close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sandwich generation. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi sandwich generation. Foto Freepik.
Bisnis - Riset
Sabtu, 11 Januari 2025 19:59

Riset: Sebanyak 94% masyarakat jadi generasi sandwich

Sebanyak 94% responden di Indonesia mengaku harus mengesampingkan kebutuhan pribadi demi memenuhi kebutuhan orang tua mereka yang sudah pensiun.
swipe

Fenomena generasi sandwich semakin marak di Indonesia. Istilah ini merujuk pada mereka yang berada di tengah impitan dua tanggung jawab finansial, yakni membiayai kehidupan orang tua yang telah pensiun serta menyokong kebutuhan anak-anak yang sedang tumbuh atau masih meniti karier. Kondisi ini menimbulkan tekanan finansial yang berat bagi generasi produktif.

Menurut survei Diverse Asia 2024 yang digagas oleh Manulife Investment Management terhadap 4.000 responden di enam wilayah Asia, termasuk Indonesia, sebanyak 94% responden di Indonesia mengaku harus mengesampingkan kebutuhan pribadi demi memenuhi kebutuhan orang tua mereka yang sudah pensiun. Eveline Haumahu, Chief Marketing Officer PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, mengungkapkan fenomena ini menciptakan ketidakpastian besar akan masa pensiun generasi produktif saat ini.

Retirement replacement ratio di Indonesia saat ini hanya sekitar 10%. Ini berarti rata-rata masyarakat hanya akan memiliki sekitar 10% dari pendapatan bulanan mereka saat ini ketika pensiun. Padahal, pos pengeluaran seperti kesehatan, pangan bernutrisi, dan hiburan justru akan meningkat di usia tua,” ujar Eveline.

Sebagai perbandingan, di Hong Kong, 59% pekerja dewasa khawatir akan kehabisan tabungan saat pensiun karena minimnya persiapan mereka. Ini menunjukkan tantangan generasi sandwich adalah fenomena lintas negara, bahkan di kawasan yang dianggap lebih maju sekalipun.

Memutus rantai

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan generasi sandwich untuk mengurangi beban dan memutus rantai tekanan finansial lintas generasi. Yakni, perencanaan keuangan jangka panjang. Caranya, menyusun rencana keuangan yang matang dengan mempertimbangkan kebutuhan pribadi, orang tua, dan anak-anak. Investasi di produk yang aman dan likuid, seperti logam mulia dan deposito, dapat menjadi pilihan.

Lalu, memberikan edukasi finansial sejak dini kepada anak-anak agar mereka dapat mengelola keuangan secara mandiri di masa depan.

Kemudian, mengadakan diskusi tentang keuangan dengan anggota keluarga, termasuk orang tua, untuk membahas rencana pensiun dan bantuan yang dibutuhkan. Hal ini penting agar semua pihak memahami kondisi dan tanggung jawab masing-masing.

Serta, menggunakan bantuan profesional seperti jasa perencana keuangan untuk menyusun strategi investasi dan tabungan yang tepat. Survei menunjukkan mereka yang memiliki dana pensiun cukup biasanya proaktif berkonsultasi dengan penasihat keuangan.

Menyiapkan bekal pensiun bukan hanya tentang masa depan pribadi, tetapi juga demi menciptakan generasi yang lebih baik. Eveline Haumahu menekankan tanpa perencanaan yang baik, rantai generasi sandwich akan terus berlanjut, menjerat generasi berikutnya dalam kesulitan finansial.

“Jika generasi sebelumnya tidak bisa diperbaiki, maka tanggunglah dengan cermat. Mulailah merintis persiapan pensiun Anda sendiri sambil memberikan edukasi finansial bagi anak-anak, agar mereka dapat menikmati hidup yang lebih baik,” ucap Eveline.

Freddy Pieloor, seorang praktisi keuangan yang telah memasuki usia pensiun, membagikan pengalamannya menghadapi kondisi sebagai bagian dari generasi sandwich. Di usia 58 tahun, Freddy masih menanggung biaya hidup orang tua yang berusia 80 tahun sekaligus membantu anak-anaknya yang sedang merintis karier.

“Kami terbantu dengan adanya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, tetapi tetap harus mengeluarkan dana pribadi agar orang tua mendapatkan perawatan yang layak dan cepat. Contohnya, saat orang tua saya butuh operasi katarak, antrean BPJS bisa mencapai enam bulan. Akhirnya, kami memutuskan membayar sendiri demi kenyamanan mereka,” jelas Freddy kepada Alinea.id, Kamis (9/1).

Freddy juga menekankan pentingnya perencanaan keuangan sejak usia muda. Dia mengaku mulai belajar banyak tentang keuangan ketika berusia 30 tahun. Saat itu, dia menerapkan strategi menempatkan dana di tabungan, investasi di logam mulia, dan asuransi jiwa seumur hidup.

"Saya juga mengganti mobil ke jenis yang lebih irit untuk mengurangi pengeluaran. Ini semua bagian dari strategi menjaga stabilitas keuangan di usia pensiun,” tambahnya.

Ia juga menyarankan agar generasi muda mempersiapkan masa tua dengan serius. “Jika memungkinkan, ambil pendidikan lanjutan seperti S2 atau S3 serta berbagai sertifikasi profesional di usia produktif. Sertifikasi ini bisa menjadi modal berharga ketika Anda sudah tidak ingin bekerja penuh waktu, tetapi tetap dibutuhkan sebagai konsultan atau komisaris,” kata Freddy, yang saat ini masih aktif sebagai komisaris di dua perusahaan dan dosen.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan