Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan, tantangan pembangunan saat ini dan masa mendatang itu cukup besar. Tidak hanya pada perubahan iklim, tetapi juga ada isu Covid-19 yang mengakibatkan resesi dalam pembangunan ekonomi. Maka dari itu ekonomi hijau, bisa menjadi salah satu solusi untuk perubahan.
“Tidak kalah penting dalam pembangunan ekonomi kita ialah climate change yang akan menjadi platform yang akan kita hadapi dan kecenderungan mengalam diversity. Mengingat kondisi lingkungan kita juga sangat mengkhawatirkan. Maka harus memperhatikan bagaimana mendesain pembangunan kita ke depan," kata Medrilzam, dalam Acara BKPM secara virtual, Kamis (6/1).
Terutama pada perubahan kondisi akibat terjadinya cuaca ekstrem. Baik itu ekstrem hujan maupun terik yang akan menyebabkan banjir, longsor, serta kekeringan. Hal itu tentunya akan berdampak pada produktivitas sektor terkait, seperti pertanian. Itulah sebabnya sampai 2024, Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi akibat bencana perubahan iklim cukup besar.
"Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga Rp544 triliun selama 2020-2024 akibat dampak perubahan iklim apabila tidak ada intervensi kebijakan atau business as usual. Ini harus kita antisipasi. Bagaimana caranya mengurangi potensi kerugian ini," tegasnya.
Rincian kerugian tersebut adalah untuk sektor pesisir dan laut Rp408 triliun, air Rp28 triliun, pertanian Rp78 triliun, dan kesehatan Rp31 triliun. Potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim antara lain kecelakaan kapal dan genangan pantai, penurunan ketersediaan air, penurunan produksi beras, hingga peningkatan kasus demam berdarah.
Di sisi lain, tingkat global pun sudah ada berbagai upaya mengatasi isu lingkungan dan hambatan perdagangan internasional.
“Kebetulan Uni Eropa (EU) akan menerapkan new green deal mereka di 2050. Di mana EU akan menerapkan carbon tax atau berbagai kebijakan lain. Oleh karena itu perlu menyikapi untuk ekspor ke EU. Karena tuntutannya nanti produk yang masuk ke EU itu akan dikenakan pajak bila masih mengandung high carbon content dan ini berisiko untuk kita,” ungkapnya.
Makanya, untuk merespons hal itu, dia menilai, perlu mendesain proses ekonomi hijau dan rendah karbon. Hal itu untuk menjadi model pembangunan yang mensinergikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Harapannya, tentunya ekonomi hijau ini dapat mendorong peluang kerja baru dalam konteks pekerjaan di lahan hijau (green jobs) dan peluang baru dalam konteks green investment yang merupakan strategi investasi pada surat-surat berharga yang menerapkan konsep green (ramah lingkungan dan berkelanjutan).
“Kami juga sangat berharap dengan ekonomi hijau ini, pertumbuhan ekonomi yang rendah karbon dan peningkatan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat kita serasikan," tutupnya.