Realisasi pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mencapai Rp2.626,4 triliun atau setara 115,9% dari target dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022. Capaian tersebut tumbuh 30,6% dibandingkan tahun 2021.
Pendapatan tersebut berasal penerimaan perpajakan sebesar Rp2.034,5 triliun atau 114% dari Perpres 98/2022 dan tumbuh 31,4% dibandingkan 2021. Kemudian, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp317,8 triliun atau 106,3% dari Perpres 98/2022 dan meningkat 18% dibandingkan 2021.
"Capaian penerimaan perpajakan tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan permintaan yang terus membaik, tren peningkatan harga komoditas, kenaikan harga komoditas utama ekspor, serta peningkatan permintaan dalam negeri terkait barang impor," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dalam keterangan resminya, Rabu (4/1).
Selanjutnya, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp588,3 triliun atau 122,2% dari target dalam Perpres 98/2022. Angka ini naik 28,3% dibandingkan realisasi 2021.
"Yang mendukung peningkatan PNBP ini adalah meningkatnya harga komoditas (minyak mentah, mineral, dan batu bara) serta membaiknya layanan PNBP kementerian/lembaga (K/L) seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat," tutur Sri Mulyani.
Dari sisi pengeluaran, realisasi belanja mencapai Rp3.090,8 triliun atau meningkat 10,9% daripada realisasi 2021. "Ini sejalan dengan strategi kebijakan APBN yang berperan sebagai shock absorber," ucapnya.
"Anggaran belanja tersebut ditujukan untuk melindungi perekonomian dan masyarakat terhadap dampak risiko ketidakpastian global. Penyerapan belanja negara tersebut mencapai 99,5% dari Perpres 98/2022," imbuhnya.
Pengeluaran terdiri dari realisasi belanja pemerintah pusat Rp2.274,5 triliun atau 98,8% dari target Perpres 98/2022 atau naik 13,7% dibandingkan realisasi 2021. Ini terdiri dari realisasi K/L Rp1.079,3 triliun atau 114,1% dari Perpres 98/2022.
Adapun beberapa faktor memengaruhinya. Di antaranya, peningkatan pagu belanja K/L untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC PEN) di bidang kesehatan dan perlindungan sosial. Tambahan belanja di bidang kesehatan utamanya untuk penanganan pasien Covid-19, pembayaran insentif tenaga kesehatan, pengadaan obat-obatan atau vaksin penanganan Covid-19.
Sementara itu, tambahan belanja di bidang perlindungan sosial untuk menjaga daya beli dan meringankan beban pengeluaran masyarakat, seperti melalui program bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng, BLT BBM, dan bantuan subsidi upah (BSU), serta penanggulangan bencana alam di beberapa daerah.
Berikutnya, realisasi belanja non-K/L mencapai Rp1.195,2 triliun atau 88,2% dari Perpres 98/2022 atau meningkat 47,6% dibandingkan realisasi 2021. Jumlah tersebut, antara lain, terdiri dari pembayaran bunga utang Rp386,3 triliun atau 95,2% dari Perpres 98/2022 dan subsidi energi dan kompensasi Rp551,2 triliun atau 109,7% dari Perpres 98/2022. Angka ini naik 192,7% dari realisasi 2021, yang dipengaruhi lebih tingginya harga ICP dan meningkatnya konsumsi BBM dan listrik.
Lalu, realisasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKD) 2022 menembus Rp816,2 triliun atau 101,4% dari target Perpres 98/2022 dan meningkat 3,9% daripada realisasi 2021. Penyerapan TKD dipengaruhi peningkatan alokasi dana bagi hasil (DBH), kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), serta pelaksanaan program BLT desa.
Pembiayaan anggaran 2022 difokuskan untuk menutup defisit yang realisasinya mencapai Rp583,5 triliun atau 69,5% dari Perpres 98/2022 sebesar Rp840,2 triliun. Anggaran defisit utamanya untuk membiayai kegiatan dalam rangka keberlanjutan Program PC PEN.
Anggaran defisit juga berperan dalam mendukung kenaikan belanja negara untuk melindungi perekonomian dan masyarakat dalam rangka menghadapi ketidakpastian global. Realisasi pembiayaan utang pada 2022 mencapai Rp688,5 triliun atau 73,0% dari Perpres 98/2022 sebesar Rp943,7 triliun. Sebagian pembiayaan utang dimanfaatkan untuk pembiayaan investasi sebesar Rp106,8 triliun.
"Kinerja APBN adalah menggambarkan keseluruhan upaya Indonesia menghadapi pandemi yang luar biasa 3 tahun ini dan upaya Indonesia untuk memulihkan kondisi ekonomi masyarakat, kegiatan ekonomi, dan kondisi kesejahteraan masyarakat. Kita akan terus menjaga APBN keuangan negara sebagai instrumen yang kredibel, efektif, dan tentu sehat dan sustainable. Ini adalah salah satu prasyarat bagi Indonesia untuk terus maju dan berkembang sehingga kita bisa mencapai cita-cita negara Indonesia," tutur Sri Mulyani.