close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang petani melakukan penyadapan getah karet di Perkebunan PTPN VIII Panglejar, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7)./AntaraFoto
icon caption
Seorang petani melakukan penyadapan getah karet di Perkebunan PTPN VIII Panglejar, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7)./AntaraFoto
Bisnis
Kamis, 04 Juli 2019 17:55

Realisasi produktivitas perkebunan masih rendah

Kelapa sawit yang selama ini menjadi produk unggulan penghasil devisa, produktivitasnya hanya 36,3%.
swipe

Produktivitas komoditas perkebunan dinilai sudah “lampu merah”. Ini karena capaian hasil produksi jauh dari potensi produksinya. Untuk itu, pihaknya sedang melakukan assessment untuk meningkatkan produktivitas perkebunan.

“Kami melakukan assessment memang karena kondisi produktifitas kita sudah lampu merah. 
Artinya kinerja dan realisasi dengan yang dicapai jauh dari potensi produksinya,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Dedi Junaedi pada forum Investment Dialogue dalam APKASI Otonomi Expo 2019, di Jakarta Convention Center, Kamis (4/7).

Ia mencontohkan, kelapa sawit yang selama ini menjadi produk unggulan penghasil devisa, produktivitasnya hanya 36,3%. Padahal, itu sudah dilakukan assessment.

“Tentu saja kami bangga sebagai produsen nomor satu di dunia. Tetapi berbicara hasil produsen terbesar saja tidak cukup, tentu kita tidak bisa lepas dari produktivitas,” tuturnya.

Hal yang sama juga terjadi di hasil perkebunan kelapa. Secara persentase, produktivitas kelapa lebih anjlok dibandingkan dengan sawit, yakni hanya 20,6% dari potensinya.

Untuk menanggulangi itu, pihaknya sedang menggalakan program BUN500. Melalui program tersebut, Ditjen Perkebunan Kementan menyediakan 500 juta bibit unggul yang dapat digunakan petani untuk meningkatkan produktivitas hasil kebun.

“Program ke depan fokus kepada BUN500, akan dimulai pada 2020 sampai 2024,” katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan sesuai dengan harapan Presiden, Indonesia akan memulai kembali kejayaan rempah nusantara.

“Rempah menjadi prioritas, lada pala cengkeh, kopi, kakao, kelapa. Kita akan kembalikan lagi kejayaan rempah,” ucapnya.

Sektor pertanian saat ini masih menjadi sendi utama perekonomian Indonesia. Setidaknya empat dari sepuluh komoditas ekspor andalan berasal dari produk pertanian, yakni karet, sawit, kakao dan kopi.

Sebelumnya presiden terpilih periode 2019-2024 Joko Widodo, menilai sektor pertanian menjadi industri yang penting dan strategis, tidak hanya sebagai tulang punggung perekonomian, tetapi juga ketahanan pangan masyarakat Indonesia.

Selama periode kepemimpinannya sejak 2014, janji swasembada pangan memang belum terealisasi sempurna. Namun begitu, Indonesia juga harus siap menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, di mana penguasaan teknologi menjadi krusial.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan