Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengklaim Indonesia sebagai negara paling maju dalam industri daur ulang dan penggunaan botol plastik daur ulang. Dalihnya, telah menyelesaikan 35,5% permasalahan sampah plastik di laut, sedangkan targetnya adalah 70% pada 2025.
"Indonesia salah satu negara yang mungkin kalau saya bilang paling maju dalam penanganan ini karena kita punya komitmen tahun 2025 itu 70% kita sudah bisa selesaikan. Hari ini, kita sudah menyelesaikan 35,5% sampah plastik di laut," katanya dalam peresmian fasilitas daur ulang botol plastik polyethylene terephthalate (PET) yang dikelola PT Amandina Bumi Nusantara dan Yayasan Mahija Parahita Nusantara, Rabu (8/2).
Meskipun demikian, menurut Luhut, target tersebut belum sepenuhnya bisa membuat Indonesia bebas sampah plastik di laut karena masih banyak sampah yang tenggelam dan berada di dasar laut.
Karenanya, saat ini dikembangkan teknologi agar sampah plastik tersebut terapung sehingga mempermudah proses pengumpulannya.
"Kita pengin plastik itu dibuat supaya dia bisa mengambang. Jadi, botol-botol plastik tidak turun ke bawah laut dan ini akan memudahkan kita untuk meng-collect. Teknologi ini lagi kita studi dan kita berharap itu bisa segera diproduksi," tuturnya.
Jika teknologi tersebut telah dikembangkan, Luhut berharap seluruh pabrik botol dan industri minuman kemasan di Indonesia menggunakannya. Pemerintah juga mendorong swasta membangun pabrik-pabrik yang mengolah botol dan sampah plastik tersebut karena selain menyelamatkan lingkungan, juga membuka lapangan pekerjaan.
Lebih jauh, Luhut menyampaikan, perlu penambahan kapasitas tampung Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Sebab, sejauh ini baru ada rumah pemulihan material (RPM) sampah dari Provinsi DKI Jakarta berkapasitas 2.000 ton/hari dan itu masih kurang mengingat sampah dari ibu kota mencapai 8.000 ton/hari.
"Angka ini besar sekali. Oleh karena itu, keberadaan TPST perlu ditingkatkan karena sekarang masih 25.000/tahun dan kalau bisa 2 tahun ke depan kita tingkatkan double karena, menurut saya, plastik ini berbahaya, tapi dibutuhkan," paparnya.
Sampah plastik yang terbawa ke laut dapat hancur menjadi partikel plastik, kemudian dikonsumsi ikan. Selanjutnya, ikan-ikan tersebut dikonsumsi manusia. Luhut menilai, hal ini sangat meresahkan dan dapat menyebabkan kelahiran generasi cacat.
"Bahaya kalau ikannya dikonsumsi ibu hamil, lalu lahir generasi cacat. Kita tidak mau melihat generasi cacat di Indonesia. Oleh karena itu, saya terus terang sangat memperhatikan hal ini. Tidak hanya omong kosong, kita harus eksekusi sekecil apa pun kita harus mulai," tegasnya.