Realiasai penerimaan pajak pada Januari sampai dengan Maret 2018 sebesar Rp262, 4 triliun atau tumbuh 16,2% jika dibandingkan dengan penerimaan 2017. Tetapi itu tanpa memperhitungkan Tax Amnesty. Jika penerimaan tax amnesty dimasukan, realisasi penerimaan pajak tumbuh 9,94% dibandingkan dengan 2017.
"Pada Januari sampai Maret tahun lalu masih ada tax amnesty. Jadi kita bersihkan dulu tax amnesty. Agar mendapatkan pertumbuhan dari penerimaan pajak dengan tidak terdistorsi tax amnesty," ujar Sri Mulyani, di Kementerian Keuangan, Senin (16/4).
Kontribusi penerimaan pajak per sektor dari Januari sampai dengan Maret 2018 terbesar, berasal dari industri pengolahan yaitu Rp 63,91 triliun (tumbuh 16,72%), sektor perdagangan Rp 53,10 triliun (tumbuh 28,64%), pertambangan Rp 11,78 triliun (tumbuh 70,88%), transportasi dan gudang Rp 9,61 triliun (tumbuh 10,76%), adminsitrasi pemerintahan Rp 4,29 triliun (naik sekitar 18%), dan Pertanian Rp 4,19 triliun (tumbuh 10,21%).
Pertumbuhan positif industri pengolahan dan perdagangan di triwulan I 2018 ini memberikan sinyal positif kinerja penerimaan pajak. Sedangkan kinerja sektor pertambangan merupakan dampak penguatan harga komoditas sejak akhir 2017. "Secara detil, penerimaan seluruh jenis pajak utama kita tumbuh double digit," ujarnya.
Sementara realisasi PPh pasal 21 tumbuh 15,73% menjadi Rp 30,39 triliun, PPh 22 impor realisasinya Rp 13,09 triliun atau naik 25,09%, PPh OP (Orang Pribadi) mencapai 5,35 triliun atau naik 17,61%, PPh badan sebesar Rp34,85 triliun atau naik 28,42%, PPh 26 mencapai Rp9,85 triliun atau tumbuh 24,13%, PPh final mencapai Rp26,37 triliun atau tumbuh 13,49%, PPN dalam negeri mencapai Rp55,33 triliun atau tumbuh 13,06%, PPN impor mencapai Rp40,71 triliun atau tumbuh 21,56%.
Pertumbuhan PPN dalam negeri dipengaruhi pelunasan tunggakan pajak sehubungan dengan partisipasi Tax Amnesty. Di luar pembayaran tersebut adalah sebesar 17,47%. Lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 13,8%. "PPh OP tumbuh positif, dampak dari pasca tax amnesty yang kita terus kita lakukan," ujarnya.
Sementara itu, untuk bea cukai tumbuh 15,84% jauh lebih tinggi dari tahun lalu yang -7% dan tahun 2016 yakni -48%. Bea masuk mengalami pertumbuhan 9,55%, dibandingkan dengan 2017 sebesar -5,3%. Bea keluar 70,38%, sementara tahun lalu 44%. Pertumbuhan cukai 16,2%, 2017 sebesar -12%, dan 2016 -67%.
Jika dilihat seluruh indikator, Sri Mulyani menyampaikan penerimaan negara Indonesia dipacu oleh menghilangnya ijon."Tax amnesty sudah mulai kita hilangkan pengaruhnya, dan kita mulai berhubungan dengan baseline yang sama, dan menunjukkan adanya momentum recovery dari kegiatan ekonomi. Ini yang kita mencoba terus jaga," terang dia.
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa PNBP periode Januari - Maret 2018 lebih baik jika dibandingkan pada dua tahun ke belakang. Sumber Daya Alam Migas PNBP mencapai Rp 27,9 triliun, melonjak dari Rp19,5 triliun pada 2017. Padahal produksi migas Indonesia lebih rendah dari asumsi.
PNBP nonmigas juga naik menjadi Rp 8,1 triliun dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 6,9 triliun. PNBP lainnya sebesar Rp 24,9 triliun atau hampir sama dibadingkan dengan tahun lalu. Pendapatan BLU (Badan Layanan Umum) meningkat Rp 10,1 triliun dibanding tahun lalu sebesar Rp 7,2 triliun.
"Total PNBP mencapai Rp 71,1 triliun. Tahun lalu Rp 58,2 triliun atau naik 22,1%. Jadi pertumbuhan seluruh komponen penerimaan per negara tumbuh double digit yang sangat strong," terang Sri Mulyani.