close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Belum ada kesepakatan pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi senilai US$1,14 miliar setara Rp16,7 triliun antara Indonesia dan Rusia. / Facebook
icon caption
Belum ada kesepakatan pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi senilai US$1,14 miliar setara Rp16,7 triliun antara Indonesia dan Rusia. / Facebook
Bisnis
Selasa, 13 November 2018 21:49

RI dan Rusia belum sepakat pembelian Sukhoi Rp16,7 triliun

Belum ada kesepakatan pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi senilai US$1,14 miliar setara Rp16,7 triliun antara Indonesia dan Rusia.
swipe

Belum ada kesepakatan pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi senilai US$1,14 miliar setara Rp16,7 triliun antara Indonesia dan Rusia.

Kedua negara sepakat bertransaksi untuk pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) berupa 11 pesawat tempur Sukhoi SU-35 dengan nilai pembelian hingga mencapai US$1,14 miliar pada 22 Agustus 2017. Namun, hingga kini proses imbal dagang tersebut belum juga menemukan titik terang.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih mengatakan, alasan mendasar tertundanya imbal dagang tersebut dikarenakan pihak Indonesia dan Rusia hingga kini belum mencapai kesepakatan terkait jenis barang yang akan ditransaksikan dalam proses imbal dagang tersebut. Adapun nilai pembelian 11 jet tempur tersebut mencapai US$1,14 miliar atau Rp16,75 triliun (kurs Rp14.700 per dollar Amerika Serikat).

"Sampai saat ini kita belum menemukan kecocokan antara produk yang diminta oleh Rusia (imbal dagang) dengan yang kita siapkan," ujar Karyanto dalam diskusi media di Hotel Artotel, Jakarta, Selasa (13/11)

Kendati demikian, Karyanto tidak melihat benang merah antara molornya proses imbal dagang dengan adanya sanksi diplomatik dari pemerintah AS kepada seluruh negara yang melakukan transaksi dagang dengan Rusia. 

"Tidak. Tidak ada kaitannya dengan sanksi AS," imbuhnya.

Dalam UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pada pasal 43 ayat 5 (e) dinyatakan bahwa setiap pengadaan Alpalhankam dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset minimal 85% di mana kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35%. 

Karena pihak Rusia hanya sanggup memberikan kandungan lokal dan ofset sebesar 35% berupa alih teknologi, pendidikan latihan terkait perawatan dan pemeliharaan pesawat Sukhoi, maka Indonesia menegaskan kembali bahwa pembelian SU-35 ini dibarengi dengan kegiatan imbal beli yang nilainya 50% nilai kontrak. 

Pemerintah Indonesia membeli SU-35 dari Rusia dan Rusia sebagai negara penjual berkewajiban membeli sejumlah komoditas ekspor Indonesia. Dengan skema imbal beli tersebut, Indonesia mendapat potensi ekspor sebesar 50% dari nilai pembelian SU-35.

Rusia adalah mitra dagang Indonesia ke-24 pada 2016 dengan nilai total perdagangan mencapai US$2,11 miliar, dan Indonesia mendapat surplus US$410,9 juta yang seluruhnya berasal dari surplus sektor nonmigas. 

Ekspor nonmigas Indonesia tercatat US$1,26 miliar, sedangkan impor nonmigas Indonesia dari Rusia tercatat US$850,6 miliar. Adapun perkembangan ekspor nonmigas Indonesia ke Rusia tahun 2012-2016 tercatat positif 8,5%.

Selain diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan Dan Keamanan Dari Luar Negeri, pada pasal 8 dinyatakan imbal dagang dalam pengadaan Alpalhankam dari luar negeri dilakukan melalui barter dan/atau imbal beli. 

Sedangkan di pasal 9 ayat (2) dinyatakan komponen imbal dagang meliputi barang dan/atau jasa Industri Pertahanan, barang industri manufaktur, dan/atau produk lainnya yang berdampak posistif bagi perekonomian nasional.

Sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/2016 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor yang diubah dengan Permendag No. 28/M-DAG/PER/5/2017 menyatakan bahwa pengadaan barang pemerintah yang berasal dari impor dengan nilai tertentu dan/atau berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib dilaksanakan melalui imbal beli. Jenis dan nilai barang serta persentase kewajiban imbal beli ditentukan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan usulan dari K/L terkait.

Dalam Permendag tersebut, perusahaan pemasok yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam pengadaan barang pemerintah asal impor wajib mengekspor Barang Ekspor Indonesia senilai atau sepadan dengan nilai kewajiban Imbal Beli Pengadaan Barang pemerintah asal Impor.

Pelaksanaan Barang ekspor Indonesia harus dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Apabila Perusahaan Pemasok/Perusahaan Pihak Ketiga tidak dapat merealisasikan Ekspor untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli, maka akan dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar denda sebesar 50% dari nilai kewajiban Imbal Beli yang belum direalisasikan. 

Perusahaan Pihak Ketiga harus menyampaikan laporan realisasi ekspor secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk pemenuhan kewajiban Imbal Beli baik terealisasi maupun tidak terealisasi.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan