Bank Indonesia (BI) menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi dalam pekan ini disebabkan faktor musiman. Salah satunya penyebab pemelahan itu adalah banyaknya perusahaan multinasional yang membagikan dividen, bunga, membayar bunga pokok utang dan lainnya selama periode tersebut.
"Sepanjang April, Mei, dan Juni ini memang memasuki masa pembagian dividen perusahaan multinasional, pembayaran bunga dan sebagainya," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (2/5).
Hal ini membuat kebutuhan dolar atau valuta asing (valas) meningkat tajam. Peningkatan permintaan mata uang tersebut berimplikasi terhadap menguatnya nilai dolar di satu sisi dan melemahnya rupiah di sisi lain.
Selain itu, saat ini investor masih wait and see terhadap dinamika politik Indonesia. Investor masih menunggu pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap hasil Pemilihan Umum (Pemilu) pada 22 Mei 2019.
Hal ini, kata Onny, memengaruhi arus investasi atau Penanaman Modal Asing (PMA) untuk yang membawa dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai PMA pada kuartal I-2019 turun 0,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau dari Rp108,9 triliun menjadi Rp107,9 triliun.
"Untuk PMA memang dari hasil rating JCR dan S&P itu menunjukkan positif atau ada harapan membaik. Nanti setelah 22 Mei, pengumuman pemilu, itu akan pengaruhi kepastian investor," tuturnya.
Selain itu, faktor eksternal juga turut memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah. Menurut Onny, saat ini sentimen risk off masih mewarnai pasar keuangan global. Hal tersebut memperkuat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dan turunnya inflasi, serta berlanjutnya pelemahan nilai tukar Argentina Peso dan Turkish Lira.
"Sentimen risk off memicu pelemahan indeks saham global diikuti penguatan tajam nilai tukar USD (DXY) naik ke level tertinggi sejak Mei 2017," katanya.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, nilai tukar rupiah pada 2 Mei 2019 berada di posisi Rp14.245 per dolar AS. Nilai ini melemah 228 poin dari posisi 18 April 2019 yang sempat menguat Rp14.061 per dolar AS.
Sejak 18 April 2019, nilai tukar rupiah terus melemah. Pada 22 April 2019, tercatat nilai tukar rupiah sempat berada pada Rp14.065 dan sehari kemudian menjadi Rp14.080 per dolar AS, kemudian pelemahan semakin menanjak hingga hari ini.
Onny menyatakan, untuk mengantisipasi pelemahan tersebut, BI pada akhir bulan lalu memutuskan tetap mempertahankan suku bunga acuannya atau BI 7 Day Repo Rate dengan maksud menjaga stabilitas eksternal supaya pemasukan terjada.
"Untuk jaga suplai dolar, DNDF (Domestic Non Delivery Forward) diperlonggar, sehingga nilai tukar yang saat ini memang lemah bisa balik lagi terkendali," ucapnya.