close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
Bisnis
Sabtu, 19 Desember 2020 06:30

Resepsi pernikahan lebih hemat dengan virtual wedding

Anggaran konsumsi bisa dipangkas namun pengantin harus mengalokasikan anggaran untuk audio visual.
swipe

Kondisi pandemi memaksa gelaran pernikahan tak seperti biasanya. Tak ada antrean jabat tangan untuk memberikan selamat, jajaran makanan berlimpah maupun beragam hiburan yang membuat pesta makin meriah. Resepsi pernikahan di era pandemi kini tersaji dalam bentuk virtual.  

Yuliyanna Fauzi (27) tak pernah membayangkan akan menggelar pernikahan di masa pandemi. Apalagi, mengundang ratusan tamu untuk hadir secara virtual di pesta resepsinya.

Meski demikian, ide untuk menjalani konsep virtual wedding dirasakan membantu bagi dirinya dan pasangan. Utamanya, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang hingga kini angka kasus infeksinya belum juga mereda. 

"Menikah dengan zoom atau aplikasi online lain sangat membantu. Tetap bisa membagi kebahagiaan, tanpa merepotkan orang lain dan tetap bisa patuh protokol kesehatan," ujar Yuliyanna saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (17/12). 

Uli, begitu perempuan itu akrab dipanggil, menggelar pernikahan pada 29 November 2020. Bersama pasangannya, Uli hanya membutuhkan waktu persiapan menuju hari H kurang dari sebulan. 

Sebetulnya rencana naik ke pelaminan sudah ia diskusikan bersama pasangannya sejak tahun 2019. Tak dinyana, pandemi melanda sejak Maret 2020. Belum lagi kabar duka yang datang dari keluarga dekat Uli pada akhir September 2020. Kondisi ini membuat rencana pernikahan pun terombang-ambing.

"Waktu itu nunggu 40 hari meninggalnya adik, itu pas 31 Oktober 2020. Jadi baru bisa mulai menyiapkan pernikahan itu 1 November 2020," lanjut wanita yang berdomisili di Serpong, Tangerang Selatan, ini.

Sebagai calon pengantin yang kala itu tidak menggunakan jasa wedding organizer (WO), dia bersama sang kekasih mengurus sendiri semua keperluan. Mulai dari mencari venue hingga printilan vendor satu per satu. Termasuk mencari jasa vendor yang mendukung prosesi pernikahan secara virtual.

Pertimbangan kualitas dan efisiensi, termasuk bujet yang terjangkau, membuat keduanya mengurus persiapan pernikahan secara mandiri. Jika ditotal, Uli dan pasangan cukup merogoh anggaran sekitar Rp30 juta.  

"Aku yakin sih bisa banget urus nikah sendiri, cuma mungkin harus rela pusing sama meluangkan waktu saja," kata karyawan swasta ini.

Dalam urusan pengadaan pesta virtual, Uli menggandeng vendor yang membantunya menggelar siaran langsung via Zoom dan Youtube selama acara pernikahan.

"Kalau untuk vendor Zoom sama Youtube untuk virtual ini aja butuh Rp3 juta, tapi kemarin karena tambah sound system jadinya Rp 5juta," imbuh perempuan lulusan kampus di Jawa Barat ini. 

Prosesi pernikahan Uli kala itu, dia rasakan, berlangsung secara intim. Sebab, hanya keluarga terdekat berjumlah sekitar 30 orang di lokasi dengan protokol pencegahan Covid-19. Sedangkan kerabat dan teman-temannya bisa hadir secara virtual melalui aplikasi Zoom dan Youtube. 

"Paling ribet di perencanaan dan eksekusi akhir, karena ini semuanya sendiri dan pengalaman pertama kami. Tapi, ya itu justru serunya," ujar sembari tertawa.  

Ilustrasi pesta virtual. Pexels.com.

Beda dengan Uli, Allbi Ferdian (27) memutuskan untuk menggunakan jasa WO saat menggelar virtual weddingnya pada tanggal 5 Desember 2020. Meski menghabiskan dana lebih besar, sekitar Rp70 juta, namun dia lebih dimudahkan dengan paket pelayanan komplet untuk pernikahan.
  
"Kalau hari biasa ditawari Rp70-80 juta, kalau di pandemi ini Rp55 juta cuma makanannya benar-benar sederhana. Jadi upgrade ke makanan, sama rias, dekorasi nambahnya lumayan. Kalau ditotal Rp70 juta," cerita Allbi di kesempatan berbeda kepada Alinea.id, Rabu (16/12). 

Sejumlah dana itu, lanjut Allbi, juga termasuk pelayanan untuk menghadirkan para tamu undangan secara virtual lewat Zoom. Dengan begitu, kerumunan saat pergelaran pernikahan secara langsung bisa diminimalisasi.

"Ada 200 oranglah yang hadir di acara pernikahan yang disiarkan di Zoom kemarin," imbuhnya. 

Allbi pun tak memungkiri menikah di masa pandemi memang memiliki tantangannya tersendiri. Dia menceritakan, sempat mengalami 'drama' sebelum akhirnya mantap menikah di hari H. 

Karyawan swasta yang berdomisili di Bandung itu mengaku, 4 minggu sebelum hari H mendapat laporan gedung yang akan dia sewa ternyata tidak disetujui. Pasalnya, venue menikah itu ternyata termasuk gedung pemerintahan yang memiliki aturan ketat selama masa pandemi ini. 

Ia sempat ditawari menggunakan gereja setempat untuk menikah. Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya dia memutuskan untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitar tempat tinggal pasangannya. Lokasi di Jakarta Barat itu akhirnya menjadi tempat melangsungkan akad dan resepsi pernikahan. 

"Harus izin RT, RW, lurah, camat dan rapihin protokol segala macam dengan dijadikan dua sesi sampai enggak ada musik atau hiburan. Akhirnya bisa," katanya lega. 

Sebagai bagian dari protokol Covid-19, dia pun wajib menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun) bagi undangan terbatas. Tamu undangan yang tidak lebih dari 30 orang harus memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. 

Guna mencegah kerumunan, Allbi dan pasangan pun membagi waktu kedatangan tamu yang hadir secara langsung di pernikahannya. "Pas jam 10 pagi banyaknya keluarga, jam 11 siang baru undangan umum. Lalu, jam 12 siang sampai jam 1 siang, kemudian jam 3 siang datang lagi. Sehari full," jelasnya. 

Geliat tren virtual wedding 

CEO & Founder MANA Event and Wedding Organizer Ethel Riadi mengungkapkan bahwa pandemi berdampak cukup signifikan bagi bisnis wedding organizer. Tidak sedikit klien yang meminta pembatalan dan penundaan hingga waktu yang tidak ditentukan. Ini terjadi seiring dengan ketidakpastian pandemi.

“Acara pernikahan pun dibuat dalam skala yang kecil, sehingga terkadang pengantin pun menjadi ragu untuk menggunakan jasa kami,” kata Ethel secara tertulis kepada Alinea.id, Jumat (18/12).

Di momen inilah, Ethel melanjutkan, tren virtual wedding menjadi peluang baru dalam bisnis pelayanan persiapan pernikahan. Termasuk, bagaimana menyiapkan kelengkapan segala keperluan hingga menyajikan audio visual yang baik untuk penonton di rumah.  

Tantangan dalam menggelar live virtual, menurutnya, adalah penggunaan kamera yang digunakan, dan ketepatan angle dalam pengambilan gambar. Semakin banyak angle gambar yang diambil, akan semakin membutuhkan banyak kamera untuk switcher

Untuk tiap satu kamera, dirinya bersama timnya biasanya mematok biaya sekitar Rp2 juta sampai Rp3 juta. Maka dari itu, dia tidak menyangkal, virtual wedding sebetulnya juga tetap membutuhkan biaya yang tidak murah. Sebab, membutuhkan tenaga teknis serta alat untuk pengambilan gambar secara profesional.
 
Ethel memaparkan anggaran Rp2 juta akan menggunakan 1 kamera, 1 operator modem, dan 1 stream platform. Sementara, jika merogoh kocek Rp3 juta, klien akan mendapatkan 2 kamera, 1 operator modem dan zoom meeting (100 participians).

“Sehingga, tak jarang membuat calon pengantin pun berpikir 2x untuk menggunakan metode Zoom atau live streaming di  Youtube. Sebagian, mengalihkan live instagram karena tidak mengeluarkan biaya yang begitu besar,” ujarnya. 

Secara keseluruhan, paket yang dirinya tawarkan dalam menjalani virtual wedding membutuhkan biaya setidaknya sekitar Rp26 juta. Dengan jumlah itu, timnya sudah menyediakan mini decoration, foto dan video, pemandu acara, sound system, make-up dan baju, crew WO, serta live streaming

“Untuk makan, karena tamu lebih sedikit dan biasanya hanya 20 orang yang datang, biasanya kami menyediakan dalam bentuk box atau pihak pengantin menyediakan sendiri,” imbuhnya. 

Guna menarik minat calon pasangan pengantin, dia mengaku melakukan strategi dengan konsep kedekatan atau kekeluargaan. Jadi, WO memperlakukan klien seperti terhadap saudara. 

“Memahami mereka lebih dalam, semua keinginan mereka dan menawarkan dengan harga yang baik, sehingga munculnya word of mouth yang baik dari mereka kepada orang lain,” pungkasnya. 

Menurut Open Growth, virtual wedding memang memiliki keistimewaan tersendiri di masa pandemi ini. Dengan perkembangan teknologi, merencanakan pernikahan secara virtual ini sudah terfasilitasi dengan kemudahan berkomunikasi dan memperoleh informasi. 

Calon pengantin pun tidak perlu mondar-mandir terlalu sering, sebab banyak hal yang bisa dilakukan secara online. Seperti, pameran pernikahan virtual. 

Pandemi ini memang menjadikan para vendor pernikahan berpikir lebih kreatif. Sebab, dengan segala keterbatasan, kegiatan konsultasi bisa dilakukan via Skype hingga bridal shower melalui Zoom. Kuncinya, melek teknologi.

Bagi para calon pengantin, virtual wedding ini juga menjadi alternatif menarik yang bisa diterapkan. Pengantin tetap bisa melakukan sosialisasi dan mengabarkan kabar bahagia pernikahan tanpa menimbulkan kerumunan. Cara ini relatif lebih aman selama masa pandemi Covid-19.      

Dilansir dari situs resmi WHO, saat menghadiri pernikahan penting untuk tamu patuh pada aturan pengamanan Covid-19 yang ada. Setidaknya, pengunjung harus taat aturan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak minimal 1 meter. 

Sementara, jika pengunjung merasa tidak enak badan, sebaiknya juga tidak menghadiri pernikahan secara langsung. Sehingga, menghadiri pernikahan secara virtual bisa jadi alternatif. 

Bagi penyelenggara pernikahan di lokasi, juga diharapkan bisa menerapkan disiplin pedoman pengamanan Covid-19 hingga pedoman lokal setempat sebelum merencanakan acara. Selain itu, penyelenggara juga harus melakukan sosialisasi kepada para tamu terkait tindakan pencegahan sebelum acara dimulai. Selama acara berlangsung, WO harus mengingatkan pula para tamu tentang tindakan pencegahan yang mesti dipatuhi. 

Untuk meminimalisir risiko penularan Covid-19, tempat terbuka (outdoor) juga lebih direkomendasikan dibanding di dalam ruangan. Pastikan juga, area acara berventilasi baik.  

Hal yang paling dikhawatirkan dari penyelenggaraan pernikahan adalah kerumunan. Maka dari itu, selain hanya mengundang secara terbatas sebaiknya juga memberikan shift (bagian) waktu atau dengan memberi nomor urut masuk. Tiap-tiap kursi pun perlu ditata sedemikian rupa agar berjarak minimal 1 meter.

Tak kalah penting, berbagai perlengkapan yang diperlukan untuk protokol Covid-19 pun harus memadai. Seperti, tempat mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, tisu, tempat sampah tertutup, masker, hingga penanda jarak.
 
Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam memang sudah terlebih dahulu mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pelayanan nikah.

Dalam Surat Edaran tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Nikah pada Masa Pandemi Covid-19 yang diterbitkan 10 Juni 2020 lalu, masyarakat diperkenankan untuk melaksanakan akad nikah di luar KUA.

Namun, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi calon pengantin bila ingin melangsungkan akad nikah di luar KUA. “Dengan terbitnya edaran ini, maka calon pengantin diperkenankan untuk melangsungkan akad nikah di KUA, rumah, masjid, atau pun gedung pertemuan,” kata Direktur Jenderal Bimas Islam Kamaruddin Amin, di Jakarta, Jumat (12/6).

Ia menambahkan, untuk pelaksanaan akad nikah di KUA dan rumah bisa dihadiri maksimal oleh 10 orang. “Sementara untuk pelaksanaan akad nikah di Masjid atau gedung pertemuan, dapat dihadiri maksimal oleh 30 orang,” tutur Kamaruddin.

Menurut Kamaruddin, Bimas Islam menerbitkan edaran ini untuk memberikan rasa aman sekaligus tetap mendukung pelaksanaan pelayanan nikah dengan tatanan normal baru.

img
Nurul Nur Azizah
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan