close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (tengah) dan presiden terpilih Prabowo Subianto (kanan) meninjau progres pembangunan ibu kota Nusantara (IKN). Foto dokumentasi Kementerian Sekretariat Negara.
icon caption
Presiden Joko Widodo (tengah) dan presiden terpilih Prabowo Subianto (kanan) meninjau progres pembangunan ibu kota Nusantara (IKN). Foto dokumentasi Kementerian Sekretariat Negara.
Bisnis - Makro Ekonomi
Senin, 19 Agustus 2024 17:44

Ruang fiskal terimpit ambisi Jokowi dan Prabowo

Tarik-menarik anggaran tak terelakkan karena ruang fiskal yang tersedia di RAPBN 2025 sempit.
swipe

Sejumlah program pada pemerintahan baru presiden terpilih Prabowo Subianto membutuhkan anggaran jumbo. Tarik-menarik anggaran pun tak terelakkan karena ruang fiskal yang tersedia di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 sempit. 

Pemerintahan baru dihadapkan pada merealisasikan janji kampanye, yaitu program makan siang bergizi atau yang dulu bernama makan siang gratis dan meneruskan cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun ibu kota Nusantara (IKN) yang kadung masuk dalam RAPBN 2025.

Asal tahu saja, belanja negara dalam RAPBN 2025 direncanakan sebesar Rp3.613,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 80% digunakan untuk kebutuhan belanja pokok, seperti belanja pegawai, subsidi dan kompensasi energi, pembayaran bunga utang pemerintah, dan untuk transfer ke daerah.

Artinya, ruang untuk berbagai program unggulan Jokowi dan Prabowo hanya tersisa 20%. Prabowo sendiri berencana melebarkan batas defisit anggaran hingga di atas 3% guna mengongkosi belanja negara.

Bukan solusi ideal

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan secara teoretis penyesuaian atau menaikkan defisit anggaran dapat dilakukan. Hal itu juga banyak dilakukan negara lain. Seperti, sejumlah negara di Asia yang membuat deifisit anggaran lebih dari 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) mereka.

Pelebaran defisit ini diperlukan jika pemerintah membutuhkan dana guna berbagai kebutuhan belanja, terutama untuk tahun yang berjalan. Hanya saja, pelonggaran batas defisit anggaran ini tidak sepenuhnya bisa dilakukan, karena ada konsekuensi. Oleh karena itu, perlunya disiplin fiskal pemerintah.

Yusuf menilai rencana memperluas defisit anggaran di atas ketentuan 3% bertolak belakang dari disiplin fiskal yang telah dilakukan pemerintah saat ini. Selama ini, katanya, disiplin fiskal pemerintah dijalankan dengan baik karena menjaga defisit anggaran pada undang-undang keuangan negara. Disiplin ini menjadi modal ketika krisis terjadi, seperti pada pandemi Covid-19. Yaitu, dengan penyesuaian defisit anggaran dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Setelah Perppu selesai, penambahan anggaran atau utang yang muncul tidak begitu besar, karena disiplin fiskal terjadi. Menurutnya hal tersebut adalah buah dari disiplin fiskal yang dilakukan pemerintah untuk pengelolaan fiskal itu sendiri.

“Jadi poin utama yang perlu disampaikan bagaimana batas defisit 3% itu menjadi penting untuk jangka pendek hingga jangka panjang,” ungkapnya kepada Alinea.id, Jumat (16/8).

Menurut Yusuf, program anyar pada pemerintahan selanjutnya harus dimasukan dengan program yang sudah ada. Selain itu, rancangan baru perlu melakukan penyesuaian guna menjaga batas defisit anggaran 3%.

Di sisi lain, pemerintah perlu memastikan belanja negara sudah efektif. Pemerintah bisa melihat pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menaksir belanja negara tidak efisien malah membuat kerugian negara.

“Saya kira pemerintah bisa melihat ke sana (temuan BPK) sehingga bisa menjalankan anggaran tanpa menaikkan batasan defisit anggaran,” ujarnya.

Pajak makin tinggi

Yusuf mengatakan pemerintah punya pilihan untuk membiayai anggaran melalui pajak atau biaya alternatif. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru saja dirilis dinilai sebagai salah satu langkah pemerintah untuk membiayai kebutuhan belaja yang makin besar. 

Makin tingginya pajak diprediksi akan membawa dampak negatif terhadap kian lesunya daya beli masyarakat terutama kelas menengah ke bawah.

"Maka pemerintah perlu melihat momentumnya," lanjutnya.

Namun, jika pemerintah ingin memakai utang guna membiayai belanja negara, maka harus digunakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target. Sehingga kenaikan utang dapat berdampak positif terhadap PDB.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi menyebut, pemerintah dapat melakukan peningkatan basis pajak melalui sumber pajak dari industri ekstraktif alias industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam, misalnya menerapkan windfall tax dan pajak produksi batu bara, serta pajak kekayaan. 

Cara kerja windfall tax adalah dengan menetapkan batas keuntungan yang dianggap sebagai keuntungan tak terduga. Jika perusahaan melebihi batas tersebut, maka perusahaan akan dikenakan pajak.

Selain itu, perbaikan sistem perpajakan dan penegakan hukum yang lebih baik juga dapat memberikan pendapatan tambahan untuk negara, mengurangi ketergantungan pada utang, dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Utak-atik anggaran

Dia menduga, pemerintah bakal menambah utang untuk membiayai proyek strategis misalnya IKN dan program perlindungan sosial seperti makan bergizi gratis. Pasalnya, beban fiskal dalam jangka panjang akan semakin berat terlebih lagi jika IKN mandek, atau makan bergizi gratis salah sasaran. 

“Sumber daya negara terbuang percuma dan tidak berdampak riil pada masyarakat” katanya kepada Alinea.id, Minggu (18/8).

Menurutnya, dengan 80% anggaran yang telah dialokasikan guna belanja pokok seperti gaji pegawai, subsidi energi, bunga utang, dan transfer ke daerah, akan membuat ruang anggaran untuk program unggulan lain menyusut lantaran harus membiayai makan siang bergizi dan IKN. 

Persisnya, pada makan siang gratis akan ada dana yang diambil dari postur anggaran pendidikan. Sementara, pada IKN akan mengakibatkan anggaran infrastruktur makin terbatas pada tahun depan.

“(Hal itu) berpotensi memperlambat progres pembangunan terlebih lagi jika proporsi kontribusi swasta tidak mengalami peningkatan,” ucapnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan