close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Minyak goreng yang berjejer pada rak-rak di salah satu supermarket yang berada di kawasan Puri, Jakarta Barat, Jumat (11/3/2022). Dok. Alinea.id/Immanuel Christian
icon caption
Minyak goreng yang berjejer pada rak-rak di salah satu supermarket yang berada di kawasan Puri, Jakarta Barat, Jumat (11/3/2022). Dok. Alinea.id/Immanuel Christian
Bisnis
Rabu, 11 Mei 2022 20:44

RI dinilai bisa jadi leader penyediaan minyak nabati

Minyak kelapa sawit saat ini dibutuhkan oleh Uni Eropa bahkan dunia untuk mengisi kekosongan stok sunflower oil.
swipe

Adjunct Professor Fox School of Business at Temple University of Philadelphia and John Cabot University Rome, Italy, Pietro Paganini, mengatakan, saat ini merupakan saat yang tepat bagi Indonesia mengambil peranan sebagai leader dalam penyediaan minyak nabati di dunia.

Terlepas dari isu domestik yang terjadi terkait minyak goreng dan pelarangan ekspor CPO serta turunannya, minyak kelapa sawit saat ini dibutuhkan oleh Uni Eropa bahkan dunia untuk mengisi kekosongan stok sunflower oil yang tidak dapat diisi oleh minyak nabati lain seperti soyabean oil, rapeseed oil maupun olive oil.

“Harus diakui bahwa Indonesia telah lebih maju dalam pembangunan kelapa sawit secara berkelanjutan, Indonesia juga telah menunjukkan kerja keras untuk mengatasi deforestasi selama 1 dekade terakhir. Oleh karena itu, akan menjadi momen yang tepat bagi Indonesia sebagai yang memegang Presidensi G20 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kelapa sawit yang berkelanjutan, sehat, dan aman merupakan jawaban untuk mengatasi kekurangan minyak nabati di dunia,” ungkap Paganini.

Industri kelapa sawit merupakan sektor strategis yang memiliki kontribusi yang besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja bagi sekitar 16 juta pekerja. Dari sisi perdagangan, sektor industri sawit juga telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan menghasilkan devisa nasional sebesar US$35,5 miliar pada 2021.

Saat ini industri sawit Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah negative campaign dan kebijakan diskriminatif yang berasal dari luar negeri seperti yang terjadi di Uni Eropa.

Adanya pandemi Covid-19, kegagalan panen karena faktor iklim, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terjadi di kawasan Eropa telah menyebabkan disrupsi di pasar minyak nabati dunia khususnya Uni Eropa. Seperti diketahui bahwa Rusia dan Ukraina merupakan negara produsen minyak biji bunga matahari (sunflower oil), konflik di antara kedua negara tersebut menyebabkan kelangkaan pasokan sunflower oil di beberapa negara anggota Uni Eropa. Hal-hal tersebut merupakan tantangan dan sekaligus peluang yang harus disikapi secara tepat oleh Indonesia sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia.

“Kelapa sawit ini sangat penting untuk negara kita. Buktinya begitu harga kelapa sawit tinggi dan ada isu minyak goreng, reaksi masyarakat sedemikian besarnya. Mulai sekarang kita harus mulai membangun dari bawah. Membangun suasana yang stabil dari hulu sampai hilir,” ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/5).

Dengan memperhatikan dinamika serta situasi terkini baik di dalam maupun luar negeri yang mempengaruhi pasar minyak nabati dunia terutama beberapa kebijakan terkait dengan minyak sawit di beberapa negara Uni Eropa, diperlukan penyamaan narasi bersama seluruh stakeholders sawit nasional untuk menyiapkan strategi kampanye positif dan program diplomasi minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan di arena internasional.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan