemerintah malah mengurangi target menjadi hanya 2,4 juta SR pada tahun 2024."
Menurut Pak Mul, sapaannya, impor LPG bisa dapat langsung dikurangi jika pemerintah membangun jargas karena membuat masyarakat beralih dari gas elpiji menjadi gas alam produk domestik. Dus, defisit transaksi berjalan sektor migas pun bakal tereduksi.
Ia pun mempertanyakan komitmen pemerintah membangun jargas dan menekan impor LPG. "Jangan-jangan ini permainan mafia impor."
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), ungkapnya, memiliki keterbatasan dalam membangun jargas secara mandiri, dengan sasaran keluarga menengah atas. Harga gas alam untuk rumah tangga juga kurang menarik sehingga animo penggunaannya untuk menggantikan LPG tidak tinggi.
Karenanya, Pak Mul mengusulkan gas alam untuk rumah tangga miskin disubsidi, seperti gas melon 3 kg, untuk menggenjot permintaan dan mengurangi impor LPG. Ia optimistis cara ini dapat mewujudkan target pengembangan jargas.
"Gas alam untuk penggunaan industri tertentu saja 'disubsidi' oleh pemerintah, kenapa pemerintah ragu untuk mensubsidi gas alam untuk penggunaan rumah tangga?" tuturnya.
"Kita bisa alihkan anggaran subsidi gas melon 3 kg menjadi subsidi gas alam untuk keluarga miskin. Ini, kan, soal kantong kiri dan kantong kanan dana APBN," imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.