close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Real Estat Indonesia (REI) saat melakukan workshop go public untuk perusahaan properti kecil-menengah di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (27/2/2020). Alinea.id/Annisa Saumi.
icon caption
Anggota Real Estat Indonesia (REI) saat melakukan workshop go public untuk perusahaan properti kecil-menengah di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (27/2/2020). Alinea.id/Annisa Saumi.
Bisnis
Kamis, 27 Februari 2020 12:23

REI Jakarta dorong pengembang kecil dan menengah untuk IPO

Dari 6.000 pengembang properti, baru 1% yang melantai di bursa.
swipe

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta mendorong pengembang properti kecil dan menengah masuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sekretaris DPD REI DKI Jakarta Arvin Iskandar mengatakan saat ini ada 6.000 pengembang yang tergabung dengan REI. Namun, hanya 60-70 pengembang properti saja yang baru masuk ke pasar modal.

Arvin melanjutkan, penawaran perdana saham dapat menambah struktur permodalan perusahaan properti yang sangat penting bagi ekspansi. Apabila pengembang properti melakukan go public, ruang untuk menambah permodalan jadi semakin besar.  

"Struktur permodalan ini jadi faktor bagi kami untuk ekspansi. Kalau lewat perbankan prosesnya cukup panjang dan yang kami alami, pinjaman dari bank tak bisa untuk membeli tanah," ujar Arvin di BEI, Jakarta, Kamis (27/2).

Menurutnya, dengan melakukan go public, perusahaan properti bisa meningkatkan nilai ekuitas, added value, dan image perusahaan. Selain itu, kalangan perbankan dan institusi lainnya akan lebih mengenal perusahaan terbuka.

Namun, Arvin mengatakan saat ini, masih banyak pengembang properti yang ragu-ragu untuk go public karena banyak perusahaan yang merupakan korporasi milik keluarga.

"Yang pasti perusahaan keluarga ini dituntut lebih terbuka ketika go public, sehingga perusahaan bisa meningkatkan profesionalisme," ujar Arvin.

Sementara itu, Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan BEI sudah memberi ruang untuk perusahaan-perusahaan yang tergolong kecil-menengah untuk melakukan melantai di bursa.

"Termasuk anggota REI yang belum besar dari sisi ekuitas maupun asetnya, itu sekarang bisa mengakses pendanaan di BEI melalui papan akselerasi," tutur Hasan dalam kesempatan yang sama.

Hasan melanjutkan, dengan go public, ruang untuk menambah struktur permodalan menjadi semakin besar. Apabila menambah permodalan melalui perbankan, lanjut Hasan, memang ada biaya bunga yang harus dibayar dan tidak semua perusahaan dapat mengakses sumber pendanaan perbankan.

"Berbeda kalau mencatatkan saham di bursa, ini bentuknya sharing ownership. Jadi sangat terbuka. Basis investor kita juga sangat banyak, ada 2,6 juta investor di pasar modal yang siap mendapatkan penawaran untuk penggalangan dana dari korporasi," kata Hasan.

Di sisi lain, kata Hasan, dengan mencatatkan saham di bursa, ada tuntutan dan ketentuan yang harus dipatuhi. Terutama yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan.

"Mereka (perusahaan) juga dituntut semakin rapi dan terbuka. Jadi investor sebenarnya terlindungi karena ada tuntutan keterbukaan informasi," ucap Hasan.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan