close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Sejumlah kendaraan memadati ruas jalan Tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (20/5/2020). Restrukturisasi kredit juga banyak dilakukan di multifinance yang core bisnisnyamemberikan kredit kendaraan.Antara Foto/Yulius Satria.
icon caption
Sejumlah kendaraan memadati ruas jalan Tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (20/5/2020). Restrukturisasi kredit juga banyak dilakukan di multifinance yang core bisnisnyamemberikan kredit kendaraan.Antara Foto/Yulius Satria.
Bisnis
Rabu, 20 Mei 2020 18:37

Ramai-ramai pilih restrukturisasi, multifinance mesti selektif

Selama ini sumber penghasilan multifinance bergantung pada bunga cicilan nasabahnya. 
swipe

Pilihan memberikan restrukturisasi kredit kepada nasabah juga membuat dilema bagi perusahaan pembiayaan atau multifinance. Adanya restrukturisasi di multifinance bisa memengaruhi likuiditas multifinance. 

Seperti diketahui, sumber pendanaan multifinance berasal dari pinjaman seperti: bank dan penerbitan surat hutang. Karena tidak menghimpun dana, sumber penghasilan multifinance bergantung pada bunga cicilan nasabahnya. 

Artinya jika nasabah mengajukan restrukturisasi kredit seperti: keringanan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit dan pengurangan tunggakan pokok kredit, imbasnya pada likuiditas multifinance. 
 
Memang liabilitas dan ekuitas multifinance terbilang masih kuat, per Maret 2020 sebesar Rp543,24 triliun naik 5,8% dari Rp513,16 triliun per Maret 2019. Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan agar multifinance berhati-hati. 

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, restrukturisasi di multifinance berbeda dengan perbankan. Sebab, kondisi arus kas perusahaan pembiayaan sangat terganggu akibat adanya restrukturisasi. Ini berbeda dengan perbankan yang mempunyai alat likuiditas, surat berharga, dan bantalan likuiditas.

"Mereka (perusahaan pembiayaan) sangat terganggu dengan adanya penundaan ini. Sehingga restrukturisasi disesuaikan dengan kapasitas lembaga jasa keuangannya," kata Anto pada Rabu (20/5). 
 
Sementara minat permohonan restrukturisasi multifinance terbilang tinggi mencapai 2,6 juta kontrak. Dari total tersebut sebanyak 721.101 kontrak dalam proses persetujuan.

"Jumlah restrukturisasi yang disetujui 1,8 juta kontrak dengan nilai Rp52,94 triliun," ujar Anto.

Ramai-ramai melakukan restrukturisasi dilakukan kreditur usaha mikro kecil menengah (UMKM) perbankan. OJK mencatat sebanyak 3,76 debitur melakukan restrukturisasi, nilainya mencapai  Rp190,3 triliun. 

Seperti diketahui restrukturisasi kredit merupakan bagian dari implementasi dari Peraturan OJK 11/2020 tentang stimulus perekonomian sebagai kebijakan kontra siklus pandemi Covid-19.

OJK memprediksi potensi restrukturisasi ke debitur UMKM mencapai 12,5 juta debitur dengan outstanding kredit mencapai Rp538,2 triliun.

"Sudah banyak sekali dilakukan restrukturisasi. Kalau perbankan tak melakukan restrukturisasi, akan membebani permodalannya. Tapi kalau melakukan restrukturisasi, akan mempengaruhi arus kasnya," ujar Anto. 

Meski begitu, OJK memastikan di tengah proses restrukturisasi tetap memastikan bank tidak kering likuiditas. Kata Anto, OJK tak mau melihat ada bank yang 'batuk' karena kekurangan likuditas. Sehingga pemerintah dalam forum KSSK,tengah menyiapkan penyangga likuiditas.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan