Proposal perdamaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Garuda Indonesia akhirnya disahkan pada Senin (27/6), setelah 347 kreditor menyetujui rencana perdamaian tersebut dalam voting yang dilaksanakan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jumat (17/6) lalu. Rencana perdamaian yang disahkan oleh Majelis Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, menjadikan Garuda lebih yakin atas pemulihan kinerja yang lebih cepat.
Kartika Wirjoatmodjo selaku Wakil Menteri BUMN II menyampaikan, dengan disahkannya persetujuan rencana perdamaian PKPU oleh kreditur, diharapkan dapat menjadi basis akselerasi kinerja Garuda untuk terus merestrukturisasi bisnisnya. Garuda juga diharap mampu mengoptimalkan upaya business revival dengan target pemulihan yang terukur.
Kartika juga menambahkan, Kementerian BUMN akan terus mengawal langkah transformasi kinerja manajemen Garuda agar menjadi entitas bisnis yang semakin sehat dan profitable.
“Dengan outlook industri penerbangan yang akan semakin kompetitif, kami meyakini business plan yang telah disusun Garuda Indonesia dapat terus mendorong langkah penguatan kinerja dengan fokus utama menjadi maskapai penerbangan yang berdaya saing,” lanjut Kartika.
Menurut Irfan Setiaputra yang menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, dengan disahkannya rencana perdamaian ini tentu menjadi refleksi tersendiri atas optimisme seluruh stakeholder khususnya kreditur terhadap kiprah kinerja Garuda Indonesia di masa yang akan datang.
“Momentum ini yang terus kami optimalkan untuk terus memacu pertumbuhan kinerja usaha yang positif, khususnya melalui fokus akselerasi basis kinerja operasional, penyelarasan cost structure perusahaan yang semakin solid terhadap tantangan kinerja ke depannya,” jelasnya.
Irfan menyampaikan, Garuda Indonesia juga berkomiten untuk terus bertransformasi menjadi entitas bisnis yang lebih kuat, sehat, dan mampu mempercepat pemulihan dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Hal ini agar bertepatan dengan momentum pemulihan ekonomi nasional serta relaksasi mobilitas masyarakat yang menjadi aspek esensial dalam pemulihan industri penerbangan.
Dalam rencana perdamaian tersebut, terdapat penyelesaian kewajiban usaha d iantaranya penyelesaian kewajiban usaha melalui arus kas operasional, konversi nilai hutang menjadi ekuitas, modifikasi ketentuan pembayaran baru jangka panjang dengan periode tenor tertentu, hingga penawaran instrument restrukturisasi baik dalam bentuk surat utang baru maupun ekuitas. Selain itu, skema restrukturisasi yang dijalankan akan menyesuaikan dengan kelompok kreditur yang telah diklasifikasikan berdasarkan nilai kewajiban usaha maupun jenis entitas bisnis masing-masing kreditur.
Selanjutnya, dalam rencana kerja juga terdapat penambahan armada yang berfokus pada aspek profitabilitas kinerja usaha. Hal ini diselaraskan dengan mengoptimalkan rute penerbangan dengan kinerja positif, memaksimalkan pangsa pasar kargo dan ancillary revenue atau pendapatan di luar penjualan tiket, serta mengintensifkan diskusi bersama pemerintah terkait dukungan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun yang akan menjadi bagian dari skema right issue perusahaan dalam upaya memulihkan operasional penerbangan.
“Kami juga memahami bahwa berbagai agenda strategis ini perlu dilakukan dengan prudent dan seksama, sehingga kami berkomitmen untuk menjalankan seluruh aksi korporasi ini dengan memperhatikan aspek kehati-hatian sesuai dengan good corporate governance yang berlaku,” pungkas Irfan.