Real Estat Indonesia (REI) mengapresiasi keputusan pemerintah yang menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) sektor properti selama enam bulan per Maret 2021. Diyakini bakal menggenjot penjualan yang sempat lesu sejak setahun lalu karena pandemi Covid-19.
"Seumur-umur, kan, enggak ada free pajak. Ini baru pertama kali dan kita terima kasih sama dukungan pemerintah, khususnya (Kementerian) PUPR, dan (Kementerian) Keuangan, dan Menko Perekonomian," ujar Ketua Umum REI, Paulus Totok Lusida, saat dihubungi, Selasa (2/3).
Dirinya optimistis program tersebut dapat menggairahkan sektor properti lantaran masyarakat bakal mendapat keuntungan berlipat apabila membeli hunian saat pandemi.
"Kan, begini, (pertama) harga rumah (sudah) turun (karena pandemi). Kedua, calon pembeli itu tidak menanggung perpajakan yang ada. (Itu) ditanggung pemerintah. Ya, otomatis, kan, laku," jelasnya.
Sedangkan bagi pelaku usaha, akan kembali membuat produk baru lantaran penjualan melonjak. "Kita berusaha juga sosialisasi ke masyarakat, bahwa dari Maret-Agustus, properti yang kita jual itu harganya khusus," ucap Paulus.
Industri penunjang properti pun diyakini turut merasakan manfaat PPN ditanggung pemerintah (DTP). Ada sekitar 174 industri dan lebih dari 350 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkelindan dengan sektor properti.
"Jadi, menanggapi kebijakan ini, kita akan gaspol untuk melaksanakan untuk kalangan menengah dan menengah atas," lanjut dia. "Kita akan menjalankan amanah yang dipercayakan pemerintah untuk membangkitkan properti."
Di sisi lain, kebijakan PPN DTP dinilai bakal meningkatkan penjualan rumah stok. Meskipun demikian, REI tetap mengapresiasi terobosan itu lantaran perlu kolaborasi seluruh pihak dalam menggerakkan sektor properti.
"(Sektor) properti ini, kan, (butuh) kolaborasi semua pihak, yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Pemulihan ekonomi ini di sektor properti emang harus dilakukan bersama-sama," paparnya.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian insentif fiskal untuk sektor properti berupa PPN DTP untuk rumah tapak dan rumah susun (rusun) selama 6 bulan sejak 1 Maret-31 Agustus 2021. Besaran PPN DTP, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.010/2021, sebesar 100% bagi rumah dengan harga jual hingga Rp2 miliar atau 50% dengan harga jual di atas Rp2 miliar-Rp5 miliar.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, latar belakang insentif ini karena kontribusi properti terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 20 tahun terakhir terus meningkat. Dari 7,8% pada 2000 menjadi 13,6% di tahun 2020.
"Namun di sisi lain, pertumbuhan sektor properti mengalami kontraksi. Pada tahun 2020, minus 2% bahkan sektor konstruksi turun lebih dalam, yaitu minus 3,3%," katanya dalam telekonferensi, Senin (1/3).
Airlangga melanjutkan, pekerja sektor properti pun meningkat dari 2000 hingga 2016. Akan tetapi, merosot pada 2020 menjadi 8,5 juta dari 9,1 juta pada 2019 akibat pandemi.
Kontribusi kredit properti terhadap total kredit juga naik dari 7,3% pada 2002 menjadi 19,5% pada tahun lalu. Imbas pagebluk, industri ini turun signifikan pada 2020, yaitu penjualan turun 21%.
Dampak terbesar terjadi pada rumah besar yang turun 37%. Pertumbuhan harga tertinggi terjadi pada rumah tipe kecil dengan kenaikan sebesar 1,87%.
Konstruksi, tambah Airlangga, menjadi sektor dengan hasil berganda paling tinggi efeknya baik dari sisi forward-linkage maupun backward-linkage. "Terdapat 174 industri ikutan seperti baja, semen, cat, mebel, dan alat rumah tangga serta 350 jenis industri kecil terkait, seperti industri furnitur, kasur, mebel, sapu, alat dapur, dan toiletries,” tandasnya.