close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menaikkan suku bunga penjaminan valuta asing di bank umum hingga 0,5% menjadi 2% seiring pelemahan kurs rupiah. / Istimewa
icon caption
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menaikkan suku bunga penjaminan valuta asing di bank umum hingga 0,5% menjadi 2% seiring pelemahan kurs rupiah. / Istimewa
Bisnis
Rabu, 12 September 2018 22:06

Rupiah lemah, LPS menaikkan bunga penjaminan valas 0,5%

Saat rupiah melemah, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menaikkan suku bunga penjaminan valuta asing di bank umum hingga 0,5% menjadi 2%.
swipe

Saat rupiah melemah, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menaikkan suku bunga penjaminan valuta asing di bank umum hingga 0,5% menjadi 2%. 

Penaikkan suku bunga penjaminan tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya tarik instrumen simpanan valas domestik sehingga mampu mencegah dana keluar (outflow).

Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti, mengatakan suku bunga penjaminan simpanan valas perlu dinaikkan karena terlampau rendah jika dibandingkan suku bunga simpanan valas yang ditransaksikan secara riil.

Selain suku bunga penjaminan simpanan valas, LPS juga menaikkan suku bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum sebesar 0,25% menjadi 6,5% dan bunga penjaminan simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) naik 0,25% menjadi 9%.

"Misalnya dibandingkan dengan term deposit di Bank Indonesia dengan suku bunga penjaminan LPS Rate itu ada selisih di atas 50 basis poin," ujarnya, Rabu (12/9).

Term Deposit Valas BI merupakan instrumen yang menjadi parameter untuk melihat kondisi likuiditas valas.

Selain itu, kenaikan suku bunga penjaminan valas ini juga untuk meningkatkan daya tarik simpanan valas di pasar domestik. Imbal hasil dari simpanan valas perlu didorong agar kompetitif jika dibandingkan instrumen valas di negara-negara lain.

"Suku bunga bank-bank domestik, dibandingkan bunga LIBOR (London Interest Bank Offered Rate/LIBOR), itu selisihnya di atas 50 basis poin. Bagaimana kita menarik dana-dana valas karena saat ini imbal hasilnya tidak semenarik dengan di luar," ujar dia.

Destry melihat tekanan terhadap nilai tukar rupiah juga masih kencang dalam beberapa waktu ke depan. Alhasil potensi arus modal keluar untuk menghindari penurunan marjin karena selisih kurs juga tinggi.

"Tekanan rupiah cukup gencar, perkiraan risiko likuiditas cukup tinggi. Tren penyesuaian suku bunga berlangsung. LPS Rate untuk valas yang saat ini di level 1,5% itu jauh dari kondisi pasar yang sebenarnya," ujar dia.

Tingkat bunga penjaminan LPS (LPS Rate) ini berlaku untuk periode 13 September 2018 hingga 12 Januari 2019.

Ketetapan LPS Rate ini akan menjadi acuan bagi perbankan. Pasalnya LPS akan menjamin simpanan yang suku bunganya tidak lebih tinggi dari tingkat bunga penjaminan dan nilainya tak lebih dari Rp2 miliar.

Likuditas perbankan

Sementara itu, LPS mengingatkan industri perbankan tentang risiko pengetatan likuiditas masih relatif tinggi selama September hingga Desember 2018.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah merinci rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) sudah mencapai 93,11% menurut data per akhir Juli 2018.

LDR dapat menjadi parameter untuk melihat ketersediaan dana (likuiditas) bank yang digunakan untuk memenuhi penyaluran kreditnya.

Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015, mengatur bahwa batas bawah LDR,--yang kemudian berubah menjadi LFR--, sebesar 78% sedangkan batas atasnya 92%.

Namun, kata Halim, risiko dari kondisi LDR pada Juli 2018 yang bertambah hingga 4% dibanding periode sama 2017 itu masih terkendali.

Ia mengingatkan industri perbankan perlu meningkatkan kewaspadaan selama empat bulan terakhir di 2018. Pasalnya, tekanan ekonomi eksternal berpotensi semakin kencang karena dua kali kenaikan suku bunga The Federal Reserve, Bank Sentral AS, dan juga dampak dari kenaikan suku bunga acuan BI yang akan memicu bank untuk menaikkan suku bunga simpanan.

"Risiko likuiditas September hingga Desember masih cukup tinggi. Dipicu kenaikan The Fed, dan dampak perang dagang serta volatilitas pasar finansial yang tinggi," ujar Halim.

Selain itu, perbankan juga diperkirakan akan memburu likuiditas di sisa tahun atau terpaksa mengerem penyaluran kredit. Pasalnya, hingga Juli 2018, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan malah melambat menjadi 6,88% (year-on-year/yoy) dibanding Juni 2018 yang sebesar 6,99% (yoy).

Padahal, perbankan membutuhkan dana karena memiliki ambisi target pertumbuhan kredit. Di bulan yang sama, pertumbuhan kredit perbankan mencapai kenaikan menjadi 11,54% (yoy) dibanding Juni 2018 yang sebesar 11,09% (yoy). (Ant).

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan