Depresiasi rupiah diproyeksi masih akan berlanjut hingga menyentuh level Rp14.200 per dollar Amerika Serikat pada bulan Mei 2018.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, memperkirakan pelemahan nilai tukar rupiah akan terus berlanjut hingga akhir Mei 2018.
"Terbuka peluang kurs terdepresiasi hingga Rp14.000-Rp14.200 per dollar AS," ujarnya, Senin (7/5).
Dari Bloomberg, kurs rupiah pada perdagangan Senin (7/5), tercatat merosot hingga level Rp14.003 per dollar AS. Kurs rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp14.001 per dollar AS.
Level penutupan pada perdagangan hari ini terdepresiasi 0,4% sebesar 57 poin dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya Rp13.945 per dollar AS. Sepanjang hari ini, dollar AS diperdagangkan pada rentang Rp13.949-Rp14.003.
Di pasar spot, kurs rupiah menjadi depresiasi terdalam selama 52 pekan terakhir atau sepanjang tahun. Bahkan, terakhir kalinya rupiah menyentuh level Rp14.000 adalah pada 2 Oktober 2015.
Depresiasi rupiah tercatat telah melemah 3,29% sebesar Rp446 per dollar sejak awal tahun 2018 (year-to-date/ytd). Akhir 2017, kurs rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp13.555.
Bhima menjelaskan, depresiasi rupiah akan langsung terasa ke biaya impor yang meningkat cukup tinggi. Untuk impor baik bahan baku, barang modal dan barang konsumsi sebagian besar gunakan kapal asing yang membutuhkan dollar AS, jadi logistic cost pasti makin membebani industri domestik.
Pada saat bersamaan, daya beli masyarakat tengah melesu. Sehingga, penjual tidak akan sembarangan menaikkan harga barang. Kondisi ini diperkirakan bakal menggerus pendapatan pelaku usaha.
Menurut dia, kondisi itu bakal membuat harga jual barang kebutuhan pokok otomatis merangkak naik. Misalnya saja, harga bawang putih yang 85% lebih pasokannya impor diproyeksi melejit.
"Mendekati Lebaran permintaan secara musiman tinggi. Ini yang harus di perhatikan pemerintah karena inflasi langsung pukul daya beli masyarakat miskin," tuturnya.
Dampak lain sebagai negara net importir minyak, kata dia, pelemahan rupiah akan menaikkan biaya impor minyak. Tahun 2017 lalu neraca migas Indonesia defisit US$8,5 miliar lantaran impor minyak bengkak hingga US$24,3 miliar.
"Ini enggak sehat dan mempengaruhi harga BBM non subsidi yang dipakai angkutan barang kebutuhan pokok," kata dia.
Sentimen dalam negeri tak kuat
Secara terpisah, Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan pergerakan dollar AS yang masih cenderung menguat memberikan imbas pada pergerakan rupiah yang kembali melemah pada awal pekan ini.
Adanya rilis survei penjualan eceran Bank Indonesia yang mengindikasikan peningkatan pertumbuhan pada Maret 2018, didukung oleh kelompok suku cadang dan aksesori serta kelompok makanan, minuman dan tembakau yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang tumbuh 2,5% yoy, meningkat dari 1,5% yoy pada bulan sebelumnya serta rilis Ekonomi Indonesia di kuartal I-2018 tumbuh 5,06% yoy yang meningkat dibanding pencapaian kuartal I-2017 sebesar 5,01% tidak cukup kuat mengangkat rupiah.
Menurut dia, pergerakan dollar AS masih cenderung menguat meski dirilis penambahan kinerja yang di bawah estimasi sebelumnya. Pelaku pasar masih mengkhawatirkan adanya peningkatan inflasi pada ekonomi AS.
Bertambahnya lapangan pekerjaan, meski di bawah estimasi, kata dia, diperkirakan akan mendorong peningkatan sehingga inflasi dapat terjadi. Di sisi lain, perkiraan akan meningkatnya inflasi tentunya akan mendorong The Fed menaikan tingkat suku bunganya.
Masih adanya kekhawatiran akan peningkatan inflasi, sambungnya, telah mendorong perkiraan akan kenaikan tingkat suku bunga The Fed yang mana akan berimbas pada terapresiasinya dollar AS.
Sementara itu, sentimen dari dalam negeri dianggap belum cukup kuat signifikan untuk mengangkat rupiah. Untuk itu, diharapkan kepanikan dapat mereda dan sentimen dari dalam negeri dapat lebih positif untuk menarik minat pelaku pasar terhadap rupiah sehingga pelemahannya dapat lebih tertahan.
"Rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran pada kisaran support Rp14.025 dan resistance Rp13.987 per dollar AS," jelasnya.