Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc.(R&I) dan Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia. Peringkat Indonesia tetap pada posisi BBB+ outlook stable oleh R&I, dan BBB outlook negative oleh S&P.
Hal ini melengkapi penilaian rating kredit Indonesia setelah terakhir Fitch juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada 22 Maret 2021.
Afirmasi peringkat kredit Indonesia merupakan bentuk pengakuan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek Indonesia, di tengah 140 rating downgrade action sejak awal 2020 akibat pandemi Covid-19.
"Keputusan R&I dan S&P ini sekali lagi memberikan konfimasi bahwa langkah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi di Indonesia berjalan on-track," kata Kepala Biro KLI, Kementerian keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4).
Rahayu menjelaskan, dukungan institusi dan stabilitas politik menjadi kekuatan Indonesia untuk menghadapi tantangan kesehatan, ekonomi, dan sosial. Sejalan dengan S&P, R&I menekankan vaksinasi yang tengah dilakukan pemerintah akan menjadi kunci pemulihan ekonomi Indonesia.
S&P memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih dan tumbuh sebesar 4,5% di 2021 dan 5,4% di 2022 seiring berjalannya proses vaksinasi. Senada, R&I juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih, didukung oleh implementasi UU Cipta Kerja, peningkatan investasi dan pembiayaan infrastruktur yang didorong oleh Sovereign Wealth Fund Indonesia (INA).
R&I memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan 2021 dan beberapa tahun ke depan akan berada di sekitar 1%-2% PDB, meningkat dari 0,4% PDB di 2020, terutama didorong oleh pemulihan ekonomi dan peningkatan impor.
Di samping itu, likuiditas valas domestik dinilai dapat terjaga dengan mempertimbangkan bahwa cadangan devisa di level US$137,1 Miliar di akhir Maret dan aliran modal asing yang cukup stabil.
Di sisi lain, S&P memberikan catatan pada tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi penerimaan terutama untuk mengembalikan rasio defisit fiskal ke 3% pada 2023.
S&P memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,7% dan 4,2% di 2022.
"Pemerintah diharapkan dapat menjaga komitmen untuk mengembalikan disiplin fiskal meskipun ketidakpastian akibat pandemi masih sangat tinggi," ujarnya.
Namun demikian, R&I menilai pemerintah sanggup melakukan konsolidasi fiskal dengan langkah-langkah strategis yang telah dipersiapkan serta merekomendasikan peningkatan basis pajak untuk mendukung upaya tersebut.
R&I juga menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia untuk membeli SBN Pemerintah di pasar primer di 2020 dan menjadi standby buyer di 2021 tidak akan memengaruhi peringkat kredit Indonesia selama dilakukan secara temporer.