close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) didampingi Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kanan) menyampaikan paparan terkait perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di Jakarta, Kamis (26/4). / Antara Foto
icon caption
Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) didampingi Deputi Gubernur Erwin Rijanto (kanan) menyampaikan paparan terkait perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di Jakarta, Kamis (26/4). / Antara Foto
Bisnis
Kamis, 26 April 2018 20:53

Rupiah anjlok dekati Rp14.000, BI salahkan Amerika Serikat

Bank Indonesia menuding Amerika Serikat menjadi penyebab anjloknya nilai tukar rupiah hingga mendekati level Rp14.000 per dollar AS.
swipe

Bank Indonesia menuding Amerika Serikat menjadi penyebab anjloknya nilai tukar rupiah hingga mendekati level Rp14.000 per dollar AS.

BI menyebut fluktuasi nilai rupiah yang terjadi saat ini, merupakan hal yang tidak perlu dikahwatirkan. Bank sentral memandang fundamental ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi kuat.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menjelaskan, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini dipandang lebih disebabkan oleh penguatan mata uang Amerika Serikat terhadap nyaris seluruh mata uang dunia (broad based). 

"Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait dengan faktor musiman permintaan valas yang meningkat pada triwulan II-2018, antara lain untuk keperluan pembayaran utang luar negeri, pembiayaan impor, dan dividen," jelas Agus Marto, Kamis (26/4). 

Dia menambahkan, fundamental ekonomi Tanah Air saat ini dalam kondisi yang kuat. Inflasi masih sesuai dengan target pada kisaran 3,5% plus-minus 1%. Defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat. Kepercayaan asing juga diyakini terus membaik yang tercermin pada ditingkatkannya peringkat Indonesia oleh Moody's, JCRA, dan R&I serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index

"Sampai dengan hari Kamis tanggal 26 April 2018, tekanan masih berlanjut. Rupiah pada tanggal 26 April 2018 terdepresiasi sebesar 0,88% month to date," jelas Agus Marto. 

Menurut Agus, depresiasi rupiah masih lebih rendah dibandingkan dengan koreksi mata uang negara Asia lain, termasuk bath Thailand (turun 1,12% mtd), ringgit Malaysia (turun 1,24% mtd), dollar Singapura (turun 1,17% mtd), won Korea Selatan (turun 1,38% mtd), dan rupee India (turun 2,4% mtd). 

Perkembangan tersebut diklaim Agus tidak terlepas dari kebijakan BI yang telah melakukan langkah-langkah stabilisasi, baik di pasar valuta asing, maupun pasar surat berharga negara (SBN), untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan. 

"Ke depan, untuk memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendorong mekanisme pasar," jelas Agus. 

Dia pun menambahkan bahwa setiap minggu BI selalu melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk selalu melakukan monitor nilai tukar rupiah. Dia memastikan, bank sentral siap menghadapi setiap fluktuasi nilai tukar yang terjadi ke depan. 

Agus mengakui, tekanan rupiah sudah dirasakan terjadi sejak Februari. Sebab, pada bulan tersebut sudah terjadi dinamika tensi perdagangan, kemudian pemerintah AS yang memotong pajak secara drastits. Hal itu mengakibatkan pasar berspekulasi AS bakal kian banyak menerbitkan surat utang yang berakibat pada lonjakan imbal hasil (yield) US treasury.

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan